Komisi III Dorong Warga Laporkan Pemberi Izin Tambang Galian C ke KPK

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 5 Agustus 2024 3 jam yang lalu
Anggota Komisi III DPR RI, Santoso (Foto: MI/Dhanis)
Anggota Komisi III DPR RI, Santoso (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota Komisi III DPR RI Santoso, menyoroti soal aktifitas tambang galian C ilegal yang kerap melakukan pengambilan tanah, pasir dan bebatuan yang dilakukan secara ugal-ugalan di wilayah Banten dan Jawa Barat. 

Diketahui hasil tambang ilegal itu diperuntukkan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni reklamasi Pantai Indah Kapuk (PIK) yang diduga sebagai penadah hasil tambang galian C ilegal dari Jawa Barat dan Banten. 

Menurutnya ada yang aneh dari sikap pemerintah daerah setempat (Pemda) yang justru memberikan izin operasi kepada para pelaku tambang tersebut. 

Sebab itu, Santoso mendorong agar masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau lembaga advokasi lingkungan untuk melaporkan pihak-pihak pemberi izin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

"Pemdanya agar menutup tambang itu dan rakyat melalui LSM atau lembaga advokasi lingkungan melaporkan pihak-pihak pemberi izin ke KPK," tegas Santoso kepada Monitorindonesia.com Senin (5/8/2024). 

Politikus Demokrat itu mengaku heran, pasalnya tambang galian C jelas-jelas sangat merusak lingkungan, tetapi kenapa Pemda setempat masih memberikan izin. 

Sehingga ia pun menduga ada praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam pemberian izin tersebut. 

"Ada apa dengan tambang galian C yang merusak lingkungan tapi masih berjalan terus," ujarnya. 

Selain Santoso, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo, mendorong masyarakat warga yang terdampak dari adanya aktifitas tambang ilegal tersebut untuk melaporkan ke Kapolri langsung melalui Bareskrim dengan menyertakan bukti-bukti apabila laporan warga tak digubris oleh Aparat Penegak Hukum dan Pemda setempat. 

"Melaporkan kepada Kapolri melalui Bareskrim dengan membawa bukti-bukti yang kuat dan juga kepada KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), karena DPR ini kan bukan aparat penegak hukum," kata Firman saat dihubungi Monitorindonesia.com Senin (29/7). 

Sebab kata Firman, berdasarkan regulasi yang diatur, semua lapisan masyarakat baik individu ataupun per kelompok tanpa terkecuali harus menaati Undang-Undang (UU) yang berlaku dalam melakukan aktifitas kegiatan penambangan. 

"Kalau seseorang atau orang per orang melakukan kegiatan apapun itu harus mengacu pada UU yang ada. Nah, kalau orang per orang atau seseorang melakukan kegiatan tanpa izin usaha, itu kan namanya ilegal, kalau ilegal itu melanggar UU, kan begitu logikanya," kata Firman. 

Kata Firman, jika aktifitas tambang galian C itu ilegal tentu semestinya ada konsekuensi hukum yang harus diterima dari Aparat Penegak Hukum (APH)

"Ketika melanggar UU kan ada ketentuan dalam UU itu, kan ada konsekuensi hukum yang harus diambil, yaitu tentunya harus ada tindakan tegas dari APH untuk melakukan proses hukum. Itu yang harus dilakukan," jelasnya. 

"Nah, sekarang persoalannya Aparat Penegak Hukum itu sekarang ini melakukan gak untuk proses hukum itu?" tambah Firman. 

Apalagi kata Firman, saat ini banyak kegiatan-kegiatan tambang yang memang langsung dibekingi oleh oknum aparat, sehingga sudah sepatutnya Kapolri turun tangan. 

"Ya memang fenomena yang ada sekarang ini kan yang namanya tambang-tambang ini kan bekingnya ini justru oknum aparat penegak hukum, ini yang selalu menjadi masalah," tandasnya. 

Diketahui pada sebelumnya, salah seorang warga di Maja, Banten Saiman (47) yang daerahnya terdampak dengan adanya kegiatan tambang tersebut mengatakan, pengusaha tambang galian C ilegal di wilayah itu sudah beroperasi bertahun-tahun.

"Kondisi ini telah menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan dan keselamatan warga setempat," kata Saiman kepada wartawan beberapa waktu lalu. 

Menurut dia banyak masyarakat yang berharap, agar kegiatan tambang ilegal tersebut dapat dihentikan. Selain merusak alam, tambang-tambang itu juga tidak memiliki izin resmi.

"Sudah banyak tambang galian C yang hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan dampak sosial dan lingkungannya," kata Saiman.

Padahal kata dia, berdasarkan Pasal 96 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, para pengelola tambang memiliki lima kewajiban, termasuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan, serta reklamasi dan pemulihan pasca tambang. 

"Sayangnya kewajiban itu diabaikan pengusaha tambang ilegal," kata Saiman.

Untuk itu, ia juga mendorong Mabes Polri dan kementerian terkait agar turun tangan dan menindak tegas tambang galian C ilegal yang masih beroperasi tersebut. 

Sebab, berdasarkan Pasal 158 UU No 4 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. Selain itu, pengelola juga diwajibkan memiliki izin khusus untuk penjualan dan pengangkutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 161 UU yang sama.

Sementara itu, berdasarkan penelusuran Monitorindonesia.com, banyak dari PSN yang menjadi penadah dari kegiatan usaha tambang galian C ilegal, mulai dari proyek jalan tol, kawasan pariwisata, hingga kawasan perumahan.