Legal Wilmar Group Tak Mungkin Bergerak Sendiri Suap Hakim Rp60 Miliar


Jakarta, MI - Jajaran petinggi Wilmar Group diduga terlibat dalam kasus dugaan suap senilai Rp60 miliar.
Uang tersebut digunakan untuk mengondisikan putusan onslag terhadap tiga terdakwa korporasi dalam perkara ekspor ilegal crude palm oil (CPO).
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mencurigai adanya perintah dari jajaran atas Wilmar Group kepada Head of Social Security Legal PT Wilmar Group, Muhammad Syafei, untuk menyuap jajaran hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, yang kini telah menjadi tersangka.
"Ya kan mustahil keterlibatan pihak legal Wilmar Group itu (Muhammad Syafei). Tidak mungkin tidak berdasarkan perintah. Jadi mesti ada directing mind-nya yang memerintahkan untuk melakukan proses penyuapan kepada para hakim," kata Castro sapaannya, Minggu (27/4/2025).
Tidak hanya Wilmar Group, Castro juga menyoroti kemungkinan keterlibatan korporasi lain, seperti PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group.
"Termasuk juga pihak perusahaan yang melakukan proses penyuapan untuk memperlancar putusan perkara. Itu harusnya dijadikan sebagai momentum untuk menyasar pihak yang lain," jelasnya.
Castro menegaskan, seluruh pihak yang terkait harus diperiksa oleh penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung jika ditemukan dua alat bukti permulaan yang cukup.
"Jadi itu yang mesti disasar oleh penyidik untuk memastikan bahwa semua mereka yang terlibat dengan peran masing-masing betul-betul disasar oleh penyidik Kejaksaan Agung," jelasnya.
Pun dia menilai pengusutan kasus ini menjadi momentum penting untuk membersihkan praktik mafia peradilan di lingkungan Mahkamah Agung (MA).
Menurutnya, kongkalikong di dunia peradilan sudah berlangsung lama dan tidak hanya terjadi dalam perkara suap CPO.
"Karena mustahil itu hanya melibatkan satu perusahaan. Ini adalah semacam bentuk mafia di dalam sistem peradilan kita yang tidak mungkin hanya terjadi satu-dua kali. Itu pasti sudah sering terjadi," bebernya.
Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung telah menetapkan Muhammad Syafei sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap pengondisian putusan onslag terhadap korporasi CPO.
Syafei diduga menyiapkan dana suap yang diserahkan kepada kuasa hukum korporasi, Ariyanto, lalu diteruskan kepada Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, hingga akhirnya sampai ke Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
Total suap yang diberikan mencapai Rp60 miliar.
Dana tersebut juga diduga mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan suap tersebut, yang terdiri dari pihak pengadilan, kuasa hukum korporasi, dan pihak korporasi.
Pihak Pengadilan:
1. Muhammad Arif Nuryanta, Ketua PN Jakarta Selatan dan mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat
2. Djuyamto, Ketua Majelis Hakim kasus CPO
3. Agam Syarif Baharuddin, Hakim Anggota
4. Ali Muhtarom, Hakim Anggota
5. Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara
Pihak Kuasa Hukum Korporasi:
1. Marcella Santoso
2. Ariyanto Bakri
Pihak Korporasi:
1. Muhammad Syafei, Head of Social Security Legal Wilmar Group
Selain itu, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan perintangan penyidikan kasus CPO serta sejumlah perkara lain yang ditangani, yakni Marcella Santoso, Junaedi Saibih yang merupakan dosen sekaligus advokat, dan Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan Jak TV.
Topik:
Wilmar Group Kejagung Korupsi CPO Muhammad Syafei Head of Social Security Legal Wilmar GroupBerita Sebelumnya
KPK Tetapkan Tersangka dalam Penggeledahan di Kalbar
Berita Selanjutnya
Siapa 'Bermain' di Kasus Pagar Laut Bekasi dan Tangerang?
Berita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
1 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB

Korupsi Blok Migas Saka Energi Naik Penyidikan, 20 Saksi Lebih Diperiksa!
29 September 2025 20:05 WIB