Kejati Jakarta Didesak Tersangkakan Eks Dirut Telkom Alex J Sinaga, Mantan Anak Buah Dikorbankan?


Jakarta, MI - Penyidik bidang tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta didesak menetapkan mantan Direktur Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk., Alex J Sinaga dalam kasus dugaan korupsi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk antara tahun 2016 hingga 2018.
Alasannya, kasus ini terjadi di era Alex yang menjabat dari 2014-2019. Sementara kasus tersebut terus berkembang hingga kini tersangka sudah 11 orang.
"Kejaksaan Tinggi Jakarta harus segera menahan Dirut Alex J Sinaga yang memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di periode tersebut. Adanya tindak korupsi merupakan instruksi dari pimpinan tertinggi, tidak mungkin anak buah bertindak tanpa perintah dari atasan,” kata Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institute Iskandarsyah.
Jika kasus ini tak diusut sampai ke akar-akarnya, menurut Iskandarsyah, tingkat kepercayaan publik kepada Telkom beserta anak usahanya akan menurun.
“Dampaknya investor akan menurunkan minatnya untuk memiliki saham Telkom Indonesia. Hal ini akan merugikan kinerja pada tahun ini,” tegasnya.
Penyidik bidang Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta menjebloskan Direktur Utama (Dirut) PT Green Energy Natural Gas, Oei Edward Wijaya (OEW) ke sel tahanan, Rabu (21/5/2025).
Oei Edward Wijaya merupakan tersangka ke-11 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pembiayaan fiktif di PT Telkom Indonesia (Telkom) sebesar Rp 431,7 miliar.
Penetapan OEW sebagai tersangka itu berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP22/M.1/Fd.1/05/2025, tertanggal 21 Mei 2025.
"Tersangka tersebut berinisial OEW yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Green Energy Natural Gas," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan di Jakarta.
Selain menetapkan OEW sebagai tersangka, penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap aset milik tersangka berupa sebidang tanah seluas 30.693 meter persegi dengan estimasi nilai sebesar Rp56,8 miliar.
Syahron menyebutkan, penyitaan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya penelusuran dan pemulihan kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut.
Kejati DKI sebelumnya telah menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka dalam kasus PT Telkom Indonesia, yaitu AHMP, HM, AH, NH, DT, KMR, AIM, DP, RI dan EF.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Yakni:
1. AHMP selaku GM Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom tahun 2017-2020
2. HM selaku Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom tahun 2015-2017
3. AH selaku Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara tahun 2016-2018
4. NH selaku Direktur Utama PT ATA Energi
5. DT selaku Direktur Utama PT International Vista Quanta
6. KMR selaku Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa
7. AIM selaku Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara
8. DP selaku Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri
9. RI selaku Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya
10. EF Direktur Utama PT Japa Melindo Pratama.
Para tersangka ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Total nilai proyek kerja sama sembilan perusahaan tersebut dengan empat anak perusahaan PT Telkom Indonesia adalah sebesar Rp431.728.419.870 dengan rincian sebagai berikut:
1. PT ATA Energi
- Proyek pengadaan baterai litium ion dan genset
- Nilai proyek Rp 64.440.715.060
2. PT International Vista Quanta
- Proyek penyediaan smart mobile energy storage
- Nilai proyek Rp 22.005.500.000
3. PT Japa Melindo Pratama
- Proyek pengadaan material, mekanikan (HVAC), elektrikal, dan elektronik di proyek Puri Orchad Apartemen
- Nilai proyek Rp 60.500.000.000
4. PT Green Energy Natural Gas
- Proyek pekerjaan BPO instalasi sistem gas processing plant-Gresik Well Head 3
- Nilai proyek Rp 45.276.000.000
5. PT Fortuna Aneka Sarana Triguna
- Proyek pemasangan smart supply change management
- Nilai proyek Rp 13.200.000.000
6. PT Forthen Catar Nusantara
- Proyek penyediaan resource dan tools untuk pemeliharaan civil, mechanical & electrical (CME)
- Nilai proyek Rp 67.411.555.763
7. PT VSC Indonesia Satu
- Proyek penyediaan layanan total solusi multichannel pengelolaan visa Arab
- Nilai proyek Rp 33.000.000.000
8. PT Cantya Anzhana Mandiri
- Proyek pengadaan smart cafe dan pekerjaan renovasi ruangan The Foundry 8 Kawasan Niaga Terpadu (SCBD) Lot 8
- Nilai proyek Rp 114.943.704.851
9. PT Batavia Prima Jaya
- Proyek pengadaan hardware dashboard monitoring service & pengadaan perangkat smart measurement CT scan
- Nilai proyek Rp 10.950.944.196
Syahron menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari kerja sama bisnis antara Telkom dan sembilan perusahaan pada periode 2016-2018. Kerja sama ini terkait pengadaan barang dengan anggaran yang berasal dari Telkom Indonesia.
"Meskipun kegiatan tersebut berada di luar ruang lingkup core business PT Telkom Indonesia yang bergerak di bidang telekomunikasi," jelasnya.
Kemudian, Telkom menunjuk empat anak perusahaan, yaitu PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta. Setelah itu, empat anak perusahaan Telkom itu menunjuk sejumlah vendor yang berafiliasi dengan sembilan perusahaan swasta yang sudah diatur sebelumnya.
"Namun, dalam pelaksanaannya, proyek-proyek pengadaan tersebut diduga tidak pernah benar-benar dilakukan alias fiktif," ungkap Syahron.
Sementara pihka Telkom memastikan mendukung segala proses penyidikan yang dilakukan oleh jaksa. "Kami sampaikan kami sangat mendukung penuh proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kami percaya seluruhnya dilakukan secara transparansi juga prudent," kata Senior Vice Presiden Sustainability and Corporate Communication Telkom, Ahmad Reza.
Reza menyebutkan dugaan pelanggaran tata kelola itu mulanya diketahui oleh direksi. Sehingga direksi memutuskan untuk melakukan audit internal, lalu melaporkan hasilnya kepada aparat penegak hukum (APH). Reza menyayangkan adanya pelanggaran tata kelola di tubuh Telkom. Dia berharap praktik serupa tidak terjadi kembali di kemudian hari.
Topik:
Korupsi Telkom Telkom Kejati DKI JakartaBerita Terkait

Gandeng Pandawara, Telkom Gelar River Clean Up di Sungai Cioray Bandung
25 September 2025 17:19 WIB

Belum Dieksekusinya Silfester 1,5 Tahun Timbulkan Pertanyaan Kredibilitas dan Independensi Kejati Jakarta di Bawah Pimpinan Patris Yusrian Jaya
15 September 2025 11:05 WIB

Pemulihan SKKL Sorong - Merauke: Saat Ini Kapal Perbaikan Telah Memasuki Perairan Wakatobi Menuju Titik Gangguan
23 Agustus 2025 02:38 WIB