Eks Dirut Bank BJB Yuddy Renaldi: Tersangka di KPK dan Kejagung


Jakarta, MI - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR) atau Bank BJB, Yuddy Renaldi menyandang status tersangka di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di Kejagung, Yuddy ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang merugikan negara Rp 1,08 triliun. Sementara di KPK, Yuddy sebagai tersangka korupsi pengadaan iklan bank BJB yang merugikan negara Rp 222 miliar.
Menyoal itu, KPK akan berkoordinasi dengan Kejagung. Jubir KPK Budi Prasetyo mengatakan koordinasi akan dilakukan agar proses hukum terhadap Yuddy dapat berjalan baik.
Adapun KPK telah mengumumkan Yuddy sebagai tersangka untuk kasus pengadaan iklan BJB pada 13 Maret 2025. "Tentunya akan dilakukan koordinasi, agar proses hukum keduanya tetap dapat berjalan dengan baik," kata Budi, Selasa (22/7/2025).
Budi menjelaskan dalam perkara ini masih berjalan pemeriksaan saksi. Perkembangan lebih lanjut seperti terkait penahanan akan disampaikan ketika waktunya.
"Saat ini masih berjalan pemeriksaan para saksi untuk melengkapi berkas perkara. Seperti apa konstruksi lengkap perkaranya, pihak-pihak yang ditetapkan tersangka dan penahanannya, kami akan update perkembangannya," katanya.
Korupsi Bank BJB
Secara perlahan, duduk perkara dugaan korupsi di lingkungan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau Bank BJB mulai terkuak.
Kasus yang menyeret mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil itu berkaitan dengan manipulasi dana iklan. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menjelaskan, rasuah di lingkungan Bank BJB berkaitan dengan dana iklan.
Kerugian negara yang ditimbulkan sejauh ini ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah. ”Terkait dugaan korupsi pengadaan iklan,” katanya lewat keterangan singkat, Selasa (11/3/2025).
Secara rinci, KPK meningkatkan status perkara Bank BJB dari penyelidikan ke penyidikan per 27 Februari 2025. Hal ini ditempuh dengan penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik). Namun, tak diketahui apakah sprindik tersebut bersifat umum atau sudah ada tersangkanya.
Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung C1 KPK membenarkan perihal penerbitan sprindik untuk kasus dugaan korupsi di Bank BJB. KPK pun mengatakan siap berkoordinasi dan bekerja sama dengan penegak hukum lain apabila menangani perkara serupa.
Pada Senin (10/3/2025), KPK mulai menggeledah sejumlah lokasi yang berkaitan dengan dugaan korupsi di Bank bjb. Salah satunya adalah rumah milik mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Bandung.
Didasari keterangan saksi, maka perlu geledah untuk memastikan ada atau tidaknya kaitan dengan perkara dan juga membuat terang perkara BJB.
Menurut Setyo, penggeledahan rumah Ridwan Kamil didasarkan pada keterangan saksi-saksi. Penyidik lantas menggeledah rumah Kamil untuk memastikan keterkaitannya dan membuat terang perkara Bank BJB.
”Didasari keterangan saksi, maka perlu geledah untuk memastikan ada atau tidaknya kaitan dengan perkara dan juga membuat terang perkara bjb,” katanya.
Ridwan Kamil lewat keterangan tertulis membenarkan perihal penggeledahan rumahnya oleh penyidik KPK. Ia mengaku kooperatif dan mendukung kebutuhan KPK secara profesional.
Akan tetapi, Kamil enggan mendahului penjelasan penyidik soal barang yang disita serta keterkaitannya. ”Hal-hal terkait lainnya kami tidak bisa mendahului tim KPK dalam memberikan keterangan. Silakan insan pers bertanya langsung kepada tim KPK,” katanya.
Data penyidikan sudah beredar di dunia maya. Data itu berupa laporan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap sejumlah kegiatan Bank BJB tahun 2021-2023. Salah satu kegiatannya adalah rencana dan realisasi anggaran produk dan belanja iklan.
5 tersangka di kasus ini adalah Yuddy Renaldi (YR) selaku mantan Dirut BJB; Widi Hartoto (WH) selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary BJB; Ikin Asikin Dulmanan (ID) selaku Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Suhendrik (S) selaku Pengendali PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) dan PT BSC Advertisin; dan Sophan Jaya Kusuma (SJK) selaku Pengendali Agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB
Korupsi Sritex
Kejaksaan Agung baru saja menetapkan delapan tersangka baru dalam perkara kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
"Penyidik berkesimpulan telah melakukan gelar perkara juga menetapkan delapan orang tersangka," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo dalam keterangan pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Senin (21/7/2025) tengah malam.
Delapan tersangka kasus tersebut adalah:
1. Allan Moran Severino (AMS) selaku mantan Direktur Keuangan PT Sritex periode 2006-2023
2. Babay Farid Wazadi (BFW) selaku mantan Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan Bank DKI Jakarta 2019-2022
3. Pramono Sigit (PS) selaku mantan Direktur Teknologi Operasional Bank DKI Jakarta 2015-2021
4. Yuddy Renald (YR) selaku mantan Direktur Utama Bank BJB 2019-Maret 2025
5. Benny Riswandi (BR) selaku mantan Senior Executive Vice President Bisnis Bank BJB 2019-2023
6. Supriyatno (SP) selaku mantan Direktur Utama Bank Jateng 2014-2023
7. Pujiono (PJ) selaku mantan Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2017-2020
8. SD selaku mantan Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018-2020.
Teruntuk Yuddy, Yuddy menjjadi tahanan kota karena alasan kesehatan.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan 3 tersangka yakni Direktur Utama PT. Sritex periode 2018-2023 Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata.
Dalam kasus ini, Sritex diduga mendapatkan dana kredit dari Bank DKI, Bank Jateng, dan Bank BJB. Pemberian kredit diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
Kejagung menduga para tersangka diduga tidak melakukan analisis yang memadai terhadap Sritex sebelum pemberian kredit. Para tersangka dari pihak bank BUMD itu diduga tidak mematuhi prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.
Kredit yang diberikan juga diduga digunakan tak sesuai peruntukannya oleh Sritex, yakni modal kerja. Kredit tersebut diduga digunakan untuk membayar utang hingga membeli aset nonproduktif.
Nurcahyo menjelaskan, tersangka Allan Moran Severino selaku mantan Direktur Keuangan PT Sritex 2006-2023 berperan menandatangani permohonan kredit pada Bank DKI Jakarta, memproses permohonan pencairan kredit berupa invoice fiktif, serta menggunakan uang pencairan kredit dari bank DKI Jakarta tidak sesuai dengan peruntukannya. Dia diduga memakai uang dari bank untuk melunasi utang Medium Term Notes (MTN)
Kemudian tersangka Babay Farid Wazad selaku pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan kredit, yaitu terkait dengan memorandum analisa kredit.
"Dalam proses kredit ini selaku direksi komite, yaitu yang memiliki kewenangan pemutus kredit dari limit Rp 75 miliar sampai dengan Rp 150 miliar (berperan) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban MTN PT Sritex," ujar Nurcahyo.
Tersangka Pramono Sigit diduga tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai norma umum perbankan. Dia juga diduga memutuskan kredit PT Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walau PT Sritex tidak termasuk kategori derbitur prima.
"Sementara tersangka Yuddy Renaldi, yaitu merupakan pemilik kredit pemutus tingkat pertama memutuskan untuk memberikan penambahan kepada PT Sritex sebesar Rp 350 miliar, walaupun dia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul mengusulkan PT Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp 200 miliar," kata Nurcahyo.
Kemudian, tersangka Benny Riswandi disebut memiliki kewenangan untuk memutus kredit modal kerja Rp 200.000.000.000, namun tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pemilik kredit sesuai dengan prinsip terima hasil. Selanjutnya, tersangka Supriyatno diduga tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku dalam pedoman pemberian kredit.
"Para tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 99 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP," kata Nurcahyo.
Nurcahyo belum menjelaskan peran dua tersangka lainnya. Dia hanya perbuatan para tersangka diduga menyebabkan kerugian negara Rp 1.088.650.808.028. (an)
Topik:
KPK Kejagung Sritex Bank BJB Yuddy Renaldi Korupsi Sritex Korupsi Bank BJB