KPK/PPATK Perlu Dilibatkan dalam Verifikasi Integritas Calon Dirut Telkom

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Mei 2025 17:53 WIB
Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi (Foto: Dok MI/Aswan/Istimewa)
Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi (Foto: Dok MI/Aswan/Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perlu dilibatkan dalam proses verifikasi integritas calon Direktur Utama (Dirut) di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Demikian disampaikan Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi, begitu disapa Monitorindonesia.com, Senin (26/5/2025) menjelang Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Telkom Indonesia (Telkom) yang akan digelar pada hari Selasa (27/5/2025) besok.

Kini nama-nama calon untuk menduduki jabatan Direktur Utama di perusahaan pelat merah pun mencuat. Sumber Monitorindonesia.com menyebutkan pada RUPS nanti Telkom akan melakukan pergantian jabatan Direktur Utama yang saat ini diduduki Ririek Adriansyah. Ririek sudah menjabat Dirut Telkom selama 6 tahun sejak diangkat melalui RUPS yang digelar pada 24 Mei 2019.  

Sumber tersebut menyebut Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital, Ismail, menjadi salah satu calon Direktur Utama TLKM. Selain Ismail, nama Direktur Group Business Development Honesty Basyir dan Direktur Keuangan Telkom Indonesia Heri Supriadi juga muncul sebagai calon kandidat. Rekam jejak mereka pun terus tersorot.

Kendati, menurut Badiul, Telkom bukan hanya entitas bisnis, tetapi juga aset strategis negara dalam sektor telekomunikasi dan digital. "Pimpinan puncaknya harus memiliki rekam jejak bersih, kompeten, dan berintegritas tinggi, karena kepemimpinan akan sangat menentukan arah transformasi digital Indonesia," jelas Badiul.

Meski secara hukum prinsip praduga tak bersalah harus dijunjung, tegas Badiul, proses seleksi pejabat publik termasuk di BUMN perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian. "Fit and proper test yang ketat, serta pertimbangan etis dan reputasi publik termasuk harus bersih dari dugaan kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang," jelasnya.

BUMN, ungkap Badiul, seperti Telkom sangat rentan terhadap kepentingan politik dan ekonomi. "Bila sejak awal dipimpin oleh tokoh yang integritasnya diragukan, maka bukan hanya risiko penyalahgunaan kekuasaan yang meningkat, tetapi juga turunnya kepercayaan investor, publik, dan mitra strategis," tegasnya.

Dalam konteks penentuan pimpinan Telkom, tambah Badiul, praktik meritokrasi dan transparansi seleksi harus ditegakkan pemerintah harus membuka proses seleksi Dirut secara transparan, menyaring kandidat dg rekam jejak bersih dan terbukti reformis, bukan sekadar loyalis atau bagian dari lingkaran elite kekuasaan.

Maka untuk memastikan itu lembaga penegak hukum tutut serta akan hal tersebut. "Untuk memastikan itu penting melibatkan lembaga independen (seperti KPK atau PPATK) dalam proses verifikasi integritas calon Dirut BUMN strategis dan gunakan proses seleksi yg akuntabel, terbuka utk publik, dan berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG)," jelasnya.

Kepemimpinan di Telkom akan menentukan bukan hanya kinerja perusahaan, tapi juga masa depan transformasi digital Indonesia. "Oleh karena itu, menghindari risiko sejak awal jauh lebih bijak daripada menyesal krn pengabaian integritas dalam proses seleksi," tukasnya.

Siapa layak nahkodai Telkom?

Rekam jekan para kandidat tersebut kian terserot. Misalnya, Ririek Adrianysah yang katanya banyak prestasinya di Telkom. Bahwa sebelum menjabat sebagai Dirut Telkom Indonesia, Ririek pernah menjabat sebagai Dirut Telkomsel pada periode 2015-2019. 

Di Telkomsel, lulusan Institut Teknologi Bandung tahun 1989 dengan gelar sarjana Teknik Elektro itu membawa Telkomsel mengalami pertumbuhan signifikan.

Ririek sebelumnya menjabat Direktur Wholesale and International Businesses (WIBS) Telkom Indonesia pada periode 2013-2015, kemudian Direktur Compliance and Risk Management Telkom Indonesia pada periode 2012-2013, dan Direktur Telin pada periode 2011-2012.

Saat ini Ririek sudah cukup lama berada di puncak karier dengan menjabat lebih dari lima tahun sebagai Dirut Telkom Indonesia. Adapun Ririek resmi dipilih sebagai Dirut Telkom pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Telkom Tahun Buku 2018 di Jakarta, Jumat 24 Mei 2019. Ia saat itu menggantikan Alex Janangkih Sinaga.

Namun di baliknya ternyata menyimpan dugaan rasuah di perusahaan Badan Usaha Milik Negara itu. 

Adapun deretan kasus hukum yang mendera Telkom di antaranya atau mulai dari kasus dugaan korupsi pengadaan server dan storage di PT Sigma Cipta Raka atau TelkomSigma (anak usaha Telkom) periode 2017, dengan potensi kerugian negara ditaksir senilai Rp 280 miliar, kasus proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) tahun 2018–2023, juga diduga menyeret Telkom Group sebagai penggarapnya.

Selain itu, kegagalan menghalau serangan hacker terhadap pusat data nasional (PDNS). Dan akhirnya kejadian tersebut menjadi bencana nasional. 

Kabarnya Presiden Prabowo sangat kecewa atas kejadian ini. Di sisi lain, Telkom sebagai induk usaha diduga melempar tanggung jawab ke anak perusahaan (Telkomsigma). Jelas, jika hal ini benar melempar tanggung jawab, rasanya kurang elok sikap demikian.

Kemudian, kasus dugaan korupsi pembiayaan proyek fiktif di PT Telkom periode 2016–2018, dengan perkiraan kerugian negara Rp 431,7 miliar, yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati DKI Jakarta, dan sudah 11 orang tetapkan sebagai tersangka. Serta kasus dugaan lainnya yang masih sumir diperdebatkan publik, seperti skandal TaniHub.

Deretan kasus-kasus tersebut mengindikasikan betapa lemahnya pengawasan serta "seolah" atau diduga terjadinya pembiaran oleh manajemen dan tentu saja kondisi demikian sangat mempengaruhi citra Telkom di mata publik maupun para investor.

Deretan persoalan hukum tersebut, jelas akan menganggu perjalanan Telkom ke depan. Bukan tidak mungkin, Telkom sebagai perusahaan telekomunikasi kebanggaan rakyat itu akan semakin terpuruk nantinya jika tidak segera "diobati" penyakitnya.

Tentu, pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas sudah seyogyanya untuk tidak berdiam diri menyaksikan berbagai deretan persoalan serius yang tengah mendera perusahaan kebanggaan rakyat itu.

Selain Ririek, tak kalah tersorot adalah Honesti Basyir yang lompat karier dari PT Bio Farma ke PT Telkom. Di Bio Farma, juga meninggalkan dugaan rasuah.

Belakangan, Honesti menjadi sorotan usai masuk di daftar saksi Kejaksaan Negeri Kota Bandung berkaitan kasus dugaan penyimpangan pengadaan vaksin Covid-19 di Bio Farma. Kabarnya kasus di PT Bio Farma ini disetop sementara. Akan dilanjutkan jika ditemukan bukti yang baru. 

Honesti menjadi Dirut Bio Farma tahun 2019 melalui Surat Keputusan Menteri BUMN nomor SK-203/MBU/09/2019. Ketika memimpin holding BUMN Farmasi Bio Farma, terjadi Covid-19. Bahkan tepat pada 27 April 2021, sempat terjadi penggerebekan Laboratorium Rapid Antigen Kimia Farma, Lantai M di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara oleh anggota Dirkrimsus Polda Sumut.

Kasus rapid test antigen bekas di Bandara Kualanamu itu berbuntut panjang,  sampai pemecatan seluruh direksi PT Kimia Farma Diagnostik.

Business Manager Unit Bisnis Sumatera I PT Kimia Farma Diagnostika (KFD) Wilayah Medan dan Aceh, Picandi Mascojaya bahkan telah divonis 10 tahun penjara dalam kasus tersebut.

Picandi terbukti memperoleh keuntungan Rp2.236.640.000 dengan memerintahkan karyawan menggunakan swab antigen bekas di Bandara Kualanamu Deliserdang, Sumut.

Empat anak buahnya juga dijatuhi hukuman bervariasi, antara lain Sepipa Razi dan Depi Jaya masing-masing divonis 2,6 tahun penjara. Kemudian Marzuki dan Renaldio masing-masing divonis 5 tahun penjara.

Tak hanya Ririek dan Honesti, Heri Supriadi sempat terseret dipusaran gugatan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Bahwa gugatan itu soal kasus dugaan pemalsuan laporan uang. Deretan orang pejabat BUMN tersebut digugat mantan Direktur Keuangan Telkom Sigma, Bakhtiar Rosyidi, ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Gugatan dengan nomor perkara 160/pdt.G/2023/PN jkt.pst/9/3/2023 itu didaftarkan ke PN Jakarta Pusat pada Kamis 9 Maret 2023.

Dilihat dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan melawan hukum ini dilayangkan kepada 11 pihak tergugat. 

Antara lain Menteri BUMN Erick Thohir, jajaran bos Telkom, Ririek Adriansyah, Heri Supriadi, Alex Janangkih Sinaga, Herry M Zen, dan Joko Aswanto.
Sejumlah nama perusahaan pun ikut terseret, yakni PT Asiatel Globalindo, PT Linkadata Citra Mandiri, PT Telering Onid Pratama, PT Visiland Dharma Sarana, dan PT. Wahana Ekonomi Semesta. Selain itu, PT Bursa Efek Indonesia juga turut tergugat.

Kuasa hukum Bakhtiar Rosyidi, Kasman Sangaji mengatakan, gugatan ini dilakukan terkait temuannya tentang dugaan proyek fiktif/financing dan dugaan pemalsuan laporan keuangan sebesar Rp1,7 triliun dari nilai proyek 2,2 triliun pada periode 2017-2018. "Dengan pelaporan ini kami meminta jajaran aparat hukum mengambil tindakan hukum secara tegas," kata Kasman.

Kasman pun meminta kepada Dirut PT Telkom untuk segera melakukan tindakan tegas guna mengembalikan uang negara yang telah dipakai. “Kita meminta ada audit ulang pada keuangan PT Telkom,” katanya.

Dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terdapat lima poin gugatan yakni menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

Menyatakan perbuatan para tergugat sebagai perbuatan melawan hukum, Memerintahkan para tergugat membayar kerugian materiil dan immateril penggugat sebesar Rp. 21miliar, memerintahkan melakukan Pembayaran Uang paksa (dwansom) sebesar Rp. 100 juta pada penggugat walaupun ada upaya Banding dan Kasasi.

Terakhir, memerintahkan pada para tergugat untuk membayar uang keterlambatan sebesar 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) perhari sejak putusan memiliki kekuatan hukum mengikat Incrach van gewijsde.

Kendati, pihak Telkom menyebut gugatan itu salah alamat.

Topik:

PPATK KPK Telkom Dirut Telkom Korupsi Telkom