ICW dan KOPEL Desak Kejagung Periksa Nadiem


Jakarta, MI - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) agar memeriksa mantan Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop senilai Rp 9,9 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2020–2022.
“Kami mendesak Kejaksaan Agung memeriksa pihak yang berwenang dalam pengadaan, termasuk Menteri Nadiem Makarim,” kata ICW dan KOPEL, Kamis (5/6/2025).
ICW dan KOPEL mencurigai adanya kejanggalan dalam pengadaan laptop pada awal pandemi Covid-19 ini. Dalam kajian mereka, proyek pengadaan dilakukan tanpa urgensi di tengah situasi darurat pandemi. Selain itu, proses pengadaan dinilai melanggar aturan dan tidak transparan.
Pengadaan laptop kala itu sebagian dibiayai lewat Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, yang seharusnya berdasarkan usulan dari pemerintah daerah. Namun, dalam praktiknya, Kemendikbudristek langsung menetapkan program ini sebagai prioritas nasional. “Pengadaan ini tidak sesuai Perpres No. 123 Tahun 2020,” tulis ICW dan KOPEL.
Informasi pengadaan juga tak tersedia dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP), yang membuat publik kesulitan memantau prosesnya. Penentuan spesifikasi laptop pun menuai kritik. Pemerintah menetapkan penggunaan sistem operasi Chrome OS, yang disebut tidak cocok untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang menjadi target distribusi karena keterbatasan jaringan internet.
“Pengadaan laptop yang tidak sesuai kebutuhan dan terkesan dipaksakan kerap berangkat dari adanya permufakatan jahat dan berujung pada korupsi,” jelas ICW dan KOPEL.
Kejanggalan lain mencuat dari spesifikasi teknis dan ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang dinilai mempersempit kompetisi penyedia. Hanya enam perusahaan yang dinilai memenuhi syarat, di antaranya PT Zyrexindo Mandiri Buana, PT Supertone, dan Acer Manufacturing Indonesia. ICW menilai hal ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
ICW juga menyoroti peran staf khusus menteri yang disebut-sebut dalam penyidikan Kejagung. Menurut mereka, staf khusus tidak punya kewenangan dalam proses pengadaan. “Yang berwenang adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kuasa pengguna anggaran, dan pengguna anggaran yaitu Menteri,” kata peneliti ICW.
Mereka mendesak Kejaksaan tidak berhenti pada staf khusus semata. Apalagi, spesifikasi laptop Chromebook tertuang dalam lampiran Permendikbud No. 5 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Nadiem Makarim.
“Merupakan program unggulan yang tengah banyak dipertanyakan, seharusnya Menteri Nadiem memperkuat aspek pengawasan internal agar pengadaan tidak terjerembab pada korupsi,” tulis ICW.
ICW dan KOPEL juga meminta agar Kejaksaan memperjelas informasi penyidikan, termasuk bentuk dugaan korupsi dan estimasi kerugian negara. Selain itu, mereka mendorong Kemendikbudristek yang kini dipimpin menteri baru untuk mengevaluasi program digitalisasi pendidikan periode 2019–2024 dan membuka hasilnya kepada publik.
Kejaksaan Agung diketahui telah menggeledah rumah 3 stafsus mantan Menteri Mendikbudristek Nadiem Makarim. Kasus ini diketahui terjadi pada era kepemimpinan Naadiem.
Adapun 3 stafsus yang rumahnya digeledah adalah Jurist Tan, Fiona Handayani dan Ibrahim Arif. Dari rumah Ibrahim penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik seperti gawai dan laptop. Rumah Ibrahim digeledah pada 23 Mei 2025. Ketiganya juga telah dicegah ke luar negeri.
Sementara rumah Jurist dan Fiona digeledah dua hari sebelumnya. Dari apartemen Fiona, penyidik menyita satu unit laptop dan tiga ponsel. Sementara dari rumah Jurist, jaksa membawa dua harddisk eksternal, satu flashdisk, satu laptop, dan 15 buku agenda.
Dalam kasus ini, jaksa menyebut ada kongkalikong atau pemufakatan jahat yang mengarahkan tim teknis pengadaan untuk membuat kajian yang mengunggulkan pengadaan laptop dengan operating system Chromebook.
Padahal sudah ada uji coba pengadaan 1000 unit Chromebook pada 2018-2019 yang menyebutkan, bahwa pengadaan Chromebook tidak tepat karena masalah jaringan internet yang tidak merata di Indonesia.
Oleh karena itu, hasil uji coba merekomendasikan pegadaan laptop dengan spesifikasi Operating System (OS) Windows. Namun rekomendasi diubah dan Kemendikbutristek membuat kajian baru yang mengunggulkan pengadaan laptop Chromebook. Proyek tersebut diketahui menelan anggaran hingga Rp 9,9 triliun, dengan Rp 6,3 triliun bersumber dari dana alokasi khusus (DAK).
Jaksa menyebut proyek ini merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan semasa Nadiem menjabat. Sampai hari ini jaksa belum menetapkan tersangka di kasus ini.
Menyoal Nadiem, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, tim penyidik Jampidsus memang belum melayangkan surat pemanggilan terhadapnya.
Tetapi, dalam pengusutan perkara korupsi, otoritas tertinggi dari lembaga yang menjadi objek penyidikan tentu harus diminta keterangan. Langkah itu dilakukan untuk membuat terang tindak pidana yang sedang didalami.
"Pihak-pihak mana pun akan dipanggil untuk membuat terang dari tindak pidana ini," kata Harli kepada Monitorindonesia.com, Senin (2/6/2025).
Monitorindonesia.com, telah berupaya mengonfirmasi kasus tersebut kepada Nadiem. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Nadiem belum memberikan respons.
Konfirmasi lewat chat WhatsAap tampak ceklis satu, padahal sebelumnya ceklis dua. Diduga Nadiem memblokir WhatsAap jurnalis Monitorindondonesia.com. Atau mungkin saja mengganti nomor telepon/WhatsAap.
Topik:
Kejagung Nadiem Makarim KemendikbudristekBerita Sebelumnya
Kejagung Cegah Tiga Stafsus Nadiem Makarim Keluar Negeri
Berita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
5 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB

Korupsi Blok Migas Saka Energi Naik Penyidikan, 20 Saksi Lebih Diperiksa!
29 September 2025 20:05 WIB