Presiden dan DPR Diharapkan Tegur Kapolri soal Kuota Mabes Polri dalam Penerimaan Akpol

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 8 Agustus 2024 4 jam yang lalu
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (kiri) dan Presiden Joko Widodo (kanan) (Foto: Dok MI/Antara)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (kiri) dan Presiden Joko Widodo (kanan) (Foto: Dok MI/Antara)

Jakarta, MI - Pada beberapa kali penerimaan calon taruna (Catar) Akademi Kepolisian (Akpol) mendapat penolakan karena dianggap ada kuota khusus seperti pada tahun 2017 yang terjadi di Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Tahun 2024 ini kembali lagi ada jalur khusus yang dinamakan dengan jalur Mabes Polri seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) ada sebanyak 5 orang sedangkan kuota reguler sebanyak 6 orang (sesuai dengan penjelasan Kabag Dalpers Biro SDM Polda NTT Ajun Komisaris Besar Sajimin.

"Saya coba membuat surat kepada Kapolri terkait dengan adanya kuota Mabes Polri yang saya kirim pada tanggal 24 Juli 2024 dan sampai 08 Agustus 2024 belum mendapatkan respons," kata praktisi hukum, Fernando Emas kepada Monitorindonesia.com, Kamis (8/8/2024).

"Penting bagi saya mengangkat terkait dengan adanya kuota Khusus yang diberlakukan dalam perekrutan Catar Akademi Kepolisian karena terkait calon pemimpin Kepolisian Republik Indonesia. Kenapa harus ada jalus Reguler dan Jalur Khusus (Jalur Mabes Polri)?" tambahnya.

Sedangkan jalur reguler menginginkan agar seleksi dilakukan dengan terbuka, transparan, profesional dan terbebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) namun masih mendapatkan kecurigaan dari masyarakat. Apalagi dengan memberlakukan jalur khusus yaitu jalur Mabes Polri yang menurut saya masih jauh dari terbuka, transparan, profesional dan bebas KKN.

"Saya berharap Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera memanggil Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo terkait jalur khusus tersebut karena tidak sejalan dengan semangat reformasi di Indonesia dan di Kepolisian," harapnya.

Pun dia yakin Presiden Joko Widodo tidak setuju dengan kebijakan Kapolri terkait hal tersebut sehingga saya berharap Presiden dapat segera memanggil dan menegur Kapolri.

"Dalam mewujudkan Polri yang profesional dan mandiri sudah seharusnya perekrutan dan penempatan dilakukan dengan mekanisme yang terbuka, transparan, profesional dan bebas KKN sehingga Polri yang Pelindung, Pengayom dan Pelayan benar-benar dirasakan oleh masyarakat Indonesia," tandas Direktur Rumah Politik Indonesia itu.