Anak-anak Aguan Kuasai 234 Bidang Lahan di Desa Kohod, CBA Desak Proses Hukum

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 Januari 2025 23:59 WIB
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi (Foto: Dok MI)
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, tengah menjadi sorotan publik. Bahwa terdapat 263 bidang tanah yang telah bersertifikat SHGB, terdiri atas 234 bidang milik PT Intan Agung Makmur, 20 bidang milik PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan.

Selain itu, ditemukan 17 bidang tanah yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). PT Intan Agung Makmu dalam AHU pemilik manfaatnya adalah anak-anak Aguan yakni Richard dan Alexander, PT Cahaya Inti Sentosa pemilik manfaatnya adalah Maria Tiurma.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, menyatakan, pihaknya telah menugaskan Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya, untuk bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) guna memverifikasi lokasi sertifikat tersebut.

Peninjauan dilakukan untuk memastikan apakah lahan tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai berdasarkan data terbaru hingga 2024. 

Namun, Nusron membantah kabar SHGB pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang dimiliki oleh PT Kapuk Niaga Indah.

Menurutnya, SHGB milik PT Kapuk Niaga Indah berada di Jakarta Utara, diterbitkan pada 2017 berdasarkan Hak Pengelolaan atas Tanah (HPL) milik Pemprov DKI Jakarta. Proses penerbitan ini dilakukan sesuai prosedur dan hukum yang berlaku. 

Nusron juga menyatakan permohonan maaf atas kegaduhan terkait penerbitan SHGB di Desa Kohod dan berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini secara transparan.

Jika ditemukan cacat hukum atau prosedur pada sertifikat SHGB yang diterbitkan pada 2025, Nusron memastikan pihaknya dapat meninjau ulang atau membatalkan sertifikat tersebut dalam lima tahun pertama tanpa melalui perintah pengadilan.

Uchok Sky Khadafi

Menanggapi hal itu, Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mendesak agar dibawa ke ranah hukum. Pasalnya, kata dia, diduga melanggar undang-undang.

"Harus diambil atau dibawa ke jalur hukum. Hal ini sudah melanggar undang-undang, dan yang tersangka gara-gara pagar laut ini," kata Uchok, Senin (20/1/2025).

Di lain sisi, Uchok meminta aparat penegak hukum agar memeriksa Kepala Desa Kohad hingga Notaris yang mengajukan berkas ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Penyidikan bisa dilakukan dan dimulai dari Kepala Desa Kohad dan Notaris yang mengajukan berkas ke BPN," tandas Uchok.

Pun Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin juga mendesak proses hukum. Ia mengatakan, Polri harus melakukan investigasi dengan turun ke lokasisetelah diketahui terdapat pagar laut sepanjang 30 km dibangun.

"Ini harus ada proses hukum siapa yang melakukannya. Ini harus dilakukan pihak Kepolisian, tapi pihak Kepolisian kok nggak ada beritanya ya," kata Hasanuddin, Senin (20/1/2025).

"Setelah diinvestigasi juga perlu dilakukan penyelidikan. Siapa ini yang melakukan,cari informasi, cari data intelijennya, dari situ lanjut ke penyelidikan," timpalnya.

Ia meyakini, dalam penyidikannya maka dapat diketahui pihak yang melanggarnya. Selanjutnya, tersangka kasus pagar laut ini dapat ditentukan. "Itulah nanti ditentukan tersangka. Alat buktinya apa? ya itu pagar, tapi sampai sekarang tidak jelas juga proses itu," jelasnya.

Padahal, menurut Hasanuddin, pagar laut melanggar Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 juncto Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau. Dalam Pasal 75 berbunyi setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tanpa izin atau izin pengelolaan dapat dikenakan sanksi pidana

"Yang kami dapat semua mengatakan lembaga-lembaga Pemerintah kita mengatakan bahwa itu belum dapat izin. Artinya bisa dipidanakan melalui proses hukum," ujarnya.

Selain itu, kata Hasanuddin, peristiwa ini melanggar Undang Undang-Nomor 34 Tahun 2014 Pasal 49. Dimana setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap yang tidak memiliki izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat 1 dapat dipidana dengan pidana paling lama 6 tahun dan pidana denda paling banyak Rp20 miliar.

Sebelumnya, Sabtu (18/1/2025) sebanyak 600 personel TNI AL beserta nelayan membongkar pagar laut. Pembongkaran dilakukan dari garis Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga hingga pesisir Pantai Kronjo, Kecamatan Kronjo.

Topik:

Agung Sedayu Pagar Laut Aguan