Menanti Jeratan Hukum Pagar Makan Lautan, 3 Mantan Jenderal Mencuat!


Jakarta, MI - Sejak awal Januari 2025 publik telah dihebohkan dengan temuan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Sejumlah nama terkenal pun ikut terseret ke dalam pusaran kasus pagar laut Tangerang.
Terkait hal itu, Komisi II DPR RI menggali keterangan Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid, dalam rapat kerja di Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025) kemarin. Di lain sisi, dia juga diulik terkait dengan kasus mafia.
Persoalan pagar laut ini dalam satu bulan terakhir menimbulkan tanda tanya berbagai kalangan. Sejumlah mantan pejabat negara heran pada para penegak hukum yang mereka tuding bekerja lamban. Namun, satu per satu fakta terkait pagar laut di Tangerang itu telah terungkap dan disampaikan ke publik.
Di hadapan para wakil rakyat yang duduk di kursi Komisi II Nurson banyak mengungkap fakta. Awalnya, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Mohammad Toha bertanya kepada Nusron.
"Masih ada 10.080 kasus mafia tanah yang belum diselesaikan. Kapan akan diselesaikan? Berapa kasus mafia tanah yang sudah Menteri Nusron selesaikan? Apakah jumlah itu termasuk kasus pemagaran laut di Tangerang? Pemagaran laut tidak boleh terulang lagi," kata Toha, salah satu anggota DPR yang angkat bicara terkait persoalan pagar laut.
Lalu, Deddy Yevri Sitorus, dari Fraksi PDIP, menyebut pagar laut di Tangerang menjadi persoalan besar, salah satunya karena para pejabat mengeluarkan pernyataan yang berbeda-beda. "Ini akrobat komunikasi. Ada yang bilang wilayah itu bekas tambak atau bekas abrasi. Ada yang ngaku ini dan itu," kata Deddy.
Persoalan pagar laut di Tangerang harus diusut secara hukum. Namun dia menuding, pihak yang harus bertanggung jawab bukan hanya pejabat dari Kementerian ATR/BPN. "Jangan hanya orang agraria yang kena, yang bikin sertifikat kok lolos? Mereka bersama-sama bikin kejahatan kok," ucapnya.
Deddy secara khusus juga menyoroti peran kepolisian dalam mengusut kasus pagar laut. "Sudah setahun dikerjakan Bareskrim [Badan Reserse Kriminal Mabes Polri], lah sudah setahun kok belum kelar? Kan gila itu, apakah kita harus ganti Kepala Bareskrimnya?" tanya Deddy.
Sementara Anggota Komisi II dari Fraksi Golkar, Taufan Pawe, menilai terdapat sejumlah prinsip hukum yang dapat diterapkan untuk mengusut kasus pagar laut. "Sudah ada mens rea," kata Taufan.
Dalam ilmu hukum, mens rea kerap diartikan sebagai sikap batin, pikiran, niat, dan keadaan mental seseorang saat melakukan tindak pidana. "Kesannya bambu-bambu itu pagar tapi padahal akan secara sporadis ditimbun ke dalam. Untuk persoalan pagar laut, kita tidak boleh setengah-setengah. Harus serius," jelas Taufan.
Taufan menyebut Kementerian Kelautan dan Perikanan semestinya turut bertanggung jawab atas kasus pagar laut di Tangerang. "Proses penerbitan alas hak kalau dimensinya di atas laut, harus ada izin dulu dari KKP. Tidak mutlak orang mencuri sepeda, mungkin hari ini sadelnya dulu, lalu ban, rantainya, untuk dijadikan sepeda. Seperti juga saat kita hadapi pagar laut, ini baru asapnya, kita harus cari apinya," beber Taufan.
Nusron bicara
Nurson berkata, terdapat hak atas tanah di sepanjang pagar laut yang berdiri di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Hak atas tanah itu berupa 263 hak guna bangunan seluas 390,7 hektare dan 17 bidang hak milik seluas 22 hektare. Pihaknya sedang mencocokkan berbagai hak tersebut dengan peta tematik garis pantai yang dibuat Badan Geospasial.
Tujuannya, melihat hak atas tanah yang berada di luar garis pantai yang secara hukum harus bersifat common land atau tanah publik. Merujuk dari pencocokan peta itu, kementeriannya sejauh ini telah membatalkan 50 hak atas tanah di pesisir pantai Desa Kohod tersebut. "Apakah yang dibatalkan bisa bertambah? Ada potensi bertambah," ujarnya.
Bukan hanya pembatalan hak atas tanah terkait, Nusron juga menjatuhkan sanksi berat kepada delapan pegawainya. Sanksi itu berupa pembebasan dan pemberhentian dari jabatan. Pun, Nusron enggan mempublikasikan nama-nama pejabat agraria tersebut dan hanya mengumumkan inisial serta jabatan mereka.
Delapan orang itu bekerja di Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang. Mereka antara lain menjabat sebagai kepala kantor, kepala seksi penetapan hak dan pendaftaran, kepala seksi survei dan pemetaan, kepala seksi seksi penetapan hak dan pendataran serta ketua panitia dan anggota panitia ajudikasi.
Namun demikian, Anggota Komisi II dari Fraksi PKB, sempat meragukan sanksi yang dijatuhkan Nusron itu. Dia berkata, kepala kantor pertanahan hanya berwenang mengurus hak atas tanah seluas maksimal tiga hektare. Kewenangan itu, kata dia, tak sesuai dengan hak guna bangunan seluas 390 hektare di Desa Kohod. "Jadi yang memegang kewenangan atas luasan sebesar itu adalah menteri," kata Eka.
Dalam kesempatan itu, Nusron membantah tudingan Eka. Dia membuat klaim, kewenangan konversi hak atas tanah berada di kepala kantor pertanahan, bukan menteri. "Kasus yang terjadi di Desa Kohod adalah konversi. Jadi tidak ada pemberian hak tanah negara kepada seseorang atau badan hukum. Semua ini konversi dari girik ke SHM, dari SHM ke HGB," beber Nusron.
Ketika persoalan pagar laut di Tangerang mencuat, Menteri ATR/BPN sebelumnya, Hadi Tjahjanto, disebut-sebut turut terlibat. Hadi telah membantah tudingan itu. Kepada wartawan di Jakarta pada 27 Januari lalu, Hadi membuat klaim bahwa kewenangan penerbitan sertifikat hak atas tanah di sekitar pagar laut itu berada pada kantor pertanahan kabupaten Tangerang. "Pelayanan sertifikat ini kan sangat luas, di seluruh Indonesia," kata Hadi.
Namun agar ada mitigasi saat di lapangan terjadi persoalan, Menteri ATR/BPN pada tahun 2022 menerbitkan surat edaraan 12/2022 kepada kantor pertanahan dan kantor wilayah, jika terjadi anomali segera diindentifikasi dan dilaporkan ke pusat untuk koreksi. "Jika ada laporan masyarakat, maka akan kami turunkan inspektorat investigasi. Bila dinyatakan bisa dilakukan, maka diserahkan ke wilayah," ujarnya.
Sebelum rapat di DPR itu digelar, sehari sebelumnya eks Menko Polhukam, Mahfud MD, sempat menuding bahwa kepolisian, kejaksaan dan KPK takut menindak pejabat negara yang terlibat dalam kasus pagar laut di Tangerang. Seperti yang disebut Nusron di DPR, Mahfud bilang bahwa penerbitan sertifikat hak guna bangunan di kawasan laut merupakan pelanggaran hukum.
Mahdud menuduh terdapat "permainan" di antara pengusaha dan pejabat pertanahan terkait pagar laut ini. "Satu yang belum dan itu sangat penting, yaitu sampai saat kita bicara ini, ini belum ada kejelasan proses hukum," kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Rabu (29/1/2025).
"Padahal ini pelanggaran hukum luar biasa, perampokan terhadap kekayaan negara, perampokan terhadap sumber daya alam. Bisa keluar sertifikat resm, bukan hanya satu sertifikat pasti itu kejahatan. Kalau sudah kejahatan, kalau mau diambil aspek korupsinya karena pejabat diduga menerima suap, maka KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri itu bisa melakukan tindakan," jelas Mahfud.
Sementara mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, merasa heran yang sama seperti Mahfud. "Sudah saya katakan tadi, bahwa polisi dalam waktu dua hari bisa tangkap orang yang dipotong lehernya. Tapi ini [pagar laut] 30 kilometer tidak ada yang tahu. Ini kelewatan," kata Jusuf Kalla.
Kronologi
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, pada Selasa (7/1/2025) mengungkapkan, pihaknya pertama kali menerima informasi adanya aktivitas pemagaran laut pada 14 Agustus 2024.
Mengetahui hal itu, DKP Banten segera menindaklanjutinya dengan melakukan pengecekan secara langsung pada 19 Agustus 2024. Dalam pengecekannya itu, Eli mencatat, pemagaran laut yang terpantau baru mencapai sekitar 7 kilometer.
Pada 5 September 2024, tim dari DKP Provinsi Banten kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok langsung mengecek lokasi pemagaran, sementara kelompok lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa setempat.
Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.
Kemudian pada 18 September 2024, Eli dan tim kembali melakukan patroli dengan menggandeng Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Ketika itu, DKP Banten pun menginstruksikan agar aktivitas pemagaran laut segera dihentikan.
Tak lama setelah DKP Banten buka suara, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyegel pagar laut misterius di Tangerang pada Kamis (9/1/2025).
Mereka melakukan itu dengan alasan pemagaran itu diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatn Ruang Laut (KKPRL) dan berada di Zona Perikanan Tangkap serta Zona Pengelolaan Energi.
Keberadaan pagar laut ini juga dinilai berpotensi merugikan nelayan serta mengancam ekosistem pesisir. Namun di tengah simpang siur siapa pemilik pagar laut di Tangerang, kala itu ada pihak yang tiba-tiba mengungkapkan bahwa pagar tersebut sebenarnya dibangun oleh masyarakat setempat.
Adalah kelompok nelayan bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang yang melakukannya. Koordinator JRP, Sandi Martapraja pada Sabtu (11/1/2025) mengklaim, pagar laut di Tangerang dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat.
Ia menyebut, pagar laut tersebut merupakan tanggul yang dibangun sebagai langkah mitigasi bencana tsunami dan abrasi. "Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," tuturnya.
Sementara itu, manajemen pengembang kawasan Pantai Indah Kosambi (PIK) 2 menegaskan bahwa mereka terlibat dalam pemagaran laut di perairan Tangerang tersebut. "Itu tidak ada kaitan dengan kita, nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan dengan tindak lanjut," kata manajemen PIK 2, Toni pada 13 Januari 2025.
Toni menambahkan, pengembangan kawasan PIK 2 saat ini masih berlangsung, dan mencakup wilayah pesisir utara Tangerang hingga Kecamatan Kronjo. Namun, ia menegaskan bahwa tudingan pembangunan pagar bambu yang dituduhkan kepada pihak PIK 2 adalah tidak benar.
Diduga dalang
Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengungkap tujuh pihak yang diduga dalang pembangunan pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Hal itu telah disertakan dalam laporannya ke Bareskrim Polri beberapa waktu lalu. Hingga saat ini tak kunjung ada informasi perkembangannya.
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni menjelaskan, ketujuh pihak ini diduga memiliki peranan kuat dalam membangun pagar laut yang terbuat dari bambu. Hal itu diketahui setelah pihaknya mendapat informasi kuat yang bersumber dari sosial media.
"Nah tujuh nama ini ya satu swasta yang lainnya adalah individu, walaupun individu ini diduga bagian dari swasta itu juga," kata Gufroni saat dihubungi, Sabtu (25/1/2025) pagi.
Adapun ketujuh "dalang" pembangunan pagar laut itu yakni, Agung Sedayu Group. Perusahaan yang bergerak dibidang properti ini diduga kuat "dalang" yang membangun pagar laut.
"Pertama tentu yang paling bertanggung jawab ya saya kira adalah Agung Sedayu Group, ya karena di beberapa video itu ada pengakuan-pengakuan dari pekerja-pekerja yang memasang bambu itu di beberapa titik yang di Kronjo itu mengatakan bahwa ini memang proyek Agung Sedayu Grup," kata Gufroni.
"Jadi tidak terbantahkan bahwa ini adalah pagar misterius, tidak jelas siapa pemiliknya Karena pekerja-pekerja bambu itu dengan lengan polosnya mungkin, yang menyebut bahwa ini (proyek) Agung Sedayu Grup, Itu yang pertama ya," timpalnya.
Adapun orang individu yang diduga terlibat dalam pembangunan pagar laut ialah, Ali Hanafi Lijaya. Dari informasi yang didapat, Gufroni mengatakan, Ali Hanafi merupakan orang kepercayaan Sugianto Kusuma alias Aguan, perintis Agung Sedayu Group.
"Ali Hanafi Wijaya, itu kami dengar adalah tangan-tangannya Aguan. Tapi beliau ini sebenarnya bukan hanya persoalan pagar bambu saja, tapi persoalan pembebasan lahan, soal perampasan tanah di Kabupaten Tangerang, Ali Hanafi lah yang lebih banyak bermain, yang terlibat di lapangan. Jadi dia lah yang diduga yang membiayai tentang pagar bambu ini," kata Gufroni.
Kemudian, kata Gufroni, ada juga nama Encun alias Gojali. Ia berkata, Encun berperan untuk memfasilitas segala kebutuhan. "Baru yang di lapangan yang mencari pekerja Yang menyiapkan bambu-bambu itu ada namanya Mandor Memet. Jadi beberapa orang di sana sudah tahu Mandor Memet siapa, Encun siapa, apalagi Ali Hanafi, ini satu kesatuan ya," bebernya.
Selain warga sipil, Gufroni menyebut, Kepala Desa Kohot, Arsin juga diduga terlibat salang pembangunan pagar laut itu. Hal itu diyakini lantaran dari video yang didapat Arsin turun mengatur bambu yang diuganakan sebagai bahan membuat pagar laut.
"Ada video yang viral ya di situ ada Pak Arsin menyuruh orang untuk membawa atau mengatur bambu-bambu di pinggir pantai. Ini kami ketahui bahwa ini ada hubungannya dengan pagar bambu, walaupun dia sudah klarifikasi bahwa ini bukan ini kan untuk mencegah abrasi. Ya tinggal diklarifikasi oleh kepolisian," ungkap Gufroni.
Selain itu, Gufroni juga melaporkan dua anggota dari kelompok yang dinamakan Jaringan Rakyat Pantura (JRP). "Ada dua nama juga yang kami sampaikan, ada Sandi Martapraja ya yang mengklaim bahwa ini swadaya. Kemudian ada lagi Tarsin yang mengaku-ngaku nelayan Itu kami juga sampaikan nama-nama itu ke Mabes Polri," jelas Gufroni.
3 nama mantan Jenderal ikut mencuat
Selain Aguan, ada tiga purnawirawan TNI yang namanya ikut mencuat gegara kasus ini. Yakni, Nono Sampono, Freddy Numberi dan Hadi Tjahjanto
Nono Sampono
Nono Sampono adalah pensiunan TNI, yang menjabat Presiden Direktur Agung Sedayu Group. Letjen TNI Purn Nono Sampono masuk dalam jajaran direksi PT Cahaya Inti Sentosa. Perusahaan ini menguasai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di pagar laut wilayah perairan Kabupaten Tangerang.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan setidaknya terdapat 263 bidang tanah dalam bentuk SHGB dengan rincian 234 bidang tanah dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur dan 20 bidang dengan kepemilikan tanah atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, serta sembilan bidang tanah atas nama perorangan.
Selain itu terdapat SHM sebanyak 17 bidang. Data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum, bahwa PT Cahaya Inti Sentosa merupakan perusahaan yang beroperasi di sektor real estate.
Perusahaan tersebut dimiliki oleh PT Agung Sedayu, PT Tunas Mekar, dan Pantai Indah Kapuk 2, dan sejumlah orang. Letjen TNI Purn Nono Sampono sendiri merupakan seorang tokoh militer Indonesia.
Pria kelahiran 1 Maret 1953 ini, pada tahun 1972 bergabung dengan Akademi Angkatan Laut (AL). Nono pernah menempati sejumlah posisi strategis.
Yakni Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) periode 2001 - 2003, Gubernur AAL dan Komandan Jenderal Akademi TNI. Nono pernah menjadi anggota pasukan Danpaspampres di era kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.
Tahun 2010, Nono dilantik oleh Menteri Perhubungan sebagai Kepala Badan Search And Rescue Nasional (Basarnas) menggantikan pejabat sebelumnya Wardjoko, mengutip dpd.go.id. Nono kini menjabat sebagai Wakil Ketua 1 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, periode 2019-2024 dari Provinsi Maluku dengan perolehan suara 60.934.
Sebelumnya Nono terpilih menjadi anggota DPD RI mewakili Provinsi Maluku periode tahun 2014 -2019 setelah berhasil mendapatkan 65.189 suara.
Freddy Numberi
Kasus pagar laut di Tangerang, Banten menyeret nama Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2004-2009 Freddy Numberi.
Purnawirawan TNI Angkatan Laut ini diduga menjadi Komisaris di dua perusahaan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di laut Tangerang, Banten, yaitu PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa.
Jabatan Freddy ini tercatat dalam Akta Hukum Umum (AHU) kedua perusahaan tersebut. Nama Freddy Numberi mencuat setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid membeberkan Sertifikat HGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang, Banten tersebut.
Freddy Numberi diketahui merupakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Freddy Numberi juga pernah menduduki posisi strategis lainnya, seperti Menteri Perhubungan (2009-2011), Gubernur Papua (1998), hingga Duta Besar Indonesia untuk Italia dan Malta.
Laksamana Madya TNI (Purn.) Freddy Numberi, S.IP. lahir 15 Oktober 1947 silam. Dia merupakan mantan tokoh militer dan seorang politikus Indonesia.
Terkait perjalanan kariernya, Freddy Numberi diketahui menyelesaikan Pendidikan AKABRI pada tahun 1968, kemudian masuk pendidikan khusus AAL di Surabaya pada tahun 1969 dan lulus bulan Desember 1971. Setalah lulus dari AAL ia dipercaya menjadi Komandan KRI Sembilan di kawasan timur Indonesia, Komandan Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal Parchim, Frosch, dan Kondor periode 1995-1996.
Pangkat tertingginya di Angkatan Laut (TNI AL) adalah Laksamana Madya.
Hadi Tjahjanto
Mantan Panglima TNI Marsekal Purn Hadi Tjahjanto juga terseret polemik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas wilayah yang dipasangi pagar laut di Tangerang, Banten.
Hal tersebut bermula dari keterangan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid tentang kepemilikan pagar laut di Tangerang, Senin (20/1/2025).
Nusron mengatakan, Kementerian ATR/BPN punya kewenangan untuk meninjau ulang HGB dan SHM pagar laut Tangerang karena sertifikat ini terbit pada 2023, Senin (20/1/2025).
Dari situlah, Hadi turut dimintai keterangan oleh awak media karena pernah menjabat sebagai Menteri ATR/BPN pada 2022-2024. Adapun Hadi menduduki posisi pada Februari 2022-Februari 2024. Hadi sendiri mengaku tidak mengetahui penerbitan sertifikat pagar laut Tangerang.
Hadi mengawali kariernya sebagai Perwira Penerbang Skadron Udara 4 Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh pada tahun 1986. Dia sempat dipercaya sebagai Komandan Satuan Udara Pertanian Komando Operasi Angkatan Udara I (2001) dan Kepala Departemen Operasi Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara (2004).
Hadi tercatat pernah menjadi Kepala Dinas Personel Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh (2006), Kepala Sub Dinas Administrasi Prajurit Dinas Administrasi Persatuan Angkatan Udara (2007), Komandan Pangkalan Udara Adi Soemarmo (2010–2011), dan Perwira Bantuan I/Rencana Operasi TNI (2011).
Karier Hadi Tjahjanto makin moncer setelah ia didapuk menjadi Perwira Menengah Sekretaris Militer Kementerian Sekretaris Negara pada tahun 2011. Di tahun yang sama, ia kemudian ditunjuk sebagai Direktur Operasi dan Latihan Badan SAR Nasional.
Pada tahun 2013, Hadi lalu diangkat menjadi Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara. Kemudian, Hadi dimutasi untuk mengisi kursi jabatan sebagai Komandan Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh pada tahun 2015.
Pada tahun 2015, Hadi kembali dimutasi menjadi Sekretariat Militer Presiden.Satu tahun kemudian, ia didapuk untuk menduduki posisi sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan.
Pada tahun 2017, Hadi kemudian diamanahkan untuk menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara. Barulah setelah itu Marsekal Hadi Tjahjanto diangkat sebagai Panglima TNI.
Yang baru ditindak
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid telah memecat terhadap delapan pegawainya. Sanksi ini diberikan terkait atau buntut pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
"Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai," kata Nusron saat rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, di Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Delapan pegawai tersebut di antaranya berinisial JS, SH, ET, WS,YS, NS, LM, dan KA. Nusron pun menjabarkan jabatan dari delapan pegawai tersebut.
"Kami hanya sebut inisial. Yang pertama adalah JS, Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tangerang pada masa itu. Kemudian SH, Ex-Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran. Kemudian ET, Ex-Kepala Seksi Survei dan Pementaan," jelasnya.
"Kemudian WS, Ketua Panitia A. Kemudian YS, Ketua Panitia A. Kemudian NS, Panitia A. Kemudian LM, Ex-Kepala Survei dan Pementaan setelah ET. Kemudian KA, Ex-PLT, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran," timpalnya.
Adapun sanksi berat pemecatan ini diberikan kepada delapan orang itu karena apa yang dilakukan mereka masih dalam produk tata usaha negara yaitu penerbitan sertifikat.
"Karena produknya itu adalah produk tata usaha negara, katun, keputusan tata usaha negara maka sanksinya adalah sanksi administrasi negara yaitu adalah masalah dicopot dan sebagainya," kata Nusron kepada wartawan usai rapat bersama dengan Komisi II DPR RI.
Meski begitu, perkara ini bisa saja masuk ke dalam ranah pidana. Jika memang ditemukan atau menyajikan dokumen palsu dalam penerbitan sertifikat.
"Kecuali kalau di situ ada unsur-unsur mens rea misal dia yang bersangkutan terima suap, terima sogokan atau apa, itu baru masuk pidana. Tapi tidak menutup kemungkinan dokumen-dokumen yang disajikan oleh pihak-pihak pemohon itu adalah dokumen-dokumen yang tidak benar. Misal dokumen palsu atau dokumen apa, itu mungkin bisa masuk dalam ranah pidana di ranah pidana adalah kemalsuan dokumen," katanya.
Jika memang masuk ke dalam ranah pidana, atau adanya dugaan suap, kader Partai Golongan Karya (Golkar) ini memastikan, aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan sudah siap bekerja.
"Sepanjang pemeriksaan kita ya memang belum menemukan itu kalau di internal kita. Tapi kalau masalah suap dan tindak pidana yang lain kan sebetulnya itu bukan lagi kewenangan kementerian. Itu kewenangan APH bisa di polisi, bisa di Kejaksaan dan mereka APH ini sudah on going jalan, sudah berjalan untuk proses sampai ke sana," katanya. (wan)
Topik:
Pagar Laut Pagar Makan Lautan ATR/BPN Laut TangerangBerita Sebelumnya
Dirut Bank Bengkulu Diulik KPK soal Rohidin, Ikut Diperas Juga Gak?
Berita Terkait

Pemprov Jakarta Tegaskan Tak Pernah Beri Izin Tanggul Beton Cilincing Milik PT Karya Citra Nusantara
12 September 2025 15:59 WIB

Habis Pagar Laut, Terbitlah Tanggul Beton Cilincing: 25 Ribu KK Terdampak
12 September 2025 15:42 WIB