Temuan BPK di OJK: Pemenuhan MIM BPD sebesar Rp 3 T Berpotensi Tidak Tercapai


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa target pemenuhan Modal Inti Minimum (MIM) sebesar Rp3 triliun untuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) hingga 31 Desember 2024, berpotensi tidak tercapai. Hal itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (LKOJK) Tahun 2023 dengan nomor 16.a/LHP/XV/05/2024 tanggal 3 Mei 2024.
Menurut BPK, hal itu buntut daripada pengaturan pemenuhan modal inti minimum BPD dan batas waktu pemenuhannya tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan pemerintah daerah.
BPK menjelaskan, Laporan Operasional OJK per 31 Desember 2023 Audited menyajikan saldo akun Pendapatan periode tahun 2023 sebesar Rp8.120.140.406.104,00. Saldo tersebut meningkat sebesar Rp638.823.539.854,00 atau meningkat sebesar 8,54 % dibandingkan tahun sebelumnya.
Pendapatan tersebut terdiri dari biaya registrasi dan aksi korporasi, biaya tahunan, sanksi denda dan pengelolaan pungutan. Biaya tahunan berasal dari sektor jasa keuangan perbankan, pasar modal, industri keuangan non bank.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK beberapa permasalahan yakni tidak terdapat perbedaan pengaturan MIM antara BPD dan Bank serta terdapat perbedaan pengaturan batas waktu pemenuhan Modal Inti Minimum antara Bank Umum Non BPD dan BPD.
"Kondisi tersebut mengakibatkan pemenuhan MIM BPD sebesar Rp3 triliun sampai dengan 31 Desember 2024 berpotensi tidak tercapai; dan BPD berpotensi tidak dapat mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah melalui kegiatannya sebagai bank," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Rabu (16/7/2025).
Hal tersebut, menurut BPK, disebabkan Dewan Komisioner OJK tidak cermat dalam menetapkan POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tanpa memperhatikan tujuan pendirian dan fungsi BPD untuk mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, kebijakan otonomi daerah, serta perbedaan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah selaku pemilik BPD dalam pengaturan pemenuhan MIM dan batas waktu pemenuhannya antara BPD dan Bank Umum selain BPD.
Dan disebabkan Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan tidak cermat dalam mengusulkan POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tanpa memperhatikan tujuan pendirian dan fungsi BPD untuk mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, kebijakan otonomi daerah, serta perbedaan kemampuan kcuangan Pemerintah Daerah selaku pemilik BPD dalam pengaturan pemenuhan MIM dan batas waktu pemenuhannya antara BPD dan Bank Umum selain BPD.
Tanggapan OJK
Atas permasalahan tersebut OJK memberikan tanggapan bahwa penyusunan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang Konsolidasi Bank Umum memiliki urgensi yang cukup tinggi, mengingat topik konsolidasi Bank Umum telah menjadi policy statement baik Ketua OJK dan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) yang harus segera ditindaklanjuti.
Lalu, perubahan ekosistem perbankan yang saat ini berkembang sangat pesat perlu didukung dengan kemajuan teknologi keuangan yang menuntut penguatan kelembagaan industri perbankan baik dari sisi skala usaha maupun permodalan; telah terdapat growing awareness dan menjadi concern dari industri perbankan bahwa OJK akan mengeluarkan ketentuan untuk mendorong konsolidasi perbankan; d topik konsolidasi Bank Umum telah menjadi perhatian luas media (media darliny).
Dan pengawas memerlukan payung pengaturan terhadap tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan terkait dengan konsolidasi Bank Umum antara lain aktivitas penggabungan/peleburan/pengambilalihan beberapa bank.
Terhadap BPD, OJK sangat menyadari kekhususan fungsi yang diemban oleh BPD. Namun perlu disadari bahwa, sebayaimana UU tentang Perbankan, BPD adalah Bank Umum yang secara regulasi tidak ada perbedaan khusus/spesitik di antara Bank Umum lain yang Non BPD.
Namun demikian, dalam penyusunan POJK Konsolidasi termasuk paska penerbitan, OJK melakukan Upaya untuk mendorong BPD memenuhi sejumlah ketentuan dimaksud yakni: pemberian jangka waktu pemenuhan MIM Rp3 triliun bagi BPD adalah paling lambat 31 Desember 2024, atau lebih lama 2 (dua) tahun dibanding Bank Umum lain Non BPD (31 Desember 2022).
Pertemuan dengan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri terkait skema konsolidasi bank umum dan pemenuhan MIM bagi BPD pada tanggal 15 Januari 2020 dan 5 Februari 2020, dengan pembahasan sebagai berikut:
a) OJK menginformasikan rencana pengaturan mengenai konsolidasi bankumum dan pemenuhan MIM, termasuk dampak pengaturan terhadap BPD;
b) Pada prinsipnya Kemendagri sependapat dengan rencana pelaksanaan konsolidasi bank umum serta peningkatan MIM dalam rangka memperkuat struktur, ketahanan dan daya saing perbankan, dengan beberapa concern yaitu:
(1) Tujuan pendirian BPD sebagai public service, sumber pendapatan asli daerah, dan agent of regional development;
(2) Agar diberikan ‘ruang’ untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan masingmasing BPD mengenai rencana pemenuhan skema konsolidasi dan MIM dengan jadwal/tahapan sebagai berikut:
(a) Tahun ke-1: sosialisasi dengan PSP’PS masing-masing BPD;
(b) Tahun ke-2: pembahasan anggaran dan permintaan persetujuan APBD;
(c) Tahun ke-3: efektif penambahan modal sesuai MIM; dan
(d) Tahapan concern Kemendagri sebagaimana angka 2 tersebut telah sesuai RPOJK. Dalam RPOJK Konsolidasi Bank Umum telah diatur bahwa bank milik Pemerintah Daerah wajib memenuhi MIM sebesar Rp3 Triliun paling lambat 31 Desember 2024, oleh karena itu, BPD akan memiliki cukup waktu dalam memenuhi MIM.
3) BPD dapat memilih upaya penguatan permodalan, baik dengan memenuhi MIM Rp3 triliun atau melakukan upaya konsolidasi lain, termasuk menjadi anggota Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bank lain, atau menjadi anggota KUB BPD lain (antar BPD), dengan cukup menyediakan MIM sebesar Rp 1 triliun.
OJK telah melakukan beberapa kali audiensi dengan Pengawas dan BPD terkait baik secara surat menyurat maupun offline (rapat) dengan melibatkan pengurus dan pemegang saham, serta telah terdapat panduan pembentukan dan pengelolaan KUB bagi BPD.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan kepada Dewan Komisioner OJK agar meninjau dan mengevaluasi POJK Nomor 12/POJK.03/2020 khususnya pengaturan tentang besaran dan batas waktu pemenuhan MIM BPD dengan memperhatikan tujuan pendirian dan fungsi BPD untuk mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, kebijakan otonomi daerah, serta memperhatikan perbedaan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah; dan
Ketua Dewan Komisioner OJK agar menginstruksikan Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan untuk mengusulkan penyempurnaan POJK Nomor 12/POJK.03/2020 khususnya pengaturan tentang besaran dan batas waktu pemenuhan MIM BPD dengan memperhatikan tujuan pendirian dan fungsi BPD untuk mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, kebijakan otonomi daerah, serta) memperhatikan perbedaan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah.
Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi dan meminta tanggapan kepada Kepala Bagian Humas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dody Ardiansyah saol apakah semua temuan BPK di tahun itu sudah ditindak lanjuti? Sayannya, hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Dody belum memberikan respons.
Topik:
BPK OJK Otoristas Jasa Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Temuan BPKBerita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
18 jam yang lalu

KPK akan Periksa Semua Anggota Komisi XI DPR (2019-2024) soal Korupsi CSR BI, Ini Daftarnya
20 jam yang lalu