Bantuan Kuota Internet Siswa Bocor Rp 1,5 T, KPK Didesak Periksa Eks Mendikbudristek Nadiem


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak memeriksa mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim soal bantuan kuota internet siswa menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1, 5 trilliun.
Hal ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas inefisiensi dalam penyaluran bantuan tersebut. Bahwa bantuan kuota internet dari Kemendikbudristek pada tahun anggaran 2021 tidak mencapai sasaran yang diharapkan.
"KPK diharapkan mengusut kasus dugaan rasuah ini dengan tuntas. Apalagi sudah ada pihak yang melaporkannya. Kasus ini juga menjadi pekerjaan rumah (PR) komisioner KPK 2024-2029 yang sebentar lagi dilantik," kata pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria kepada Monitorindonesia.com, Jumat (13/12/2024).
Kurnia yakin dengan kepemimpinan Setyo Budiyanto, KPK dapat bertaring lagi mengusut kasus dugaan rasuah. "Kita akui lah KPK era Firli Bahuri ini kurang bertaji. Dengan pimpinan KPK yang baru tak perlu diragukan lagi lah. Lima komisioner KPK terpilih punya rekam jejak yang mumpuni. Kita tunggu saja kinerja mereka seperti apa," jelas Kurnia.
Kurnia menambahkan bahwa kasus ini sangat serius di dunia pendidikan. "Ini problem yang serius, pejabat penyelenggara negara jangan seenaknya saja. Maka sudah saatnya KPK memeriksa Nadiem Makarim agar jelas, terang benderang kasus ini," katanya.
Adapun program bantuan kuota ini diatur melalui Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2021 dan Nomor 23 Tahun 2021. Bantuan kuota diberikan selama tujuh bulan, yaitu Maret hingga Mei dan September hingga Desember 2021, dengan melibatkan lima operator seluler utama: PT Telkomsel Tbk., PT XL Axiata Tbk., PT Indosat Tbk., PT Hutchison 3 Indonesia, dan PT Smartfren Telecom Tbk.
Artinya, bantuan tersebut dikucurkan pada masa pandemi Covid-19. "Meski pandemi covid-19 telah berlalu, yang namanya tidak pidana korupsinya ya tetap saja diusut. Saya harap KPK tak luput atas aduan masyarakat yang dilayangkan pada beberapa waktu lalu," tandas Kurnia.
Sementara itu, menyoal aduan masyarakat, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada Monitorindonesia.com sempat menyatakan bahwa semua laporan/pengaduan yang masuk, sampai dengan tahapan penyelidikan bersifat rahasia.
"Bila sudah sampai penyidikan, baru bisa dipublish dan itu pun terbatas bila infonya dianggap penyidik tidak mengganggu jalannya proses penyidikan," kata Tessa.
Secara umum, tambah Tessa, pengaduan yang masuk akan dilakukan verifikasi terlebih dahulu. Di tahap verifikasi ini akan dilihat apakah dokumen pendukungnya sudah lengkap atau belum dan atau apakah merupakan Tindak Pidana Korupsi namun bukan kewenangan KPK; atau bukan merupakan tindak pidana korupsi.
"Bila belum lengkap, maka pelapor akan diminta untuk melengkapi dokumen pendukungnya. Bila sudah lengkap akan dilakukan telaah untuk dinilai apakah tindak lanjutnya. Dilakukan pengumpulan data dan informasi oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat; dan/atau; Dilakukan koordinasi dengan instansi lain; dan/atau; Dilakukan koordinasi dengan internal KPK; dan/atau; dan dikomunikasikan kembali dengan pelapor dalam rangka pengayaan informasi," demikian Tessa.
Temuan BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan auditnya pada 2021 menemukan adanya ketidakefisienan dan pengendalian yang kurang memadai dalam program penyaluran bantuan kuota internet di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di era Menteri Nadiem Anwar Makarim.
Berdasarkan temuan tersebut, program ini dianggap belum sepenuhnya memenuhi tujuan utamanya, dan menyebabkan pemborosan uang negara sebesar lebih dari Rp1,5 triliun.
Hingga berita ini diterbitkan, Nadiem Makarim belum juga menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com.
Topik:
KPK Kuota Internet Nadiem Makarim Kemendikbudristek