Ibrahim Arief Dijemput Paksa Kejagung Terkait Korupsi Laptop Chromebook

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 15 Juli 2025 17:16 WIB
Ibrahim Arief (IA)saat tiba di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (12/6/2025)
Ibrahim Arief (IA)saat tiba di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (12/6/2025)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menjemput paksa terhadap Ibrahim Arief, konsultan perorangan rancangan perbaikan infrastruktur teknologi manajemen sumber daya sekolah pada Kemendikbudristek, Selasa (15/7/2025).

Adapun Ibrahim sempat diperiksa Kejagung sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019—2022. Ibrahim tampak tiba di Gedung Jampidsus Kejagung pada Selasa siang, sekitar pukul 14.35 WIB. Ia yang mengenakan pakaian hitam ini terlihat turun dari mobil operasional Kejagung, dan langsung dibawa masuk ke Gedung oleh tiga orang penyidik.

Tak berselang lama, pengacara Ibrahim, Indra Haposan Sihombing, tiba di Gedung Jampidsus Kejagung.  Dalam kesempatan itu, Indra membenarkan kliennya tersebut dijemput paksa oleh pihak Kejagung. "Iya, hari ini benar dijemput,” ucap Indra yang kemudian masuk ke dalam Gedung Jampidsus Kejagung.

Sebelumnya, Ibrahim Arief sempat dua kali diperiksa Kejagung terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook Kemendikbudristek. Pemeriksaan pertamanya digelar pada Kamis (12/6/2025) dan pemeriksaan kedua pada Selasa (8/7/2025).

Kasus dugaan korupsi proyek Chromebook ini telah masuk tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek tersebut dilaksanakan saat Nadiem masih menjabat sebagai Mendikbudristek.

Berdasarkan konstruksi perkara, Kemendikbudristek pada 2020 menyusun program pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Namun, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menemukan berbagai kendala, termasuk ketergantungan pada jaringan internet yang belum merata.

Kajian awal dalam Buku Putih merekomendasikan sistem operasi Windows. Namun, pada pertengahan 2020, rekomendasi tersebut berubah menjadi Chrome OS/Chromebook. Tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian yang mengunggulkan Chromebook secara tidak objektif.

Nilai proyek ini mencapai Rp9,98 triliun, terdiri dari anggaran bantuan TIK sebesar Rp3,58 triliun (2020–2022) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp6,39 triliun. Hingga kini, penyidik Jampidsus masih berkoordinasi dengan auditor untuk menghitung potensi kerugian negara dari proyek tersebut.

Topik:

Kejagung