BPK Temukan Masalah Pengadaan Sewa EDC oleh PT Telkom-Bringin Gigantara Rp 64 Miliar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Juni 2025 13:48 WIB
PT Telkom Indonesia (TLKM) (Foto: Dok MI/Aswan)
PT Telkom Indonesia (TLKM) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI -  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan permasalahan substansial terkait mekanisme perikatan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan perjanjian dan pengakhiran perjanjian pada kegiatan sinergi dengan PT Bringin Gigantara.

Bahwa PT Telkom mencatat contract asset per 31 Maret 2020 sebesar Rp390.004.762.695,00 di antaranya atas Perjanjian Kerja Sama dengan PT Bringin Gigantara (BG) sebesar Rp64.455.026.041,80. 

PT BG (subsidiary dari BRI) merupakan Perusahaan Pengelola Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) yang secara resmi memperoleh Izin Resmi PJPUR dari Bank Indonesia pada tahun 2017. 

"PT Telkom bekerja sama dengan PT BG untuk pengadaan sewa 12.000 unit Electronic Data Capture (EDC) sebesar Rp 64.455.026.041,81 pada tahun 2018," tulis hasil pemeriksaan BPK tersebut sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Jumat (13/6/2025).

Hasil pengujian atas pelaksanaan pekerjaan tersebut menunjukkan terdapat permasalahan substansial terkait mekanisme perikatan kontrak, pelaksanaan   pekerjaan sesuai perjanjian dan pengakhiran perjanjian, yang dapat dijelas sebagai berikut.

1. Mekanisme yang tidak menguntungkan perusahaan

Rangkaian terjadinya perikatan antara PT Telkom dengan PT BG secara kronologis dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini

BPK Temukan Masalah Pengadaan Sewa EDC oleh PT Telkom-Bringin Gigantara Rp 64 Miliar

Analisi gambar tersebut menunjukan tanpa melakukan perencanaan teknis atas sistem EDC yang dibangun, PT Telkom telah menyampaikan penawaran empat hari setelah menerima harga dengan PT BG pada hari berikutnya;

Lalu, PT Telkom memulai kegiatan hanya berdasarkan Purchase Order (PO) dari PT BG yang menjadi dasar bagi PT Telkom untuk melakukan perikatan dengan Telkomsigma yang  menjadi lead integrator dalam kegiatan pengadaan dan kemudian Telkomsigma melakukan perikatan lagi dengan pihak ketiga lainnya;

Kemudian, penandatanganan kontrak utama PT Telkom dengan PT BG, yang secara prinsip berfungsi sebagai kontrak payung, dilaksanakan pada tanggal 26 Desember 2018 setelah PT Telkom melakukan perikatan kontrak dengan Telkomsigma (dan kemudian Telkomsigma melakukan perikatan dengan pihak ketiga) dan penanda tangan Berita Acara Pemeriksaan Perangkat EDC pada tanggal 23 Februari 2018;

Dan amandemen perubahan harga antara PT Telkom dan Telkomsigma hanya mengikat kedua belah pihak dan tidak terkait dengan PT BG, yang berarti adanya kenaikan harga proyek menjadi tanggungan dari PT Telkom.

"Atas praktik tersebut di atas, terdapat risiko besar dalam penggunaan skema bisnis tersebut. Pertama, perencanaan proyek tidak mempertimbangkan analisis teknis kelayakan proyek dan hanya memperhitungkan kelayakan bisnis dari sisi keuangan," tulis hasil pemeriksaan BPK.

Hal tersebut berdampak pada terjadinya amandemen perubahan harga antara PT Telkom dengan Telkomsigma, sebagai dampak dari adanya perubahan waktu menyesuaikan progres pekerjaan, yang harus ditanggung oleh PT Telkom dan mengurangi rencana pendapatan yang direncanakan dari awal. 

"Adanya perubahan waktu yang menyesuaikan progres pekerjaan terjadi karena tidak adanya kesepakatan yang jelas atas lokasi merchant untuk pemasangan. EDC," tulis hasil pemeriksaan BPK

PT Telkom tidak, lanjut hasil pemeriksaan BPK itu, mengevaluasi proposal sejumlah 12.000 merchant dari PT BG.

Kedua, secara substansi, tidak terdapat perbedaan antara suatu PO dengan kontrak yang keduanya dapat menjadi dasar dalam penginisiasian suatu perikatan kerja sama. 

Akan tetapi, PO adalah dokumen komersial sementara kontrak adalah dokumen yang terikat secara hukum sehingga PO tidak menjadi dokumen yang mengikat secara hukum sampai diterima oleh penjual. Sedangkan, kontrak adalah dokumen hukum sejak awal. 

Selain itu, lanjut hasil pemeriksaan BPK itu, bahwa dalam melakukan transaksi bisnis berisiko tinggi, penggunaan kontrak lebih menguntungkan karena memiliki nilai hukum yang lebih kuat, khususnya dalam mengidentifikasi tanggung jawab dan mengurangi risiko. 

Kontrak juga mendefinisikan standar kinerja yang jelas. Sering kali, saat menggunakan kontrak, PO harus digunakan bersamaan dengan kontrak atau PO akan mendukung pelaksanaan kontrak karena kontrak tidak menyebutkan kuantitas dan waktu pengiriman. 

"Sehingga, kontrak akan berfungsi sebagai perikatan payung yang akan menjadi dasar untuk memproses suatu atau beberapa pemesanan secara berkelanjutan selama dalam kerangka masa efektif kontrak," tulis hasil pemeriksaan BPK

Dengan demikian, praktik perikatan bisnis yang dilakukan oleh PT Telkom tersebut cenderung merugikan perusahaan karena mekanisme perikatan tidak didesain secara memadai dan jelas mengikat hak dan kewajiban sejak awal proses investasi. 

"Kegiatan investasi diikat secara lumpsum di awal dengan diwadahi PO sebelum terdapat kejelasan desain sistem, hak dan kewajiban, dan ukuran kinerja kontrak, yang berdampak terjadinya permasalahan berlarut-larut pada kegiatan investasi EDC," tulis hasil pemeriksaan BPK. 

2. Realisasi pemasangan EDC lebih kecil sebanyak senilai Rp3.740.109.090,90 unit dari perjanjian senilai Rp 3.740.109.090,90

PT Telkom telah memenuhi kewajiban unit EDC. Namun demikian, sampai dengan bulan Mei 2019, dari 12.000 unit EDC yang memberikan kontribusi pendapatan telah diserahkan ke PT BG hanya terpasang 9.476 unit (78,96%). 

Sehingga sebanyak 2.524 EDC senilai Rp3.740.109.090,90 yang sudah diadakan tidak terpasang dan tidak memberikan kontribusi pendapatan.

3. PT Telkom lambat dalam membuat tagihan untuk layanan tahun 2018 dan tidak menagih layanan sejak tahun 2019

DES PT Telkom telah melakukan penagihan atas layanan pemasangan dan sewa bulanan tahun 2018 secara sekaligus pada tanggal 1 Agustus 2019 sebesar Rp3.892.526.024,00. 

Alasan keterlambatan tersebut adalah lamanya proses verifikasi dan rekonsiliasi dokumen pendukung penerbitan penagihan dan terdapat koreksi dokumen mengikuti format dokumen standar yang harus dokumen-dokumen tersebut. 

Selain itu, sejak Januari 2019 PT Telkom sama sekali belum membuat penagihan karena perbedaan metode perhitungan antara PT Telkom dengan PT  BG.

4. PT Telkom dan Telkomsigma belum memperoleh pembayaran sesuai kontrak

PT Telkom melakukan sinergi dengan Telkomsigma sebagai mitra dalam 19 sama dengan PT SIK untuk penyediaan 12.000 EDC dan PT BDM untuk pelayanan managed service (pemasangan EDC, corrective maintenance, preventive maintenance dan penarikan EDC). 

"Atas kontrak dengan PT BG, PT Telkom telah mengeluarkan uang muka sebesar 15% atau Rp8.459.942.400,00 (sebelum PPN) kepada Telkomsigma," tulis hasil pemeriksaan BPK.

Namun demikian, PT Telkom baru menerima pembayaran sebesar Rp3.892.525.910,55 dari PT BG sebagai pembayaran tagihan bulan Februari 2018 sampai dengan Desember 2018. 

Telkomsigma selain menerima uang muka 15% dari nilai kontrak atau sebesar Rp8.459.942.400,00 dari PT Telkom juga melakukan pinjaman ke perbankan untuk pembiayaan pekerjaan pengadaan EDC. 

Telkomsigma telah membayar lunas pekerjaan pengadaan 12.000 EDC oleh PT SIK sebesar Rp17.781.818.181,81 pada tanggal 23 Mei 2018 (100% dari nilai kontrak). Sedangkan atas Tagihan PT BDM, Telkomsigma baru membayar lunas tagihan hingga 23 April 2019 senilai Rp2.253.567.709,00 pada 19 Juni 2019. 

"Telkomsigma belum membayar PT BDM atas pekerjaan yang sudah dilaksanakan namun belum ditagihkan setelah 23 April 2019 hingga sekitar bulan September 2019," tulis hasil pemeriksaan BPK.

Sesuai data Telkomsigma, estimasi nilai atas pekerjaan PT yang belum ditagihkan tersebut adalah sebesar Rp2.190.598.958,00.

Dengan demikian, sampai berakhirnya pemeriksaan tanggal 29 Desember 2022, Telkomsigma belum menerima pembayaran dari PT Telkom meskipun telah menyelesaikan pekerjaan dan melunasi tagihan ke SIK dan BDM. 

Pinjaman Telkomsigma ke perbankan adalah sebesar Rp19.419.818.280,00 yang dilakukan melalui dua kali pinjaman masing-masing sebanyak Rp17.781.818.280,00 pada tanggal 28 Mei 2018 dan Rp1.638.000.000,00 pada tanggal 19 Juni 2019. 

Cost of fund atas pinjaman terkait pekerjaan EDC ini hingga Desember 2022 adalah Rp4.543.622.283,00. 

Uraian di atas menunjukkan atas pekerjaan pengadaan tersebut membebani PT Telkom sebesar Rp4.567.416.489,45 (Rp8.459.942.400,00 Rp3.892.525.910,55) dan membebani Telkomsigma sebagai mitra PT Telkom minimal sebesar Rp16.119.065.773,81 (Rp17.781.818.181,81 Rp2.253.567.709,00 + Rp4.543.622.2 BP300-Rp8.459.942.400,00).

5) Pengakhiran perjanjian kerja sama dengan PT BG berlarut-larut

Pada 15 April 2020 PT BG mengirimkan surat Nomor B.747A/DIR/LEG/IV/2020 kepada Unit ES Banking Management Service 1 PT Telkom perihal pemberitahuan adanya peraturan Bank Indonesia yang membuat perjanjian kerja sama pengadaan sewa 12.000 unit EDC tidak dapat dilanjutkan. 

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/10/PBI/2019 tentang Pengelolaan Uang Rupiah menegaskan kegiatan usaha PJPUR hanya melakukan kegiatan jasa pengolahan uang Rupiah. 

Sehingga, PT BG sebagai PJPUR tidak diperkenankan untuk melanjutkan kontrak dengan perbankan terkait pelayanan EDC. Selanjutnya, PT BG tidak dapat memperpanjang kerja sama dengan PT Telkom sehubungan terbitnya PBI tersebut. 

"Namun, proses pemutusan perjanjian kerja sama tersebut belum menemui kesepakatan terkait hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selanjutnya, menurut perhitungan PT BG berdasarkan jumlah EDC yang beroperasi dari Januari 2019 hingga Februari 2020, PT BG hanya kurang membayar Rp4.401.945.662,00 (termasuk perhitungan denda-denda dan reimburse biaya simcard)," tulis hasil pemeriksaan BPK

Di lain pihak, PT Telkom akan berpotensi kehilangan pendapatan total sesuai kontrak sebesar Rp60.562.500.131,26 (Rp64.455.026.041,81 - Rp3.892.525.910,55) saat kontrak berakhir pada Maret 2023. 

"Hal tersebut tidak sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama antara PT Bringin Gigantara dengan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Nomor B.213/PERJ/DIR/LOG/2018 dan Nomor KTEL12-0947/HK810/DES-00/2018 tangal 26 Desember 2018 pada pasal 4, Biaya dan Tata Cara pembayaran poin 5 dan pasal 8 jangka waktu pekerjaan poin 1," tulis hasil pemeriksaan BPK.

Hal tersebut pun mengakibatkan pendapatan belum diterima PT Telkom atas layanan kepada PT BG yang belum ditagihkan hingga April 2020 minimal sebesar Rp14.585.963.050,35.

Lalu, PT Telkom juga terbebani biaya proyek sebesar Rp4.567.416.489,45 atas selisih diterima PT Telkom dari PT BG; uang muka dari PT Telkom ke Telkomsigma dan pembayaran yang telah diterima PT Telkom dan PT BG.

Selanjutnya, PT Telkom berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp60.562.500.131,26; Telkomsigma belum memperoleh pembayaran dari PT Telkom sesuai dengan layanan yang telah disampaikan kepada PT BG sebesar Rp11.575.443.490,81 dan menanggung biaya bunga minimal sebesar Rp4.543.622.283,00; dan Telkomsigma masih memiliki kewajiban minimal sebesar Rp2.190.598.958,00.

Permasalahan tersebut di atas terjadi karena DES PT Telkom belum melakukan pengelolaan risiko pada pekerjaan pengadaan sewa EDC yang memperhatikan batas waktu dan tindakan yang harus dilakukan sehubungan pengakhiran kerja sama apabila terjadi perselisihan; Kebutuhan monitoring dan pengawasan untuk pengakhiran perjanjian.

Lalu, Kejelasan hak dan kawajiban kedua belah pihak yang melakukan perikatan serta dampaknya atas pemenuhan hak dan kewajiban dalam sub kontrak; dan batas waktu proses verifikasi, rekonsiliasi, dan penyerahan dokumen pendukung sebagai dasar penerbitan penagihan;

BPK juga menyatakan bahwa penggunaan mekanisme pembayaran back too back antara PT Telkom dan subsidiaries cenderung merugikan likuiditas subsidiaries; dan tidak melakukan penagihan atas layanan yang telah diberikan PT Telkom kepada PT BG sesuai perjanjian.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar segera melakukan upaya-upaya yang optimal dalam berkoordinasi dan negosiasi dengan PT BG agar menyepakati solusi bersama untuk menghindari kerugian perusahaan yang lebih besar dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban para pihak.

Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023. 

Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025)  soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.

Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.

Topik:

BPK Telkom PT Bringin Gigantara Telkomsigma