Soroti Dugaan Pelanggaran Disiplin Nella, Pakar Hukum Desak Kajari Tapsel Disanksi, Jangan Hanya Jaksa Jovi Dong!

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 25 November 2024 08:16 WIB
Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf (Foto: Dok MI/Pribadi)
Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf menyoroti dugaan pelanggaran seorang PNS di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Selatan (Tapsel) Nella Marsela (26) yang melaporkan Jaksa Fungsional di Kejari Tapsel, Jovi Andrea Bachtiar, atas tuduhan pencemaran nama baik melalui media sosial (Medsos).

Jovi saat ini telah dituntut dua tahun penjara. Bahwa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan pada Selasa (12/11/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Jovi telah menyebarkan informasi yang melanggar kesusilaan di media sosial. 

Kasus ini kemudian viral, di mana Jovi mengklaim dirinya dikriminalisasi. Bahwa, kasus ini bermula pada Selasa, 14 Mei 2024, ketika Nella Marsela, seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Tapsel dan rekan Jovi, menerima tangkapan layar unggahan dari akun Instagram Jovi. 

Dalam unggahan tersebut, Jovi mengajak lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pegiat korupsi di Tapsel dan Kota Padangsidimpuan untuk melaporkan jika mereka melihat Nella mengendarai mobil dinas Mitsubishi Pajero Sport dan Toyota Innova yang digunakan untuk keperluan pribadi. 

Merasa tidak terima, Nella menyurati Kajari Tapsel, Siti Holija Harahap, untuk meminta petunjuk. Kajari Tapsel menyarankan agar permasalahan ini diserahkan sepenuhnya kepada Nella. 

Namun, pada 25 Mei 2024, Nella resmi melaporkan kasus ini ke Polres Tapanuli Selatan. Kasus ini lalu viral di media sosial hingga dibawa di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Hudi Yusut mengatakan bahwa saat ini tak dapat tutup mata dan telinga, banyak aduan-aduan masyarakat yang dicueki. Sekarang "No Viral No Justice" sehingga jika ingin mencari keadilan harus viral dulu.

"Kalau Jovi nggak punya bukti yang kuat mana berani dia menviralkan itu, karena konsekuensinya kan penjara ini. Kalau dia punya bukti yang kuat Jaksa Jovi nya ya nggak dipidana. Bahkan Jaksa Jovi itu bisa jadi pahlawan kalau punya bukti yang kuat," kata Hudi saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Senin (25/11/2024).

"Masa sih kendaraan dinas digunakan untuk kepentingan pribadi, itu kan biaya rakyat. Mobil dinas untuk kepentingan pribadi kan ngawur namanya. Saya kira bukan di kejaksaan saja. Banyaklah, jadi angkutan kargo lah, jadi angkutan penumpang, itu bukan rahasia umum lagi," timpal Hudi yang juga seorang advokat.

Seharusnya, tegas dia, Jaksa Jovi itu diapresiasi dengan membongkar kendaraan dinas digunakan untuk kepentingan pribadi. "Ini aneh-aneh saja kan, kok dia yang dipidana. Membongkar kejahatan, membongkar pelanggaran malah sekarang malah jadi tersangka. Aneh ini," katanya.

"Namun kalau sudah jadi tersangka akan dicari lagi kesalahan-kesalahan pribadi gitu. Sudah kebiasaan begitu itu. Ya semua orang punya dosa ya, tak suci-suci bangat kan. Kalau begini kan Kejaksaan dong rusak," tutur Hudi.

Hudi menambahkan, seharusnya Nella Marsella dan Kajari Tapsel dapat dikenakan sanksi juga, sebab menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi turut merugikan negara.

Sementara tindakan Kajari Tapsel Siti Holija Harahap, mengizinkan keponakannya tinggal di rumah dinas dinilai sebagai bentuk nepotisme.

"Yang menjadi masalah adalah itu yang menggunakan kendaraan dinas itu negara yang mengalami kerugian. Jangan hanya Jaksa Jovi dong yang disanksi, harusnya kena sanksi yang tegas itu Nella dan Kajarinya. Menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi itu ada sanksi yang tegas," tegas Hudi.

Menurut Hudi, kasus menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi itu bukan di Kejaksaan saja, di instansi harus disoroti juga. "Itu pemborosan keuangan negara, kan mereka punya gaji itu," beber Hudi. 

Pun, Hudi menyarankan agar kasus ini diselesaikan dengan keadilan restoratif (restorative justice). Menurut Hudi, restorative justice di kejaksaan sudah mempunyai aturan, bahwa ancaman hukumannya di bawah 5 tahun, kerugiannya di bawah Rp 2,5 juta.

"Tapi sekarang dapat dipertimbangkan, tidak harus Rp 2,5 juta. Tapi kalau kerugian hati bagaimana nilainya itu. Maka diselesaikan dengan restorative justice, walaupun di kejaksaan punya ketentuan terkait keadilan restoratif harus ada perhatian khususlah. Namun itu semua tergantung dari kebijakan Kejaksaan apakah akan direstoratifkan si Jaksa Jovi ini," tegas Hudi.

Dugaan pelanggaran yang dilakukan Nella

Jovi dan beberapa saksi lainnya mengaku melihat langsung Nella Marsella menggunakan mobil dinas di luar jam kerja dan untuk keperluan pribadi, seperti pergi ke pasar. Hal ini bertentangan dengan peraturan yang berlaku di Kejaksaan.

Lalu, rumah dinas yang seharusnya ditempati oleh Kepala Kejari Tapanuli Selatan, Siti Holija Harahap, diduga ditempati oleh keponakannya yang bukan pegawai kejaksaan. Tindakan Kepala Kejari yang mengizinkan keponakannya tinggal di rumah dinas dinilai sebagai bentuk nepotisme, mengingat orang luar yang ingin bertemu dengan Kajari harus melalui prosedur yang sangat ketat.

Jovi juga mempertanyakan penggunaan plat nomor palsu pada mobil dinas Pajero Sport milik Kepala Kejari. Permasalahan yang terjadi di Kejari Tapanuli Selatan ini tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga pada citra institusi kejaksaan secara keseluruhan.

Tindakan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh beberapa oknum dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum. Jovi berharap kasus ini dapat diusut tuntas dan pihak-pihak yang terbukti bersalah dapat diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bahkan dia juga meminta kepada Komisi III DPR untuk mengawasi kasus ini dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.

Apa kata Nella?

Nella membantah adanya intervensi dari pimpinannya di Kejaksaan. Dia mengaku melaporkan Jovi ke kepolisian hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dorongan keluarga. 

“Saya melaporkan ke kantor polisi tidak ada intervensi dari siapa pun pimpinan. Saya melaporkan ke polisi itu adalah atas dukungan dari keluarga saya pimpinan. Dan saya melapor pun dikawani keluarga saya,” ujar Nella di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kamis (21/11/2024). 

Keputusan untuk melapor kepolisian diambil karena Nella dan keluarganya merasa dirugikan dengan unggahan-unggahan Jovi di media sosial. Sebab, kata Nella, tudingan Jovi kepada dirinya membuat dia mendapatkan komentar negatif dan dicap buruk oleh banyak pihak. 

“Saya di sini sangat merasa banyak dirugikan pimpinan, atas postingan si Jovi terhadap saya pimpinan. Saya dicaci, saya dipandang rendah, pimpinan,” kata Nella. 

“Saya sampai di-bully di media sosial saya pimpinan atas postingan-nya yang berkata tidak senonoh terhadap saya pimpinan dan memposting muka saya di media sosialnya,” katanya. 

Nella pun mempertanyakan alasan Jovi menulis berbagai tudingan terhadap dirinya di media sosial. Menurut Nella, Jovi bisa berbicara secara langsung berbicara dengan dirinya apabila ingin menyampaikan suatu kritik. 

Terlebih, Jovi selalu menegaskan bahwa pangkat Nella di Korps Adhyaksa masih jauh di bawahnya. 

“Saya hanya ingin menanyakan kepada Jovi, yang tadi kalau katanya mengkritik saya, pimpinan. Saya katanya hanya golongan 2A di Kejaksaan RI ini, pangkat terendah di instansi kejaksaan, pimpinan. Saya tidak punya kebijakan, saya adalah bawahan Jovi di kantor,” tutur Nella. 

“Apabila memang saya menurutnya saya pimpinan, tidak ada salahnya untuk dia membilang langsung kepada saya pimpinan. Tidak harus dimasukkannya saya di media sosialnya pimpinan,” imbuh Nella. (an)

Topik:

Nella Kejari Tapanuli Selatan Kajari Tapsel Jaksa Jovi Kejagung Kejaksaan