Dua Eks Menaker Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah akan Diperiksa KPK Terkait Kasus Pemerasan TKA


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kasus dugaan pemerasan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Dua mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah, akan diperiksa sebagai saksi.
Hanif dan Ida, saat ini menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2024–2029 dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Hanif pernah menjabat Menaker pada 2014-2019, serta Ida Fauziyah pada periode 2019-2024.
Kedua mantan menteri tersebut akan dimintai keterangan lantaran adanya dugaan penerimaan gratifikasi secara berjenjang dari staf hingga pimpinan tertinggi kementerian. Para tersangka yang ditetapkan mulai dari staf hingga selevel direktur jenderal (dirjen).
Sebagai informasi, KPK telah menetapkan delapan tersangka dari lingkungan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK) Kemnaker.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo mengatakan bahwa, delapan tersangka tersebut dijerat dengan pasal tindak pidana pemerasan dan gratifikasi.
"Tadi sudah saya sampaikan juga ya berjenjang dari Menteri HD sampai IF pasti akan kita klarifikasi terhadap beliau-beliau terhadap praktik yang ada di bawahnya, karena secara manajerial, beliau-beliau adalah pengawasnya," ujar Budi dalam konferensi pers, Kamis (5/6/2025).
Ia memastikan penyidik akan meminta klarifikasi apabila aliran uang hasil korupsi itu mencapai level paling atas Kemnaker. Penegak hukum juga akan mengklarifikasi semua bukti temuan saat penggeledahan.
Budi menyebutkan bahwa pimpinan tertinggi kementerian bakal diklarifikasi guna mengusut apabila praktik pemerasan maupun penerimaan gratifikasi itu berdasarkan sepengetahuan mereka atau tidak.
"Apakah praktik ini sepengetahuan atau seijin atau apa, perlu kami klarifikasi. Hal tersebut sangat penting untuk dilaksanakan sehingga nanti apa yang kita lakukan ke depan upaya pencegahan juga in line dari atasnya sampai bawah satu perintah bahwa itu menteri bersih, Insyallah bawahnya bersih," tuturnya.
Budi menjelaskan, pasal gratifikasi turut dikenakan kepada para tersangka sebagai langkah antisipatif apabila bukti yang diperoleh tidak cukup untuk dugaan pemerasan.
Selain itu, lanjut dia, penggunaan pasal tersebut juga diharapkan dapat membuka jalan untuk menjerat pejabat tertinggi di kementerian apabila bukti terkait berhasil ditemukan.
"Sehingga nanti kalau bisa sampai ke level paling tinggi di kementerian tersebut bisa mencakup unsur-unsur pasal yang dikenakan," terang Budi.
Adapun 8 orang tersangka yang dimaksud adalah:
- SH (Suhartono), Dirjen Binapenta dan PKK 2020-2023
- HY (Haryanto), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) 2019-2024 kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta dan PKK 2024-2025
- WP (Wisnu Pramono), selaku Direktur PPTKA 2017-2019
- DA (Devi Angraeni), selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA 2020-Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024-2025
- GTW (Gatot Widiartono), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK 2019-2021, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA 2019-2024, serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA 2021-2025
- PCW (Putri Citra Wahyoe), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024
- JMS (Jamal Shodiqin), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024
- ALF (Alfa Eshad), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024.
KPK menduga delapan tersangka tersebut melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing (TKA) yang ingin melakukan pekerjaan di Indonesia.
Sebagai informasi, agar bisa bekerja di Indonesia, calon pekerja migran dari luar negeri harus mendapatkan RPTKA. Sementara itu, RPTKA dikeluarkan oleh Ditjen Binapenta dan PKK.
Hingga saat ini, menurut Budi, KPK menduga total dana yang diterima para tersangka dan pegawai di Direktorat PPTKA, Ditjen Binapenta dan PKK, dari permohonan RPTKA telah mencapai Rp53,7 miliar.
"Bahwa penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan," pungkas Budi.
Topik:
kemnaker kpk kasus-pemerasan-tka