Apa Kabar Temuan BPK Sewa Wisma Mulia I oleh OJK Rugikan Negara Rp 349 Miliar?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Juli 2025 21:05 WIB
Loby Wisma Mulia I (Foto: Dok MI/Istimewa)
Loby Wisma Mulia I (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023, mengindikasikan bahwa biaya sewa gedung Wisma Mulia I periode 17 Januari 2017 sampai 16 Januari 2021, yang tidak dimanfaatkan, belum dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp394,1 miliar.

Dalam rapat bersama Komisi XI DPR pada Juni 2024 sialm, temuan BPK ini juga menjadi sorotan Anggota Komisi XI Melchias Marcus Mekeng.

Dia menilai OJK telah membiarkan uang yang ditarik dari publik keluar begitu saja alias tanpa pertanggung jawaban. “Ini sangat memalukan,” kata Mekeng.

Dia juga meminta OJK ditutup kalau masalah ini tak segera diselesaikan. “Ini sangat memalukan. Kalau tahun ini tak diselesaikan, saya yakin tahun depan disclaimer. Dan kalau sudah disclaimer, tutup ini OJK karena tak proper," jelasnya.

Kala itu, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Sentosa sempat memastikan institusinya akan menyelesaikan masalah ini. Dia menyebut timnya juga telah berdiskusi dengan manajemen Wisma Mulia I. 

Aman berharap pada triwulan I 2025, OJK dan manajemen Wisma Mulia I sudah menemukan opsi penyelesaian atas polemik ini. “Opsi-opsi terbaik yang disepakati bersama untuk melakukan pemulihan atas uang sewa tersebut,” kata Aman.

Monitorindonesia.com, pada Sabtu (12/7/2025) telah mengonfirmasi hal tersebut kepada Kepala Bagian Humas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dody Ardiansyah. Soal apakah masalah sebagaimana temuan BPK itu telah diselesaikan? Dody tidak menjawab.

Temuan BPK selengkapnya

Diketahui bahwa OJK menyewa Gedung Wisma Mulia berdasarkan Surat Perjanjian Nomor SPJ-01/MS.4/PPK/PSGKPWISMA MULIA I /2016 tanggal 27 Desember 2016 dengan PT Sanggarcipta Kreasitama (SCKT) yang ditandatangani oleh Deputi Komisioner Manajemen Strategis JIB selaku Pejabat Pembuat Komitmen OJK dan Direktur Utama SCKT.

Wisma Mulia 1

OJK telah melunasi sewa Gedung Wisma Mulia 1 sebesar Rp412.308.289.800,00 pada awal masa kontrak dan service charge sebesar Rp57.053.801.112,00 atau seluruhnya sebesar Rp469.362.090.912,00. 

Realisasi pembayaran sewa Gedung Wisma Mulia 1 dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 2016, sedangkan service charge dibayarkan dalam dua kali pembayaran sesuai invoice tanggal 12 Februari 2018 sebesar Rp44.854.415.760,00 dan tanggal 17 Maret 2018 sebesar Rp12.199.385.352,00. 

Sewa atas gedung Wisma Mulia 1 dilakukan berdasarkan Keputusan Rapat Dewan Komisioner (KRDK) Nomor 155/KRDK/2016 tanggal 30 November 2016 yang antara lain menetapkan untuk melakukan sewa dengan opsi membeli atas gedung Wisma Mulia 1 dengan tujuan agar segera terdapat gedung Kantor Pusat pada lokasi yang terpadu yang dapat menampung seluruh pegawai OJK. 

Selanjutnya KRDK Nomor 157/KRDK/2016 tanggal 14 Desember 2016 menetapkan  untuk mengubah keputusan yang semula akan menyewa dengan opsi membeli Gedung Wisma Mulia I, menjadi sewa dengan opsi beli hanya untuk Gedung Wisma Mulia 1. 

Sampai dengan berakhirnya masa kontrak yaitu pada Januari 2021 Gedung Wisma Mulia 1 yang disewa seluas 50.649,54 m2 dengan nilai sewa sebesar Rp412.308.289.800,00 tidak dimanfaatkan. 

Maka BPK merekomendasikan kepada Ketua Dewan Komisioner agar mempertanggungjawabkan sewa gedung Wisma Mulia 1 yang tidak dimanfaatkan. 

Atas rekomendasi tersebut OJK berupaya menindaklanjuti. Berdasarkan Kajian Hukum mengenai temuan BPK terkait pengadaan sewa gedung Menara Merdeka, Gedung Wisma Mulia 1 dan Gedung Wisma Mulia 2 sebagai Kantor Pusat OJK yang disusun tanggal 14 Januari 2020 diketahui bahwa Keputusan OJK yang dituangkan dalam KRDK Nomor 75/2018 untuk tidak memanfaatkan gedung Wisma Mulia 1 telah didasarkan pada pertimbangan untuk meminimalisir pengeluaran OJK yang lebih besar dalam penyediaan kantor pusat OJK akibat dari sesuatu yang terjadi diluar asumsi sebelumnya yaitu telah diperpanjangnya penggunaan gedung Menara Radius Prawiro-Bank Indonesia dan gedung Sumitro Djojohadikusumo-Kementerian Keuangan. 

Hal ini merupakan suatu tindakan penghematan dan penyelamatan keuangan negara/anggaran OJK, karena dalam perhitungan OJK dapat menghemat pengeluaran uang untuk sewa ruang kantor di gedung Wisma Mulia 1.

Lalu, upaya negosiasi dengan SCKT mengenai pengembalian sewa gedung Wisma Mulia 1 dan tidak lagi membayar biaya service charge sampai dengan berakhirnya masa sewa, negosiasi terkait konversi biaya sewa dan service charge gedung Wisma Mulia 1 yang telah dibayarkan menjadi biaya perpanjangan sewa atas gedung Wisma Mulia 2. Namun, kedua upaya yang telah diajukan oleh OJK tersebut tidak disetujui oleh SCKT. 

Salah satunya dikarenakan SCKT berbeda badan hukum dengan pengelola Gedung Wisma Mulia 2; dan 

Kemudian OJK juga telah mengupayakan pengalihan sewa gedung Wisma Mulia 1 (sublease) kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). 

Namun upaya sublease tersebut tidak dapat terlaksana karena sumber anggaran OJK dibatasi pada APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan sebagaimana ketentuan Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 21/2011, sehingga OJK tidak dapat menerima pendapatan berupa biaya pengalihan sewa yang dibayarkan oleh BPKH. Sehingga upaya sublease pun tidak dapat dilaksanakan oleh OJK. 

Berdasarkan Surat Ketua Dewan Audit kepada Anggota JI BPK Nomor SR3/D.06/2022 tanggal 29 Juni 2022 hal tindak lanjut rekomendasi BPK diketahui OJK sudah tidak ada lagi pertimbangan kemendesakan untuk memindahkan pegawai sebagai akibat adanya perpanjangan penggunaan gedung Menara Radius Prawiro Bank Indonesia dan gedung Sumitro Djojohadikusumo-Kementerian Keuangan.

Upaya gugatan perdata pembatalan perjanjian sewa Gedung Wisma Mulia 1. Atas hal tersebut kemudian SCKT juga mengajukan gugatan perdata. 

Atas tindak lanjut tersebut, BPK menyatakan bahwa status rekomendasi belum sesuai karena OJK belum mempertanggungjawabkan sewa Gedung Wisma Mulia 1 yang tidak dimanfaatkan, yang berindikasi kerugian pada keuangan OJK. 

Hal yang mendasari tidak dimanfaatkannya sewa Gedung Wisma Mulia 1 adalah KRDK Nomor 75/KRDK/2018 tanggal 11 Juli 2018 yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner Periode Tahun 2017 sampai dengan 2022 yang memutuskan bahwa Dewan Komisioner menyetujui antara lain: tetap menggunakan Gedung Menara Radius Prawiro-Bank Indonesia dan Gedung Sumitro Djojohadikusumo-Kementerian Keuangan dengan pertimbangan biaya yang lebih rendah (least cost). 

Lalu, melaksanakan pemanfaatan ruang kantor sewa di Gedung Wisma Mulia yang mendasarkan kepada metode /east cost, yaitu penggunaan seluruh lantai yang disewa di Gedung Wisma Mulia 2 sampai dengan tahun 2022; tidak melaksanakan Opsi Beli Gedung Wisma Mulia 1; dan melakukan upaya-upaya dalam rangka penyediaan kantor pusat yang mandiri dalam satu lokasi terpadu sesuai kemampuan keuangan OJK. 

Sementara hasil penelusuran lebih lanjut diketahui bahwa sampai dengan tahun 2022 perjanjian sewa Gedung Wisma Mulia I tersebut sedang dalam perkara kasasi di pengadilan, dengan status hukum: Perkara Banding Nomor 607/PDT/2021/PT.DKI jo Perkara Register Nomor 373/PDT.G/2020/PN.JKT.SEL di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). 

Lantas, OJK mengajukan gugatan pembatalan perjanjian dan pengembalian sewa dan service charge sebesar Rp469.362.090.912,00. PN Jaksel telah memutuskan bahwa gugatan OJK ditolak. 

Selanjutnya OJK menyatakan Pernyataan Kasasi pada 21 Februari 2022 dan mendaftarkan Memori Kasasi pada 07 Maret 2022. 

Kemudian, perkara Register Nomor 435/PDT.G/2020/PN.JKT.PST di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). PT SCKT melakukan gugatan balik kepada OJK. 

PN Jakpus pada 7 September 2021 telah memutuskan bahwa Perjanjian Sewa Gedung Wisma Mulia 1 sah secara hukum dan OJK telah melakukan wanprestasi karena tidak membayar service charge. 

Pengadilan menghukum OJK untuk membayar service charge sebesar Rp131.065.814.228,00 serta membayar bunga sebesar 6% per tahun dari jumlah service charge termasuk PPN sebesar 10% kepada PT SCKT.  Selanjutnya OJK mengajukan upaya banding dengan register perkara Nomor 723/PDT.G/2021/PT.DKI.JKT. 

Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa OJK dan PT SCKT menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi secara damai. 

Dalam Akta Perjanjian Perdamaian dihadapan Notaris Julius Purnawan, SH., MSi. Nomor 34 tanggal 31 Maret 2022, materi perjanjian perdamaian tersebut pada pokoknya adalah OJK dan PT SCKT tidak akan melanjutkan upaya hukum atas perjanjian tersebut dan OJK tidak harus membayar service charge sebesar Rp131.065.814.228,00, bunga 6% per tahun dari jumlah service charge tersebut termasuk PPN sebesar 10% dan membayar biaya perkara. 

Lalu, OJK dan PT SCKT secara simultan atau bersamaan akan mencabut gugatan perkara di PN Jaksel maupun PN Jakpus dengan jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender; OJK memperpanjang sewa Wisma Mulia 2 selama empat tahun dengan membayar sewa tiga tahun (free satu tahun) dan membayar service charge setiap tahun yang pembayarannya dilakukan per tahun. 

OJK telah mencabut gugatan perkara di PN Jakpus pada I1 April 2022 dan upaya banding di PN Jaksel pada 13 April 2022. 

Berdasarkan perjanjian perdamaian tersebut, OJK mendapatkan kompensasi biaya sewa gedung Wisma Mulia 2 selama 1 tahun sebesar Rp75.260.051.328,00.  Namun demikian, indikasi kerugian pembayaran sewa Gedung Wisma Mulia 1 sebesar Rp412.308.289.800,00 dan service charge sebesar RpS7.053.801.112,00 belum dipulihkan sepenuhnya. 

Sedangkan untuk pembebasan kewajiban OJK untuk membayar service charge sebesar Rp131.065.814.228,00 tidak dapat dikompensasikan ke dalam nilai sewa Gedung Wisma Mulia 1 karena dalam surat perjanjian pengadaan sewa Gedung Kantor Pusat OJK di Gedung Wisma Mulia 1 terdiri sewa Gedung Wisma Mulia sebesar Rp412.308.289.800.00 dan service charge sebesar Rp196.560.734.832,00 dengan total sebcsar Rp Rp608.869.024.632,00. 

"Dengan demikian, sewa Gedung Wisma Mulia 1 dan service charge yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp394.102.039.584,00 (Rp412.308.289.800,00 + Rp57.053.801.112,00 - R+75.260.051,328,00)," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaiman diperoleh Monitorindonesia.com, Sabtu (12/7/2025).

Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan pada Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial; dan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK pada: Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam hasil pemeriksaan setelah hasil pemeriksaan diterima; 

Pasal ayat (2) yang menyatakan bahwa tindak lanjut atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa jawaban atau penjclasan atas pelaksanaan tindak lanjut yang dilampiri dengan dokumen pendukung; dan ayat (3) yang menyatakan bahwa tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada BPK paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasi! pemeriksaan diterima. 

Lalu Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam hal tindak fanjut atas rekomendasi tidak dapat dilaksanakan dalam jangha waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pejabat wajib membcrikan alasan yang sah. 

Tak hanya itu, juga tidak sesuai dengan SEDK Nomor 1/SEDK.06/2022 tentang Pendampingan Auditor Eksternal di OJK pada Romawi IX angka | yang menyatakan bahwa Deputi Komisioner dan Kepala Satuan Kerja terkait bertanggung jawab menindaklanjuti temuan dan rekomendasi atas temuan Auditor Eksternal sesuai dengan Rencana Aksi yang telah ditetapkan. 

"Hal tersebut mengakibatkan indikasi kerugian negara sebesar Rp394.102.039.584,00," ungkap BPK.

Hal tersebut disebabkan oleh Dewan Komisioner OJK lalai dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk menyikapi Keputusan Rapat Dewan Komisioner Nomor 75/KRDK/2018 tanggal 11 Juli 2018 yang memutuskan tidak memanfaatkan Gedung Wisma Mulia 1; dan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK lalai dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk mempertanggungjawabkan sewa gedung Wisma Mulia 1 yang tidak dimanfaatkan. 

Atas hal tersebut, OJK memberikan tanggapan bahwa sebagai tindak lanjut OJK akan menyampaikan surat tanggapan dari Ketua Dewan Komisioner. 

Tanggapan penjelasan tersebut akan dilengkapi dengan tanggapan penjelasan OJK sebelumnya melalui Surat Ketua Dewan Audit Nomor SR-3/D.06/2022 tanggal 29 Juni 2022 hal tindak lanjut rekomendasi BPK beserta dokumen pendukung. 

Adapun BPK merekomendasikan kepada Dewan Komisioner OJK agar menetapkan langkah-langkah strategis dan solutif untuk menyikapi Keputusan Rapat Dewan Komisioner Nomor 75/KRDK/2018 tanggal 11 Juli 2018 yang memutuskan tidak memanfaatkan Gedung Wisma Mulia 1; dan Ketua Dewan Komisioner OJK agar memerintahkan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK melakukan langkah-langkah strategis untuk memulihkan indikasi kerugian negara sebesar Rp 394.102.039.584,00.

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Topik:

OJK BPK DPR Wisma Mulia 1