RUU Penyiaran Larang Jurnalisme Investigasi, Kejagung Angkat Bicara!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 15 Mei 2024 08:15 WIB
Kapupenkum Kejagung, Ketut Sumedana (Foto: Dok MI/Aswan)
Kapupenkum Kejagung, Ketut Sumedana (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat bicara soal sejumlah pasal yang termuat pada draft Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran. Pasalnya, sejumlah Pasal tersebut dinilai berpotensi menghambat tugas jurnalistik.

Bahwa dalam draf RUU Penyiaran tertanggal 27 Mei 2024 terdapat sejumlah pasal yang dikritik karena berpotensi mengancam kebebasan pers. Pasal-pasal bermasalah dalam draf RUU Penyiaran, yakni Pasal 8A huruf q dan Pasal 50 B Ayat 2 huruf c. Draf RUU Penyiaran yang diperoleh Tempo berisikan 14 BAB dengan jumlah total 149 Pasal.

Pasal 8A huruf q memberikan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Padahal selama ini kewenangan tersebut merupakan tugas Dewan Pers yang mengacu pada Undang-Undang Pers.   

Kemudian Pasal 50 B Ayat 2 huruf c mengatur larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Dalam catatan rapat pembahasan draf RUU ini, Komisi I beralasan pasal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya monopoli penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang hanya dimiliki oleh satu media atau satu kelompok media saja. 

Kendati, Kejagung menegaskan bahwa jurnalis investigasi dapat membantu penegakkan hukum.

"Jurnalis itu fungsinya membantu proses penegakkan hukum agar apa yang kita lakukan nyampai ke masyarakat, kita banyak dibantu dalam hal pembuktian," tegas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana kepada Monitorindonesia.com Rabu (15/5/2024) pagi.

"Menambah informasi dan lain-lain, disamping juga sebagai fungsi kontrol penegak hukum itu sendiri," tambah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali itu.

Sementara itu, DPR menyatakan bakal mencari jalan tengah soal kritik sejumlah pihak terkait usulan pasal larangan hasil jurnalisme investigasi di RUU Penyiaran itu.

Wakil Ketua Komisi I DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengaku telah menerima laporan dari Komisi I DPR terkait kritik-kritik tersebut. Menurut Dasco, Komisi I DPR yang membahas RUU itu masih meminta waktu untuk melakukan konsultasi penyempurnaan RUU tersebut.

"Memang beberapa teman di Komisi I itu minta waktu untuk konsultasi sehubungan dengan banyaknya masukan masukan dari teman-teman media," kata Dasco di kompleks parlemen, Selasa (14/5/2024).

Politikus Partai Gerindra itu mengaku memahami bahwa produk jurnalisme investigasi telah dijamin undang-undang. Dia karena itu mengaku akan terus berkonsultasi untuk mencari jalan tengah agar tak merugikan berbagai pihak.

"Mengenai investigasi kan ya namanya juga hal yang dijamin UU. Ya mungkin kita akan konsultasi dengan kawan-kawan bagaimana caranya supaya semua bisa berjalan dengan baik, haknya tetap jalan, tetapi impact-nya juga kemudian bisa diminimalisir," katanya.

Namun, meski telah dijamin undang-undang Dasco menilai tak semua hasil atau produk jurnalisme investigasi benar. Oleh karena itu, pihaknya mengaku akan mencari jalan tengah yang mengatur soal itu.

"Ada juga yang sebenarnya hasil investigasinya benar, tapi ada juga yang kemarin kita lihat juga investigasinya separuh bener, nah itu, jadi kita akan bikin aturannya, supaya sama-eama jalan dengan baik7," katanya.

Sejumlah pihak sebelumnya melayangkan kritik terhadap proses pembahasan RUU Penyiaran. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai proses penyusunan revisi UU itu tertutup dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat.

Mereka mengkritik draf revisi ini bahkan tidak ditayangkan dalam laman resmi DPR. Menurut AJI, penyusunan revisi UU Penyiaran ini mirip seperti UU Cipta Kerja, UU IKN, hingga UU KPK yang diam-diam jadi dan dibawa ke paripurna.

"AJI menolak. Pasal-pasalnya banyak bermasalah. Jadi kalau dipaksakan akan menimbulkan masalah. Ada beberapa pasal yang menurut kami mengancam kebebasan pers," ujar Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana dalam konferensi pers di Sekretariat AJI Indonesia, Jakarta, Rabu (24/4/2024).