Segera Jebloskan Tersangka Korupsi Kuota Haji Rp1 T, KPK Sudah Tak 'Mati Suri'!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Agustus 2025 11:26 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membeberkan terkait potensial pihak yang bakal tersangka kasus dugaan korupsi kuota haji era mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas. Kasus ini diduga merugikan negara lebih dari Rp1 triliun.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menyatakan, yang berpotensi tersangka tentu yang terkait dengan alur-alur perintah hingga aliran dana. “Jadi terkait siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini. Kemudian juga dari aliran dana, siapa yang dikaitkan dengan penambahan kuota tersebut,” kata Asep baru-baru ini.

Menyoal itu, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Benny Kabur Harman memberikan pujian ke lembaga antirasuah tersebut. Dia menyebut, KPK kini sudah tak 'mati suri' lagi.

“Senang mendengar kabar KPK mulai lagi memperlihatkan taringnya setelah lima tahun belakangan mati suri,” cuit Benny dalam akun X pribadinya dikutip Monitorindonesia.com, Selasa (12/8/2025).

Menurut politikus Parta Demokrat itu, Presiden Prabowo Subianto sebagai salah satu sosok yang anti korupsi. “Presiden Prabowo sangat anti korupsi bahkan dia berjanji akan mengejar para koruptor sampai ke negeri Antartika. Kejar sampai ke bulan jika mereka juga sembunyi di sana,” katanya.

Karena alasan itulah menurutnya KPK harus menjadikan sikap Presiden sebagai dorongan kuat untuk memberantas segala bentuk korupsi. “KPK harus menjadikan sikap Presiden ini sebagai the new beginning dalam agenda memberantas korupsi, membangun Indonesia bersih. #RakyatMonitor,” tandasnya.

Siapa tersangka?

Dirdik KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, pihak-pihak yang bakal tersangka bisa berasal dari oknum pemerintah, khususnya Kementerian Agama, yang memberikan kuota haji tidak sesuai aturan dan mendapatkan sejumlah uang. "Nah itu akan menjadi objek, untuk kami minta pertanggungjawaban," kata Asep kemarin.

Selain itu, perusahaan-perusahaan travel yang seharusnya tidak menerima kuota tersebut juga berpotensi terjerat.

Dugaan korupsi ini muncul setelah Indonesia, yang diwakili oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo, mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu dari Pemerintah Arab Saudi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji seharusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Tambahan kuota haji tersebut diberikan dengan tujuan utama untuk mengurangi masa tunggu ibadah haji reguler yang mencapai 15 tahun.

"Jadi seharusnya yang 20 ribu ini karena alasannya adalah untuk memperpendek waktu tunggu haji reguler, seharusnya keseluruhan diberikan kepada haji reguler," jelas Asep.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara.

Untuk menghitung kerugian negara secara pasti, KPK menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Pembagiannya ke mana saja gitu, ke travel mana saja, atau asosiasi travel mana saja. Nah dari sana hasil kami komunikasi dan koordinasi dengan pihak BPK, itulah yang akan kita kejar," kata Asep.

Peningkatan status kasus ini ke tahap penyidikan dilakukan setelah KPK memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada Kamis (7/8/2025). KPK juga memastikan akan kembali memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan lebih lanjut dalam proses penyidikan.

Topik:

KPK Korupsi Kuota Haji Kemenag Yaqut Cholil Quomas