KPK Cari Celah Tangkap Koruptor di BUMN, Direksi-Komisaris Jangan Senang Dulu!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Mei 2025 14:47 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yuris Reza Kurniawan, mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK agar menyikapi perubahan aturan di UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN dengan bijak dan cermat. 

Bahwa dalam beleid yang mulai berlaku pada  24 Februari 2025 itu, direksi dan komisaris perusahaan pelat merah tidak ditempatkan sebagai penyelenggara negara. Pasal 3X Ayat (1) berbunyi: 

"Organ dan pegawai badan bukan merupakan penyelenggara negara".

Pasal 9G berbunyi: "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara".

Padahal berdasarkan Pasal 11 Ayat (1) UU KPK, salah satu objek kewenangan lembaga antirasuah melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap penyelenggara negara yang terlibat tindak pidana korupsi.

Jikapun UU itu tetap berlaku, Yuris yakin KPK masih punya banyak celah untuk menangkap koruptor.  "Artinya kalau kemudian di UU BUMN disebutkan bahwa direksi dan jajaran komisaris bukan termasuk penyelenggaraa negara, dalam konteks UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) itu harus ditinjau," kaya Yuris, Rabu (8/5/2025).

Karena, menurutnya, di UU Tipikor pegawai negeri itu juga mencakup orang-orang yang ada di wilayah BUMN maupun BUMD. "Ini yang harus dicermati. Implikasinya kalau kemudian ini ditafsirkan secara tidak cermat, tentu akan menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia. Masih ada celah kok ini buat KPK meringkus," tuturnya.

Adapun KPK tengah mengkaji UU BUMN. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan produk hukum itu perlu dikaji dengan beberapa undang-undang lain seperti KUHAP, Undang-Undang Tipikor, dan Undang-Undang Keuangan Negara.

"KPK saat ini sedang melakukan kajian terkait dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 yang terkait dengan BUMN. Bagaimana kaitannya dengan tugas, fungsi dan kewenangan KPK," kata Budi, Senin (5/5/2025).

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meyakini lembaganya masih bisa mengusut direksi dan komisaris BUMN yang tersandung korupsi. Pengusutan itu, kata dia, mengacu pada UU Tipikor.

“Keberadaan UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN itu tidak menghalangi atau tidak melarang aparat penegak hukum (APH) dalam upaya melakukan pemberantasan tipikor, karena tidak ada satu pasal pun dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 yang melarang APH untuk melakukan proses hukum terhadap organ BUMN,” kata Tanak dalam keterangannya, Selasa (6/5/2025).

"Dapat tidaknya direksi dan komisaris BUMN diproses dalam tipikor, tentunya tergantung pada konteks perbuatannya. Kalau perbuatannya terindikasi sebagai koruptor, tentunya dapat diproses menurut UU Tipikor," tambahnya.

Tetap dikenai hukuman!

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan jajaran direksi dan komisaris BUMN tetap dapat dikenai proses hukum jika terbukti korupsi. 

"Setiap pelanggaran hukum terkait tindak pidana, apalagi korupsi, semua aparat penegak hukum tetap boleh. Tetapi memang yang dilakukan sepanjang dilakukan proven, proven terhadap sebuah kebijakan yang diambil. Jadi APH sama sekali tidak dibatasi untuk melakukan itu. Kalau yang namanya korupsi ya siapapun yang terlibat ya pasti dilakukan. Apalagi kalau dilakukan atas itikad buruk," ucapnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

Sementara, Menteri BUMN Erick Thohir berjanji akan menghormati proses hukum dan tidak akan menghalangi penindakan dugaan korupsi yang menyeret anak buahnya.

"Enggak usah ditanya, kalau kasus korupsi mah, ya tetap aja dipenjara. Kalau korupsi, ya korupsi. Enggak ada hubungan dengan penyelenggara negara atau tidak penyelenggara negara. Itu kan jelas," katanya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (5/5/2025). (wan)

Topik:

KPK UU BUMN