Judi Online jadi Beban Bagi Ekonomi RI


Jakarta, MI - Aktivitas judi online (judol) tak hanya menimbulkan dampak sosial, tetapi juga dinilai menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Firman Hidayat, mengungkapkan bahwa maraknya praktik judol memangkas Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hingga 0,3%.
Dalam acara Katadata Policy Dialogue yang digelar di Jakarta, Selasa (5/8/2025), Firman menjelaskan bahwa praktik ini menciptakan kebocoran dana yang seharusnya bisa berputar di dalam negeri.
"Ada kebocoran-kebocoran atau ada faktor-faktor yang kemudian menyebabkan pertumbuhan ekonomi kita bisa dikoreksi ke bawah. Dan kita melihat judi online ini adalah salah satu faktor yang bisa memberikan dampak koreksi negatif yang cukup besar ke ekonomi Indonesia," kata Firman.
Menurut Firman, dana yang digunakan untuk bermain judol umumnya mengalir ke luar negeri, sehingga menghapus efek berlapis (multiplier effect) yang semestinya mendorong konsumsi dan investasi dalam negeri.
"Jadi dari perhitungan sederhana ini kita mengestimasi, di tahun 2024 saja impact dari judol itu 0,3% dari pertumbuhan ekonomi. Tahun lalu kita tumbuh di 5%, gampangnya ya harusnya kita bisa tumbuh di 5,3%. Jadi di tengah situasi global yang sangat besar, 0,3% ini sangat berharga untuk kita bisa mencapai target Pak Presiden," tuturnya.
Dalam forum yang sama, Katadata Insight Center (KIC), sebagai lembaga riset independen, memaparkan temuan terbarunya yang menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku judi online di Indonesia berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. Penelitian ini sekaligus memetakan dampak sosial dan ekonomi dari aktivitas judol di Tanah Air.
Direktur Eksekutif KIC, Fakhrido Susrahadiansyah, menjelaskan bahwa sebanyak 71% dari 9,8 juta pemain judol sepanjang 2024 memiliki pendapatan bulanan di bawah Rp5 juta. Fakta ini menunjukkan masyarakat kelas bawah menjadi kelompok paling rentan terdampak secara ekonomi dan sosial akibat aktivitas ilegal tersebut.
"Ini kami mengutip data PPATK tahun 2024, [tapi mungkin ada data yang lebih menyeluruh gitu] 71% dari 9,8 juta orang pemain judol itu adalah mereka yang ternyata berpendapatan Rp5 juta atau ternyata sangat kecil," ujar Fakhrido.
Lebih lanjut, jika melihat dari paparan Katadata Insight Center, nampak terlihat bahwa tingkat proporsi pemain judol jika ditelisik berdasarkan penghasilannya, maka pemilik penghasilan Rp5-10 juta mengambil proporsi sebesar 15% atau tertinggi kedua.
Sementara itu, kelompok masyarakat dengan penghasilan Rp10–50 juta dan Rp50–100 juta menempati posisi ketiga dan keempat sebagai pemain judi online, dengan kontribusi masing-masing sebesar 9% dan 5%.
KIC juga mencatat pada 2024 terdapat 2.889 perkara perceraian akibat judi, yang mana hal ini meningkat hampir 84% dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 1,572 kasus. Salah satu kasus yang diangkat dalam laporan investigatif menyebut seorang pria rela menjual dua rumah dan satu mobil katering milik keluarga demi berjudi, hingga menyebabkan kehancuran rumah tangga.
Lebih lanjut, studi tersebut juga memperingatkan bahwa dampak judi online terhadap perekonomian nasional bisa menyebabkan kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 3%.
"Jadi dampak negatif, sosial, kesehatan dan lain sebagainya dari judol ini, sangat akan dirasakan oleh the majority of Indonesian people. Nah ini ada beberapa kasus yang kami [utarakan] di dalam laporan investigatif kami," imbuhnya.
Tak hanya dari sisi pemain, KIC juga menyoroti maraknya praktik jual beli rekening bank yang semakin menjamur di wilayah-wilayah terpencil. Banyak warga yang bersedia menjual data pribadi dan rekening mereka demi memperoleh uang secara cepat.
Rekening-rekening tersebut kemudian dimanfaatkan oleh jaringan sindikat untuk menampung aliran dana dari aktivitas judi online.
"Masyarakat rela menjual rekeningnya demi mendapatkan uang secara instan Ini sudah berkembang menjadi sebuah industri. Karena ada pendanaannya, ada penjualannya, terus mudah," pungkasnya.
Topik:
judi-online pertumbuhan-ekonomi den