Kejagung 'Amnesia' Penyidikan Korupsi BPDPKS? DPR Sudah Koar-koar Nih!


Jakarta, MI - Penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memang menangani beragam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah. Namun penyidikan juga kerap tak tuntas.
Salah satunya penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sawit oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tahun 2015-2022 yang naik ke tahap penyidikan pada tanggal 7 September 2023 silam, tak kunjung jelas siapa tersangkanya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supariatna begitu dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Jumat (1/8/2025) malam, menyatakan bahwa pihaknya akan menanyakan perkembangan penyidikan kasus tersebut kepada penyidik Jampidsus. "Nanti saya tanya infonya," singkatnya.
Sementara Kapuspenkum Kejagung sebelumnya, Harli Siregar menyatakan bahwa kasus tersebut masih diusut. "Masih jalan penyidikannya. Masih penyidikan umum ya, tapi tetap jalan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada Monitorindonesia.com, Senin (24/3/2025) malam tanpa menjawab soal kapan saksi-saksi akan diperiksa lagi.
Berdasarkan pemberitaan Monitorindonesia.com pada Januari 2024 silam bahwa Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi menegaskan bahwa pihaknya masih mencari alat-alat bukti untuk mencari tersangka kasus BPDPKS.
"BDPKS masih berjalan. Masih-masih, kita terus mencari simpul pertanggungjawabannya," kata Kuntadi, Selasa (16/1/2024).
Di lain sisi, Kuntadi juga masih enggan untuk membeberkan total kerugian perekonomian negara dalam kasus ini. "Belum [total kerugian negara], belum berani bilang," tegasnya.
Sementara JAM Pidsus Febrie Adriansyah menegaskan bahwa saat ini pihaknya masih melaksanakan penyidikan untuk menemukan benang merah pada kasus BPDPKS. "BPDPKS itu sampai sekarang masih ada penyidikan, sampai saat ini memang ada beberapa petunjuk dalam gelar perkara yang belum dipenuhi penyidik BPDPKS," kata Febrie.
Menurut Febrie, hambatan dalam kasus pengelolaan dana sawit ini karena terintegrasi beberapa komponen produksi sehingga perlu kolaborasi dengan ahli ekonomi untuk mengusut tuntas kasusnya.
Pun, pihak BPDPKS pada beberapa waktu lalu tidak merespons konfirmasi Monitorindonesia.com.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan BUMN Industri Perkebunan dan Kehutanan/ PTPN III dan Perum Perhutani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2024) Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka sempat menyoroti soal kasus dugaan korupsi tersebut.
Legislator PDI Perjuangan itu mempertanyakan soal seberapa besar setoran PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) ke BPDPKS. "Datanya kasih ke kami berapa PTPN telah menyetorkan ke BPDPKS," kata Rieke.
Rieke lantas kembali menanyakan soal seberapa besar kontribusi yang diberikan PTPN kepada BPDPKS. Pasalnya kata Rieke, saat ini BPDPKS tengah tersandung kasus korupsi yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung.
"Kasih data ke kami berapa sudah kontribusi dari rincian selama ini ke BPDPKS dari PTPN. BPDPKS ini sudah masuk pada ranah penyelidikan hukum yaa, ada dana untuk biodiesel. Saya gak tau PTPN dapet jatah berapa," tegasnya.
Untuk itu, ia menegaskan bahwa dirinya sebagai anggota Komisi VI DPR mendukung penuh Kejagung untuk menuntaskan kasus yang sudah berlarut-larut. "Terakhir saya memberikan dukungan penuh kepada Kejaksaan Agung," tegasnya.
PKH diminta sita aset BPDPKS!
Dalam Rapat Terbatas Kabinet tanggal 22 Juli 2025, Presiden Prabowo juga menekankan perlunya deregulasi agar pertumbuhan ekonomi tak hanya bergantung pada APBN yang bersumber dari pajak rakyat.
Salah satu langkah konkret adalah penyitaan aset lahan sawit oleh negara melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan, dengan target 3,7 juta hektare dan potensi pendapatan Rp144 triliun per tahun yang akan dikelola oleh BUMN PT Agrinas.
Pun, Rieke menyatakan dukungannya atas langkah tersebut, tetapi meminta agar penyitaan aset tidak dibatasi hanya pada lahan ilegal.
"Saya mendesak sita juga aset perkebunan oleh negara atas perusahaan perkebunan sawit yang terlibat dalam dugaan korupsi. Salah satunya indikasi dugaan korupsi dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS)," kata Rieke. Rabu (23/7/2025) lalu.
Sebagaimana diketahui, sejak September 2023 Kejaksaan Agung telah menyelidiki 23 perusahaan sawit swasta terkait penyaluran dana BPDPKS senilai total Rp57,55 triliun selama periode 2016–2020.
Rieke pun berharap pengelolaan lahan hasil sitaan dapat dilakukan secara kolaboratif dengan perkebunan rakyat. "Pengelolaan lahan hasil sita aset dikerjasamakan dengan perkebunan sawit rakyat dan koperasi desa," pungkasnya.
23 perusahaan keciprat dana insentif
Dana insentif biodiesel yang cukup besar dikuncurkan kepada korporasi pengelola sawit oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) diduga dikorupsi perusahaan-perusahaan pengelola sawit. Setidaknya ada 23 perusahaan yang sempat menerima dana sekitar Rp57,7 triliun sepanjang 2016-2020. Yakni:
1. PT Anugerahinti Gemanusa merupakan anak usaha dari PT Eterindo Wahanatama pada tahun 2016 menerima insentif biodiesel sebesar Rp49,48 miliar.
2. PT Batara Elok Semesta Terpadu menerima insentif dari BPDPKS senilai Rp1,13 trilun sepanjang 2017-2020. Rinciannya, pada tahun 2017 menerima Rp241 miliar, Rp109,83 miliar diterima pada 2018, Rp56,45 miliar pada 2019, dan Rp728 miliar diterima pada tahun 2020.
3. PT Bayas Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp3,5 triliun sepanjang 2016-2020. Pada 2016, perusahaan ini menerima Rp438 miliar. Selanjutnya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp866 miliar pada 2018, Rp487,8 miliar pada 2018, Rp129,9 miliar pada 2019, dan Rp1,58 triliun pada 2020.
4. PT Dabi Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp412,3 miliar pada 2017-2020. Rinciannya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp110,5 miliar pada 2017, Rp171,3 miliar pada 2018, Rp80,82 miliar pada 2019, dan Rp49,68 miliar pada 2020.
5. PT Datmex Biofuels menerima insentif biodiesel sebesar Rp677,8 miliar pada 2016. Lalu, Rp307,5 miliar pada 2017. Selanjutnya, perusahaan ini menerima insentif sebesar Rp143,7 miliar pada 2018, Rp27 miliar pada 2019, dan Rp673 miliar pada 2020.
6. PT Cemerlang Energi Perkasa mendapatkan insentif sebesar Rp615,5 miliar pada 2016, lalu Rp596 miliar pada 2017, lalu Rp371,9 miliar pada 2018, Rp248,1 miliar pada 2019, dan Rp1,8 triliun pada 2020.
7. PT Ciliandra Perkasa menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp2,18 triliun sepanjang 2016-2020. Rinciannya sebesar Rp564 miliar diterima pada 2016, Rp371 miliar pada 2017, Rp166 miliar pada 2018, Rp130,4 miliar pada 2019, dan Rp953 miliar pada 2020.
8. PT Energi Baharu Lestari menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp302,47 miliar sepanjang 2016-2018. Rinciannya, sebesar Rp126,5 miliar pada 2016, Rp155,7 miliar pada 2017, dan Rp20,27 miliar pada 2018.
9. PT Intibenua Perkasatama menerima insentif sebesar Rp381 miliar pada 2017. Kemudian, Rp207 miliar pada 2018, Rp154,29 miliar pada 2019, dan Rp967,69 miliar pada 2020.
10. PT Musim Mas mendapatkan insentif biodiesel sebesar Rp7,19 triliun sepanjang 2016-2020. Tercatat, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp1,78 triliun pada 2016, Rp1,22 triliun pada 2017, Rp550,3 miliar pada 2018, Rp309,3 miliar pada 2019, dan Rp3,34 triliun pada 2020.
11. PT Sukajadi Sawit Mekar menerima lebih dari Rp1,32 triliun sepanjang 2018-2020. Rinciannya, perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp165,2 miliar pada 2018, Rp94,14 miliar pada 2019, dan Rp1,07 triliun pada 2020.
12. PT LDC Indonesia menerima insentif sekitar Rp2,77 triliun pada 2016-2020. Tercatat, BPDPKS mengucurkan insentif sebesar Rp496,2 miliar pada 2016, Rp596,68 miliar pada 2017, Rp231,1 miliar pada 2018, Rp189,6 miliar pada 2019, dan Rp1,26 triliun pada 2020.
13. PT Multi Nabati Sulawesi menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar. Lalu, kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.
14. PT Wilmar Bioenergi Indonesia mendapatkan insentif biofuel dari BPDPKS sebesar Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018. Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.
15. PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan dana insentif sebesar Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya, Wilmar Nabati menerima insentif sebesar 2,24 triliun pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2020.
16. PT Pelita Agung Agriindustri dalam periode 2016-2020 menerima dana insentif sekitar Rp1,79 triliun. Terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.
17. PT Permata Hijau Palm Oleo menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020.
18. PT Sinarmas Bio Energy dalam periode 2017-2020 menerima sekitar Rp1,61 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp108,54 miliar pada 2017, Rp270,24 miliar pada 2018, Rp98,61 miliar pada 2019, dan Rp1,14 triliun pada 2020.
19. PT SMART Tbk dalam periode 2016-2020 menerima sekitar Rp2,41 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp366,43 miliar pada 2016, Rp489,2 miliar pada 2017, Rp251,1 miliar pada 2018, Rp151,6 miliar pada 2019, dan Rp1,16 triliun pada 2020.
20. PT Tunas Baru Lampung Tbk menerima insentif dari BPDPKS sekitar Rp2,08 triliun sepanjang 2016-2020. Angka itu terdiri dari insentif Rp253 miliar pada 2016, Rp370 miliar pada 2017, Rp208 miliar pada 2018, Rp143,9 miliar pada 2019, Rp1,11 triliun pada 2020.
21. PT Kutai Refinery Nusantara mendapatkan aliran dana dari BPDPKS sebesar Rp1,31 triliun sejak 2017 sampai 2020. Rinciannya, Kutai Refinery mengantongi insentif sebesar Rp53,93 miliar pada 2017, Rp203,7 miliar pada 2018, Rp109,6 miliar pada 2019, dan Rp944 miliar pada 2020.
22. PT Primanusa Palma Energi hanya mendapatkan insentif biofuel sebesar Rp209,9 miliar pada 2016.
23. PT Indo Biofuels menerima dana insentif biofuel sebesar Rp22,3 miliar pada 2016.
Dari jumlah perusahaan itu, sudah ada beberapa yang masuk dalam daftar pemeriksaan Kejagung. Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, pada Selasa (31/10/2023) Kejagung memeriksa Manager Produksi PT Pelita Agung Agriindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo.
Untuk PT Pelita Agung Agriindustri dalam periode 2016-2020 menerima sekitar Rp1,79 triliun. Jika dirinci, besaran itu terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.
Sementara PT Permata Hijau Palm Oleo menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020.
Selanjutnya, pada Kamis (2/11/2023), Kejagung memeriksa saksi dari pihak PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan. Pemeriksaan yang dilakukan pada kamis (2/11/2023) itu melalui manager produksinya yakni inisial CADT.
Diketahui, PT Multi Nabati Sulawesi sempat menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar. Lalu, Multi Nabati Sulawesi kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.
Selanjutnya, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Bioenergi Indonesia mendapatkan insentif biofuel dari BPDPKS sebesar Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018.
Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.
Sementara PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan dana insentif sebesar Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya 2,24 triliun diterima pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2022. (wan)
Topik:
Kejagung BPDPKSBerita Sebelumnya
Bank Sinarmas 'Tiarap' soal Raibnya Dana Nasabah Lansia Rp 8,2 M
Berita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
3 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB

Korupsi Blok Migas Saka Energi Naik Penyidikan, 20 Saksi Lebih Diperiksa!
29 September 2025 20:05 WIB