Geledah Sejumlah Lokasi, Kejaksaan segera Tetapkan Tersangka Korupsi PDNS Rp 500 Miliar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 April 2025 14:20 WIB
Tim Penyidik Tipidsus Kejari Jakarta Pusat (Foto: Dok MI)
Tim Penyidik Tipidsus Kejari Jakarta Pusat (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI – Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tengah mengusut dugaan Korupsi pengadaan barang atau Jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang merugikan negara lebih dari Rp500 miliar.

Untuk mengumpulkan bukti dugaan rasuah itu sejumlah lokasi pun telah digeledah. Adapun penggeledahan dilakukan di Kabupaten Tangerang Selatan, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur.

“Diantaranya ialah PT. STM (BDx Data Center), Kantor PT. AL, Gudang atau Warehouse PT. AL, serta di rumah saksi yang diduga terkait dengan perkara aquo,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, Jumat (25/4/2025).

“Penyidik memandang perlu untuk dilakukan penggeledehan lanjutan dalam rangka menambah alat bukti untuk memperkuat hasil yang diperoleh selama penyidikan berjalan,” timpal Safri.

Dari hasil penggeledahan tersebut, tim penyidik telah melakukan penyitaan terhadap dokumen-dokumen terkait pelaksanaan kegiatan pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), dan beberapa barang bukti elektronik yang nantinya akan digunakan dalam penghitungan kerugian negara dan pembuktian di persidangan.

Hingga saat ini Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap lebih dari 70 saksi.

“Penyidik masih akan terus melakukan pemeriksaan tambahan. Selain pemeriksaan saksi, penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa ahli,” jelas Safri.

Di lain sisi, Safri menegaskan dalam waktu dekat pihaknya akan menetapkan tersangka.

“Penyidik telah mengantongi beberapa nama calon tersangka dan akan segera ditetapkan dan

disampaikan kepada publik atau masyarakat,” tukasnya.

Kasus posisi

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting menjelaskan kasus dugaan korupsi tersebut terjadi pada 2020 sampai 2024 saat Komdigi melakukan pengadaan barang/jasa PDNS dengan total pagu anggaran Rp958 Miliar.

Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat di instansi tersebut bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp60 miliar.

“Kemudian pada 2021 perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp102 miliar lebih,” ungkap Bani.

Kemudian tahun 2022 terdapat adanya pengondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu.

Lantaran sudah terjadi kongkalikong, perusahaan tersebut, akhirnya terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp188 miliar lebih.

Di 2023 dan 2024 kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp 256.575.442.952.

“Perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301,” katanya.

Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Indonesia.

Padahal anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total anggaran lebih dari Rp959 miliar, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindungi nya keseluruhan data sesuai dengan BSSN.

Lantaran adanya dugaan korupsi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025 untuk dilakukan penyelidikan proyek di Komdigi. (An)

Topik:

Kominfo Komdigi Kejari Jakpus PDNS