Pemakzulan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol - Semua Hal yang Perlu Diketahui


Jakarta, MI - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan melalui pemungutan suara di parlemen. Sebanyak 204 anggota parlemen atau mayoritas setuju dengan pengesahan RUU pemakzulan Presiden Yoon.
Pemecatan Yoon sekarang tergantung pada pengadilan Mahkamah Konstitusi. Proses pemakzulan itu sendiri dapat memakan waktu berminggu-minggu, karena persidangan masih harus diadakan di Mahkamah Konstitusi. Jika enam dari sembilan hakim memilih mempertahankan pemakzulan, barulah presiden akan dicopot dari jabatannya.
Dalam skenario ini, pemilihan presiden berikutnya akan diadakan dalam waktu 60 hari setelah keputusan tersebut. Ini merupakan upaya memakzulkan Yoon kedua kalinya setelah ramai kontroversi darurat militer yang ia tetapkan pada 3 Desember lalu.
Saat hasil diumumkan, sorak-sorai meledak dari sisi Partai Demokrat, sementara anggota partai yang berkuasa diam-diam meninggalkan ruangan. Selama penghitungan suara, beberapa anggota parlemen dari partai yang berkuasa terlihat menangkupkan tangan mereka dalam doa.
Seluruh anggota parlemen yang berjumlah 300 orang ikut berpartisipasi dalam pemungutan suara. Hasilnya, 204 suara setuju, 85 menolak, tiga abstain, dan empat suara lainnya tidak sah.
Satu pekan lalu, protes yang sama terjadi di depan Majelis Nasional saat anggota parlemen melakukan pemungutan suara untuk RUU pemakzulan Presiden Yoon.
Yoon selamat dari upaya pemakzulan tersebut setelah sebagian besar anggota parlemen dari partainya memboikot pemungutan suara. Meskipun beberapa anggota partai yang berkuasa tetap hadir dalam pemungutan suara, namun penetapan regulasi pemakzulan ini masih kurang lima suara dari jumlah suara.
Selama seminggu terakhir, lebih banyak anggota parlemen dari partai Yoon mengisyaratkan niat mereka memberikan suara mendukung pemakzulan.
Sebelum pemungutan suara dimulai, Pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, Park Chan-dae mengatakan kepada wartawan bahwa partainya akan berpartisipasi dalam pemungutan suara hari ini.
Hal ini menunjukkan perubahan sikap pada Sabtu pekan lalu, saat PPP memboikot pemungutan suara pemakzulan yang pertama. Meskipun sikap resmi partai tetap menentang pemakzulan Yoon, Park mengatakan bahwa anggota parlemen harus memilih "sesuai dengan hati nurani dan keyakinan mereka daripada mengikuti kepentingan partisan".
Saat hasil pemungutan suara diumumkan, seorang pengunjuk rasa, Sim Hee-seon terlihat menyeka air matanya, sambil bernyanyi bersama lagu protes.
"Saya sangat senang karena RUU tersebut telah disahkan. Lega rasanya karena kami tidak perlu keluar untuk melakukan protes dalam cuaca dingin lagi," ujar perempuan 40 tahun.
"Pada saat yang sama, perjuangan belum berakhir. Kami tahu bahwa kami harus menunggu keputusan pengadilan untuk pemakzulannya. Kami akan terus mengawasinya," ujarnya.
Di tempat lain dalam kerumunan penonton yang bersorak-sorai, Lee Seung-bang yang berusia 77 tahun, mengangkat tinju ke udara. Dia juga berjuang untuk menahan air matanya. "Politik Korea akan membaik setelah hari ini," katanya.
Setelah pemungutan suara diumumkan, ribuan pengunjuk rasa mengumandangkan nyanyian Into the New World, sebuah lagi dari grup K-pop Girls Generation. Luapan kegembiraan sangat terasa. Orang-orang bernyanyi bersama-sama diiringi kembang api yang meledak di atas kepala.
Lagu yang sama juga diputar di sini sebelumnya, menjelang pemungutan suara pemakzulan.
Sebelumnya, artis K-pop dan kafe-kafe ikut mendukung dengan memberi makanan gratis kepada pengunjuk rasa. Idola pop Korea, IU, telah membagikan makanan dan penghangat tangan untuk para fans mereka yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa, menurut laporan.
Agensinya mengatakan ratusan makanan ringan dan minuman tersedia untuk diambil di lima kafe yang berbeda di dekat Majelis Nasional.
Sementara itu Yuri, anggota dari girlband yang sangat populer, Girls Generation, juga telah menyiapkan makanan untuk para penggemar yang ikut berunjuk rasa.
Di sisi lain, dilaporkan juga aksi akan dihadiri oleh ribuan pengunjuk rasa pendukung Yoon. Sekitar 30.000 peserta aksi pro-Yoon diperkirakan akan hadir, menurut laporan.
"Selamatkan Presiden Yoon," beberapa orang meneriakkan 'Singkirkan simpatisan Korea Utara'. Yang lainnya juga menyerukan penangkapan pemimpin oposisi Lee Jae-myung.
Di mana Yoon Suk Yeol?
Kemungkinan Yoon Suk Yeol menyaksikan pemungutan suara pemakzulannya dari kediaman resminya di Hannam-dong, menurut laporan media Korea.
Dengan pengesahan pemakzulan, ia akan segera dibebaskan dari tugas dan wewenangnya sebagai presiden.
Sebelumnya, pemungutan suara ini juga kemungkinan diawasi secara ketat kantor Perdana Menteri Korea Selatan, Han Duck-soo. Musababnya, Han akan segera mengambil peran sebagai penjabat presiden jika pemungutan suara tersebut lolos.
Menurut laporan media lokal, beberapa anggota staf senior dari timnya sudah mulai bekerja pagi ini. Di sisi lain, pihak berwenang Korsel juga telah memberlakukan larangan bepergian terhadap Presiden Yoon, yang sedang diselidiki atas keputusan darurat militernya yang berlaku singkat pada Selasa (3/12/2024) lalu.
Larangan perjalanan juga diberlakukan pada Mantan Menteri Pertahanan, Kim Yong-hyun, yang dilaporkan mengusulkan deklarasi darurat militer kepada Yoon; mantan Menteri Dalam Negeri, Lee Sang-min; Komandan Kontraintelijen Pertahanan, Yeo In-hyung; dan Kepala Staf Angkatan Darat, Park An-su.
Sementara mantan Menteri Pertahanan, Kim Yong-hyun, ditangkap pada Minggu (8/12/2024). Sebelumnya, ia mengundurkan diri pada Rabu (4/12/2025) setelah meminta maaf dan mengatakan akan mengambil "tanggung jawab penuh".
Tak hanya itu, mantan Menteri Dalam Negeri, Lee Sang-min, juga mengundurkan diri pada Minggu (8/12/2024), sembari menegaskan bahwa dirinya akan bertanggung jawab atas "kegagalan melayani publik dan presiden dengan baik".
Langkah pengunduran diri massal sudah terlebih dahulu dilakukan berbagai pejabat senior kantor kepresidenan, termasuk kepala staf presiden, beberapa jam setelah deklarasi darurat militer dicabut.
Lolo dari mosi pemakzulan
Yoon lolos dari mosi pemakzulan, setelah para anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, memboikot pemungutan suara. Para anggota PPP mengatakan mereka memutuskan tidak mendukung mosi tersebut setelah Yoon setuju untuk memperpendek masa jabatannya dan tidak terlibat dalam urusan dalam dan luar negeri.
Namun, Partai Demokrat yang beroposisi dan menguasai mayoritas kursi di parlemen, mengkritik kesepakatan tersebut. Pemimpin fraksi Partai Demokrat, Park Chan-dae, menyebutnya sebagai "pemberontakan kedua yang ilegal, tidak konstitusional, dan kudeta kedua".
Lantas bagaimana aksi boikot para politikus partai penguasa? Sebelumnya, ratusan anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai berkuasa yang menyokong Presiden Yoon Suk Yeol, meninggalkan ruang parlemen jelang sidang pemungutan suara pemakzulan presiden Korea Selatan itu pada Sabtu (7/12/2024).
Imbas aksi boikot ini, pemungutan suara masih tetap dilakukan, namun tanpa dukungan dua pertiga suara (200 dari total 300 anggota parlemen) maka hasil pemungutan suara tak cukup berarti.
Hampir seluruh anggota parlemen berkuasa dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang menyokong Presiden Yoon Suk Yeol telah meninggalkan ruang parlemen, jelang sidang pemungutan suara pemakzulan presiden Korea Selatan itu pada Sabtu (7/12/2024).
Namun, jika pemungutan suara pemakzulan gagal hari ini—yang kemungkinan besar terjadi—maka pemungutan suara berikutnya dapat dilakukan pada Rabu depan (11/12/2024).
Partai Kekuatan Rakyat (PPP) kemungkinan menggunakan strategi boikot untuk mencegah anggotanya membelot, karena pemungutan suara pemakzulan dilakukan melalui metode yang anonim.
Dari 108 anggota parlemen PPP yang berkuasa, 107 di antaranya telah meninggalkan ruang pemungutan suara. Hanya Ahn Cheol-soo—pernah mencalonkan diri sebagai presiden pada 2012, 2017 dan 2022—yang tetap menduduki kursinya.
Ahn telah berulang kali mengatakan bahwa ia akan memilih pemakzulan jika presiden tidak mengundurkan diri secara sukarela. Namun, sesaat kemudian, anggota PPP Kim Ye-ji memutuskan kembali ke dalam persidangan untuk memberikan suara pada usulan pemakzulan.
Kemudian, dilaporkan ada satu anggota parlemen PPP lagi yang kembali ke ruang sidang. Sehingga total ada tiga anggota PPP yang hadir. Kehadiran mereka disambut oleh tepuk tangan anggota parlemen oposisi.
Pihak oposisi memerlukan dukungan dari delapan anggota PPP untuk mencapai 200 suara agar mosi pemakzulan Presiden Yoon dapat diloloskan.
Sebelumnya, PPP telah menegaskan bahwa mereka tidak akan mendukung pemungutan suara untuk pemakzulan. Walau demikian, Ketua PPP, Han Dong-Hoon, Jumat lalu, tetap menyerukan agar Presiden Yoon diberhentikan karena akan menimbulkan "bahaya besar" bagi demokrasi jika ia tetap berkuasa.
Sementara koalisi oposisi, yang memegang mayoritas suara di parlemen, membutuhkan delapan anggota partai Yoon agar pemakzulan disetujui.
Di luar gedung parlemen, puluhan ribu orang berdemonstrasi menuntut Presiden Yoon dicopot dari jabatannya.
Mereka terlihat mencoba menghalangi jalan keluar anggota parlemen yang 'walk out' dari sidang, sambil berteriak "pengkhianat".
Selain itu, seorang demonstran terdengar membacakan nama setiap anggota parlemen dari PPP. "Masuk kembali, ikut dalam pemungutan suara," teriak massa setelah pembicara membacakan setiap nama.
Jumlah massa pun terlihat semakin bertambah dan polisi meningkatkan penjagaan.
Yoon minta maaf
Sebelumnya Presiden Yoon telah menyampaikan permintaan maaf karena mengumumkan darurat militer pada awal pekan ini. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tidak akan melakukan hal itu lagi.
Walau telah meminta maaf, para pengunjuk rasa bersikeras: Yoon harus turun dari jabatannya. Jika tidak, mereka mengaku akan terus berunjuk rasa sampai hal itu tercapai.
"Saya ingin Presiden Yoon dimakzulkan. Dia harus turun sekarang," kata mantan pejabat polisi dan anggota Partai Demokrat, Ryu Samyoung, 60 tahun, di tengah hiruk-pikuk protes.
"Partai kami akan mencoba lagi dan lagi sampai pemakzulan berhasil".
Selain itu, seorang perempuan berusia 27 tahun, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan "jika pemakzulan tidak lolos, kami akan terus turun ke jalan".
Yoon juga memerintahkan penangkapan pemimpin partai yang berkuasa, Han Dong-hoon, saat mengumumkan darurat militer beberapa waktu lalu.
Daftar penangkapan juga mencakup pemimpin partai oposisi utama, Lee Jae-myung, serta tiga anggota parlemen oposisi, kata wakil direktur Badan Intelijen Nasional.
Menurut pejabat Badan Intelijen Nasional, Hong Jang-won, Presiden Yoon mencoba "menggunakan kesempatan ini untuk menangkap dan membasmi mereka".
Sebelumnya, Han Dong-hoon, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa dan menyokong Presiden Yoon, mengeklaim partainya telah menerima "bukti kredibel" bahwa Yoon telah memerintahkan penangkapan politisi kunci atas "tuduhan anti-negara".
Han menyatakan kekhawatirannya bahwa "tindakan ekstrem"—seperti deklarasi darurat militer yang diumumkan Selasa (03/12)—dapat terulang jika Yoon tetap menjabat. "[Hal ini] akan menempatkan Republik Korea dan rakyatnya pada risiko besar," katanya.
Sementara itu, polisi Korea Selatan sedang menyelidiki Presiden Yoon Suk Yeol atas dugaan "pemberontakan" terkait pernyataannya mengenai darurat militer, kata seorang perwira polisi senior Korea Selatan pada Kamis (5/12/2024).
Kepala Markas Besar Investigasi Nasional di Kepolisian Nasional Korsel, Woo Jong-soo, mengatakan kepada anggota parlemen bahwa "penyelidikan kasus tersebut sedang dilakukan", menurut kantor berita AFP.
Polisi telah diinstruksikan untuk memberlakukan larangan perjalanan darurat terhadap Kim Yong-hyu, menteri pertahanan yang mengundurkan diri dengan alasan dirinya "bertanggung jawab penuh" atas deklarasi darurat militer. Kim telah meminta maaf atas perannya dalam dekrit darurat militer—yang pertama dalam hampir 50 tahun—yang mengejutkan pada Selasa (3/12/2024) malam.
Pun, beberapa laporan media lokal mengatakan bahwa dialah yang mengusulkan gagasan untuk mengumumkan darurat militer kepada Yoon.
Presiden Yoon mengumumkan darurat militer dengan alasan "pasukan anti-negara" dan ancaman dari Korea Utara. Akan tetapi, tindakan yang diduga bermotif politik itu memicu protes massa dan pemungutan suara darurat di parlemen yang membatalkan tindakan Presiden Yoon tersebut hanya dalam hitungan jam.
Yoon akhirnya menerima keputusan parlemen dan mencabut darurat militer. Sementara itu, anggota parlemen bersiap memberikan suara atas pemakzulannya, seraya menuduh Yoon telah melakukan "aksi pemberontakan".
Ribuan orang di penjuru Korea Selatan turun ke jalan memprotes tindakan presiden dan menuntut pengunduran dirinya.
Siapa Yoon?
Yoon bisa dibilang pendatang baru di dunia politik saat memenangi kursi presiden pada 2022, dalam persaingan yang paling ketat sejak negara tersebut mulai menggelar pemilihan presiden yang bebas pada 1980-an. Selama masa kampanyenya, pria berusia 63 tahun ini menganjurkan pendekatan yang lebih keras terhadap Korea Utara dan isu-isu gender yang memecah belah.
Selama menjabat, Yoon diketahui melakukan rangkaian kesalahan dan skandal politik, yang menyebabkan tingkat kepuasan terhadapnya anjlok dan melemahkan pemerintahannya—yang berpuncak pada pengumuman darurat militer pada Selasa (03/12) malam.
Dalam wawancara dengan BBC, mantan Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha bilang keputusan Yoon menunjukkan bahwa presiden "sama sekali tak memahami realitas yang dialami negara ini saat ini".
Apa yang terjadi selanjutnya, kata Kang, sepenuhnya tergantung pada Yoon. "Keputusan ada di tangan presiden untuk menemukan jalan keluar dari situasi yang telah dia buat sendiri," jelasnya.
Kendati demikian, sejumlah anggota parlemen dari partai sayap kanan yang berkuasa menyatakan dukungan kepada presiden.
Salah satunya adalah Hwang Kyo-ahn, mantan Perdana Menteri Korea Selatan, yang menyerukan penangkapan Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik dan Han Dong-hoon, pemimpin partai yang mendukung Yoon, di sosial medianya seraya menuduh keduanya menghalangi tindakan presiden.
Hwang lebih lanjut menegaskan bahwa “kelompok pro-Korea Utara harus disingkirkan kali ini” dan mendesak Yoon untuk menanggapi dengan tegas, menyerukan penyelidikan dan penggunaan semua kekuatan darurat yang dimilikinya.
Darurat militer
Deklarasi darurat militer oleh Yoon adalah yang pertama terjadi di Korea Selatan dalam 45 tahun terakhir, membuka luka lama penyalahgunaan tindakan darurat dalam sejarah negara tersebut.
Darurat militer, yang pada awalnya dimaksudkan untuk menstabilkan keadaan darurat nasional, sering dikritik sebagai alat untuk menekan perbedaan pendapat, mempertahankan kekuasaan dan dengan demikian merusak demokrasi.
Pada 1948, Presiden Syngman Rhee mengumumkan darurat militer untuk mengendalikan pemberontakan menentang penindasan pemberontakan Jeju, yang mengakibatkan kematian banyak warga sipil.
Pada 1960, darurat militer disalahgunakan selama Revolusi April, karena protes terhadap pemerintahan Rhee meningkat setelah polisi membunuh seorang siswa sekolah menengah selama unjuk rasa menentang penipuan pemilu.
Presiden Park Chung-hee juga sering memberlakukan darurat militer untuk menekan ancaman terhadap rezimnya, sementara darurat militer selama 440 hari setelah pembunuhannya berpuncak pada Pembantaian Gwangju di bawah Presiden Chun Doohwan.
Peristiwa ini meninggalkan kenangan traumatis bagi warga Korea Selatan, yang mengaitkan darurat militer dengan alat kekuasaan politik, bukan sebagai tindakan untuk keselamatan publik.
Sejak 1987, konstitusi Korea Selatan telah memperketat persyaratan untuk mendeklarasikan darurat militer, dengan memerlukan persetujuan parlemen untuk perpanjangan atau pencabutannya.
Topik:
Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Presiden Korea Selatan Yoon Suk YeolBerita Sebelumnya
Ditegur Merokok, Turis Nekat Bakar Tirai di Bandara Changi
Berita Selanjutnya
Taylor Swift Artis Paling Berprestasi di 2024
Berita Terkait

Mahfud Duga Ada Ancaman Terselubung Jokowi kepada Prabowo: Pemakzulan Wapres Gibran Sulit Terwujud!
12 Juli 2025 19:29 WIB

'Permainan Abu Nawas' di Isu Pemakzulan Wapres Gibran: Siapa bakal Terjerumus?
7 Juli 2025 09:33 WIB

Soal Pemakzulan Gibran. Marzuki Alie: Siapapun Berhak Untuk Menyatakan Sikap
6 Juni 2025 17:13 WIB