Modus Penipuan Berbasis AI Makin Ganas, Komdigi: Kerugian Tembus Rp700 Miliar

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 23 Oktober 2025 3 jam yang lalu
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) (Foto: Ist)
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan meningkatnya kasus penipuan yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI). Kerugian akibat kejahatan siber berbasis AI ini kini ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyebut total kerugian masyarakat akibat modus penipuan berbasis AI telah mencapai sekitar Rp700 miliar. Komdigi mengingatkan agar dilakukan upaya mitigasi untuk mencegah terjadinya kejahatan ini. 

Dari sisi regulator, pemerintah saat ini tengah merancang Peta Jalan AI Nasional yang menuntut para pengembang AI untuk lebih akuntabel dan transparan. Komdigi juga menggandeng berbagai lembaga dan pemangku kepentingan guna memperkuat kerangka hukum terkait penggunaan AI di Indonesia.

“Kemkomdigi bekerja sama dengan aparat penegak hukum, terus memperkuat penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan siber melalui penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP), serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” ujar Nezar, dikutip Kamis (23/10/2025).

Selain itu, Komdigi juga aktif melakukan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya deepfake berbasis AI. Ia mengatakan AI menyimpan risiko untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan siber dengan memproduksi konten hoaks dan disinformasi, termasuk diantaranya konten deepfake.

"Produk deepfake berbasis AI ini, ketika digunakan untuk melakukan kejahatan, sungguh luar biasa dapat menipu masyarakat," ucapnya.

Sebagai catatan, pemanfaatan AI untuk kejahatan telah terjadi hampir di seluruh dunia. Di Hongkong, deepfake digunakan untuk membuat video atau audio palsu yang sangat meyakinkan. Dalam salah satu kasus, pelaku meniru wajah dan suara eksekutif perusahaan dalam rapat daring palsu dan berhasil menipu korban hingga Rp480 miliar.

Kasus serupa juga terjadi di Singapura, di mana pejabat dan eksekutif perusahaan diancam dengan video deepfake pornografi, memaksa mereka membayar uang tebusan dalam mata uang kripto. 

Selain deepfake, pelaku kejahatan siber juga menggunakan AI untuk menganalisis pola perilaku pengguna, mengirimkan pesan phishing yang tampak meyakinkan demi mencuri data pribadi (seperti kredensial bank), serta mengembangkan malware dan ransomware yang mampu mengenkripsi file penting secara canggih.

Topik:

komdigi kejahatan-siber-berbasis-ai