Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Jaksa Agung Ungkap Orang Berpengaruh Tak Tersentuh Hukum

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 April 2024 00:51 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI (Foto: MI/Aswan LA)
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI (Foto: MI/Aswan LA)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) membutuhkan strategi jitu dalam membongkar kasus-kasus megakorupsi yang merugikan negara sangat besar dan melibatkan orang-orang berpengaruh atau tokoh-tokoh besar yang kerap tidak tersentuh hukum.

“Pelakunya adalah orang-orang berpengaruh serta status ketokohan, sehingga menjadi tidak tersentuh dengan hukum,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam keterangannya dikutip pada Rabu (10/4/2024).

Adapun megakorupsi yang sempat ditangani Kejagung pada era kepempimpimpinan ST Burhanuddin, di antaranya Jiwasraya, ASABRI, PT Garuda Indonesia, impor tekstil, impor garam, impor besi, PT Duta Palma, minyak goreng, impor gula, hingga terbaru adalah PT Timah yang mengakibatkan kerugian negara ditaksir sejumlah Rp271 triliun.

“Adapun status perkara-perkara tersebut di antaranya telah berkekuatan hukum tetap dan masih dalam proses penyidikan,” katanya.

Ia menjelaskan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan berdampak negatif bagi masyarakat.  Maka tegas dia, pihkanya membutuhkan strategi jitu untuk mengungkap kejahatan luar biasa atau korupsi tersebut.

Selain itu, lanjut Burhanuddin, perlu menerapkan pasal untuk menjerat pelaku sekaligus membuat pelaku atau orang lain berpikir ulang untuk melakukan korupsi.

Atas dasar hal tersebut, Kejaksaan menjadi aparat penegak hukum yang selangkah lebih maju dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, yakni dengan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana kumulatif.

Kemudian, menerapkan unsur perekonomian negara dalam menghitung hukuman pelaku, serta menjerat korporasi menjadi pelaku tindak pidana sebagai upaya untuk mengakumulasikan pengembalian kerugian negara.

“Hal itu semua diterapkan untuk kepentingan pemulihan keuangan negara, akibat perbuatan korupsi yang sangat serakah,” katanya.

Adapun megakorupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015–2022, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka, yakni:

1. Suwito Gunawan (SG) alias AW selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

2. MB. Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

3. Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). CV ini perusahaan milik tersangka Tamron alias AN.

4. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.

5. Emil Ermindra (EE) alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.

6. Kwang Yung (BY) alias Buyung (BY) selaku Mantan Komisaris CV VIP.

7. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS

8. Tamron (TN) alias Aon selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.

9. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

10. Toni Tamsil (TT), tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.

11. Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN).

12. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

13. Reza Adriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

14. Alwin Albar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha ? PT Timah Tbk.

15. Helena Lim (HLN), Manager PTQuantum Skyline Exchange (PTQSE).

16. Harvey Moeis (HM), perakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT). Dia tersangka korupsi dan pencucian uang.

Ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo,menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.

“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.

Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sejauh ini Kejagung sudah memeriksa ratusan saksi dalam kasus ini. Termasuk Robert Bono Susatyo (RBS) alias RBT. Dia diperiksa pada Senin (1/4/2024).

Sebelum pemeriksaan itu dilakukan, pada 28 Maret 2024, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman sempat melayangkan somasi untuk Jaksa Agung ST Burhanuddin dan JAM Pidsus Febrie Andrianto karena Robert Bono Susatyo (RBS) alias RBT tidak segera diperiksa.

MAKI mendesak agar RBS ditetapkan sebagai tersangka korupsi tata niaga timah di Bangka Belitung hingga dilakukan upaya penahanan. Menurut Boyamin, RBS adalah aktor intelektual. Ia menjadi penikmat uang paling banyak dari perkara dugaan korupsi tambang timah.

"RBS diduga berperan yang menyuruh Harvey Moeis dan Helena Lim untuk dugaan memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus CSR," kata Boyamin Saiman.

Ia menambahkan Robert Bono Susatyo merupakan penikmat utama perusahaan pelaku penambangan timah ilegal hingga layak disangkakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Masih berdasarkan keterangan Koordinator MAKI, RBS juga turut mendirikan dan membiayai perusahaan yang digunakan untuk melakukan korupsi dalam kasus tambang timah.

"MAKI pasti akan gugat Praperadilan lawan Jampidsus apabila Somasi ini tidak mendapat respon yang memadai. Somasi ini dikirimkan guna menjadi dasar gugatan Praperadilan apabila dalam jangka waktu sebulan belum ada tindakan penetapan Tersangka atas RBS. Sekian dan terima kasih," tegas Boyamin.

Di lain sisi, Kuntadi, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, menyatakan pemeriksaan terhadap saksi RBS tidak berdasarkan desakan MAKI. Melainkan memang menjadi kebutuhan penyidik.

"Kami memeriksa seseorang tidak ada urusan dengan desakan siapa pun, tapi karena semata mata untuk kepentingan penyidikan," papar Kuntadi.

Pemeriksaan terhadap RBS dilakukan Jampidsus Kejaksaan Agung untuk mendalami peran saksi di PT Revinet Bangka Tin (RBT).

"Justru itu kami periksa yang bersangkutan untuk mengetahui keterlibatan dengan PT RBT, apakah sebagai pengurus atau tidak ada kaitannya sama sekali. Makanya diminta klarifikasi," tambah Kuntadi.

Mengutip laman Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemilik PT Revinet Bangka Tin (RBT) terdiri dari Suparta (pemegang 73% saham), Surianto (17%), dan Frans Muller (10%).