Pejabat Kemenkes dalam Bidikan KPK, Perlukah Menkes Budi Diperiksa soal Korupsi RSUD Koltim?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Agustus 2025 13:42 WIB
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Foto: Dok MI/Antara)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Foto: Dok MI/Antara)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan aliran dana suap ke pihak lain di lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait dugaa korupsi proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra). 

Plt Depuiti Penindakan KPK Asep Guntur, menyatakan tidak akan berhenti pada para tersangka yang telah diamankan. Kasus ini bermulai dari operasi tangkap tangan (OTT) Bupati nonaktif Koltim Abdul Azis dan seorang pejabat Kemenkes.

"Kami tentunya mencari dan mengumpulkan informasi apakah hanya terbatas atau hanya pada person atau orang yang kemarin kita amankan. Atau juga ada uang yang mengalir ke orang lainnya di Kemenkes," kata Asep dikutip Rabu (13/8/2025).

Asep mengatakan, pendalaman dilakukan karena desain pembangunan RSUD di Koltim dilakukan oleh Kemenkes. Selain itu anggaran pembangunan RSUD itu bersumber dari DAK. "Ruangan-ruangan itu memang harus sesuai. Nah, itu yang membuat desainnya dari Kementerian Kesehatan, Dirjen Kemenkes tadi," kata Asep.

Diketahui, KPK telah melakukan penggeledahan di Kantor Direktorat Jenderal Kesehatan Kemenkes, pada Selasa (12/8/2025). Dari lokasi tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dengan program prioritas pemerintah, "Quick Wins 2025–2029". Soal penggeledahan tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com.

Pun KPK tengah mencari sosok pemberi perintah untuk menyuap sejumlah pejabat dalam pengadaan proyek pembangunan RSUD tersebut. Lembaga antirasuah saat ini tengah mendalami aliran uang suap itu dari lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Jadi tidak hanya eksekutornya saja. Tapi siapa juga yang menjadi mastermind-nya," kata Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (12/8/2025).

KPK menduga uang suap ini juga mengalir ke sejumlah pegawai di Kementerian Kesehatan. Asep menyebut Kemenkes menyediakan dana alokasi khusus untuk mendesain ruangan hingga peralatan kesehatan pada RSUD di Kolaka Timur.

Dia mengungkapkan desain yang dibuat Kemenkes juga dimenangkan oleh sejumlah makelar. Atas dasar inilah KPK menduga terdapat sosok pemberi perintah untuk menyuap sejumlah pejabat dalam pengadaan proyek pembangunan RSUD itu.

Sebelumnya, KPK telah menyegel ruangan Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Sunarto. Berdasar foto yang diperoleh Monitorindonesia.com, garis pembatas atau KPK Line terpasang di depan ruangan itu. 

Dalam foto itu tertera papan nama ruangan bertuliskan Sekretaris Ditjen Kesehatan Lanjutan. Ada pula stiker putih bertuliskan Dalam Pengawasan KPK tertempel di depan ruangan. Asep Guntur mengatakan penyegelan itu berhubungan dengan operasi tangkap tangan (OTT) suap proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur. "Sepengetahuan saya ada pihak yang terlibat dari Kemenkes saat tangkap tangan di Kolaka Timur," kata Asep.

Sebelumnya, KPK meringkus 12 orang dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan di Jakarta, Kendari, dan Makassar. Asep mengatakan OTT itu berhubungan dengan suap proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur. "Jadi, dalam proses tangkap tangan yang kami lakukan, ada tiga tim yang kami turunkan di tiga lokasi," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu (9/8/2025) dini hari.

Asep menjelaskan setiap tim menghadapi kendala berbeda di lapangan sehingga kecepatan penindakan terhadap orang yang dibawa ke Jakarta pun berbeda.  "Ada yang lebih cepat bisa ditangkap, kemudian langsung dibawa ke KPK ini. Ada juga yang melalui beberapa proses sehingga sampai di Jakarta menjadi lebih belakangan dibanding yang lain," katanya. 

Tim KPK di Jakarta menindak beberapa orang yang sudah ditetapkan sebagai target, begitu pula tim di Kendari. Dari penangkapan tersebut, KPK memperoleh barang bukti berupa uang dan barang serta informasi yang menguatkan dugaan bahwa korupsi ini berasal dari perintah Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.

Karena itu, KPK yakin Abdul Azis adalah pihak yang harus ditangkap. Atas dasar keyakinan tersebut, KPK mengirim tim ke Makassar untuk menangkap Abdul. "Sekali lagi, proses ini dilakukan sesuai dengan SOP (prosedur operasi standar) kami dan didasarkan pada perundang-undangan," kata Asep.

Asep mengatakan, dari 12 orang tersebut, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, Penanggung Jawab Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD Andi Lukman Hakim, PPK proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur Ageng Dermanto, pihak PT Pilar Cerdas Putra, Deddy Karnady, serta pihak swasta yang tergabung dalam KSO PT PC, Arif Rahman.

Asep menjelaskan, tersangka Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman Hakim diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11, serta Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan peran sebagai penerima suap.

Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman, yang berstatus sebagai pihak pemberi, diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hingga kini, pihak Kemenkes belum memberikan tanggapan soal penyegelan maupun kasus korupsi pembangunan RSUD di Kabupaten Kolaka Timur itu.

Topik:

KPK Kemenkes Korupsi RSUD Kolaka Timur Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin OTT Kolaka Timur Bupati Kolaka Timur Abdul Azis