BPK Temukan Kerugian Rp 295 M dari Transaksi Bisnis PINS dengan Pelanggan dan Mitra yang Terafiliasi Tiphone


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa transaksi bisnis PT PINS dengan pelanggan dan mitra yang terafiliasi Tiphone tidak sesuai ketentuan yang merugikan keuangan perusahaan sebesar Rp295.603.198.150,00.
Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan kepatuhan PT Telkom tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I).
Lebih rinci, BPK menjelaskan bahwa pada tahun 2021, PINS mencatat saldo penyisihan piutang sebesar Rp691.077.023.043,00, di antaranya adalah penyisihan piutang kepada PT Modern Mitraindo Telekomunikasi (PT MMT), PT Setia Utama Distrindo (PT SUD), dan PT Inter Pulsa Mandiri (PT IPM).
Piutang yang disisihkan tersebut merupakan piutang pelanggan PINS dalam transaksi bisnis penjualan e-voucher dan handset pada tahun 2019.
Skema bisnis yang dilakukan PINS terkait penjualan tersebut adalah PINS memperoleh Purchase Order dari pelanggan kemudian PINS melakukan pembelian barang dengan jumlah yang sama kepada mitra.
PINS akan memperoleh keuntungan dari selisih harga antara pelanggan dan mitra. PINS telah melakukan pembayaran kepada mitra (PT Sejahtera Multi Media, PT Perdana Mulia Makmur, dan PT Poin Multimedia Nusantara) sebesar Rp289.764.946.191,00.
Atas pembelian tersebut, PINS menjual E-Voucher dan Handset kepada Customer (PT MMT, PT SUD, PT IPM) sesuai dengan Purchase Order yang telah diterima.
"Namun sampai saat ini PINS belum memperoleh seluruh penerimaan kas dari customer atas transaksi tersebut walaupun telah selesai dan diserahterimakan sehingga masih terdapat piutang sebesar Rp295.603.198.150,00," tulis hasil pemeriksaan tersebut sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Senin (16/6/2025).
Penelusuran lebih lanjut diketahui bahwa kepemilikan perusahaan mitra dan customer, diindikasikan terdapat hubungan kepemilikan antara PINS, Tiphone, mitra dan customer.
Tabel di atas menunjukkan adanya keterkaitan antar perusahaan dan kemungkinan konfiik kepentingan di antara para puhak yang terlibat dengan transakst tersebut.
Selain itu, dalam pelaksanaan kerja sama ini, risiko gagal bayar oleh customer belum dimitigasi oleh PINS dengan belum disediakannya jaminan pembayaran oleh customer yang valid dan dapat dicairkan.
"PINS telah melaksanakan kewayiban pembayaran kepada mitra dan pengiriman barang pesanan customer namun PINS belum menerima seluruh pembayaran hasil penjualan dart customer," lanjut BPK.
Hal-hal tersebut di atas tidak sesuai dengan Prinsip Business Judgement Rules yang diatur dalam Pasal 97 ayat (5) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. "Praktik tersebut di atas tidak memenuhi persyaratan-persyaratan business yudgment rules antara lain keputusan yang diambil dan dilaksanakan sesua) dengan hukum yang berlaku, dilakukan dengan kehati-hatian (due care), dan dilakukan dengan cara terbaik (dest interest) bagi perseroan," jelas BPK.
Lalu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PFR-15 MBU/2012 tanggal 25 September 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara pada Pasal 2 ayat (1) poin f menyatakan bahwa pengadaan barang dan jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip akuntabel, berarti harus mencapai sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menjauhkan dari potensi penyalahgunaan dan penyimpangan.
Kemudian, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN Pasal 25 Ayat (1) dan (2),
Dan tidak sesuai dengan Peraturan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telkom Nomor PD 614 00/r.01/HK 200/COP-D0030000/2021 tentang Manajemen Risiko Perusahaan (Telkom Enterprise Risk Management) pada Pasal 16 tentang Tanggung Jawab Pimpinan Unit/Senor Leader; dan Kontrak-kontrak terkait permasalahan-permasalahan.
"Hal tersebut mengakibatkan PINS menanggung kerugian keuangan sebesar Rp295 603.198.150,00," jelas BPK.
Menurut hasil pemeriksaan BPK, bahwa hal tersebut terjadi karena Direksi PINS terindikasi lalai dalam melakukan perikatan dengan pelanggan dan mitra yang memiliki hubungan terafiliasi dan berisiko terjadinya konflik kepentingan di antara para pihak yang terlibat dalam transaksi.
Mengendalikan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak, dan mengantisipasi msiko gagal bayar oleh customer dengan tidak meminta adanya persyaratan jaminan pembayaran oleh customer yang valid dan dapat dicairkan
Atas hal tersebut, PT Telkom sependapat dengan temuan BPK dan menjelaskan bahwa langkah—langkah yang akan dilakukan yaitu mengikuti jadwal homologasi PKPU TELE dan mengirimkan surat peringatan pelunasan piutang secara periodik Selain itu akan dilakukan penyusunan dan pembaruan kebyakan yang berlaku di perusahaan
Sementara BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Telkom agar mengenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Direkss PINS atas transaksi bisnis peryualan e-voucher dan handset yang terindikasi lalai dalam perikatan sehingga merugikan keuangan perusahaan,
Laly, menyusun rencana dan mengendalikan pelaksanaan kontrak di seluruh Telkom Group secara memadai termasuk dalam mengenakan denda keterlambatan sesua) kesepakatan dalam kontrak, dan berkoordinasi dengan Kementenan BUMN untuk melaporkan permasalahan ini kepada Aparat Penegak Hukum.
Adapun Direktur Utama (Dirut) PT Telkom, Ririek Adriansyah, pada 10 April 2023 silam menyatakan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK RI dengan target waktu 30 September 2023.
Namun saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Selasa (10/6/2025) soal apakah rekomendasi tersebut telah selesai ditindaklanjuti, Ririek tidak menjawab.
Sementara Assistant Vice President External Communication PT Telkom Indonesia, Sabri Rasyid, menyatakan pihaknya akan selalu menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. "Yang pasti Telkom akan selalu menindaklajuti temuan dan rekomendasi BPK," kata Sabri kepada Monitorindonesia.com.
Topik:
BPK Telkom PT PINS Temuan BPKBerita Sebelumnya
Membidik Dugaan Pidana Tambang Nikel Raja Ampat
Berita Selanjutnya
KPK Ungkap Modus Suap/Gratifikasi Dalam Proses PPDB
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
1 Oktober 2025 12:32 WIB

Gandeng Pandawara, Telkom Gelar River Clean Up di Sungai Cioray Bandung
25 September 2025 17:19 WIB

APH Didesak Usut Temuan BPK soal Belanja Dinas di Sekwan Purwakarta Rp 468 Juta Tak Didukung SPJ
17 September 2025 23:57 WIB