KPK Panggil Komut Inhutani V Apik Karyana soal Suap Pengelolaan Kawasan Hutan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Agustus 2025 14:12 WIB
Komisaris Utama PT Inhutani V, Apik Karyana (AK). Foto: Dok Inhutani V
Komisaris Utama PT Inhutani V, Apik Karyana (AK). Foto: Dok Inhutani V

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris Utama PT Inhutani V, Apik Karyana (AK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap di sektor kehutanan, Selasa (26/8/2025). 

Adapun kasus ini terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan antara PT Inhutani V (INH) dan PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) di Lampung.

Selain Apik Karyana, KPK juga memanggil Wardiono, staf PT Paramitra Mulia Langgeng; Ong Lina, staf Sungai Budi Group; dan Martua Hamonangan, karyawan PT Inhutani V.

"Hari ini Selasa (26/8/2025), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait suap pengelolaan kawasan hutan di lingkungan Inhutani V," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (26/8/2025).

Kata Budi, pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan izin pemanfaatan hutan di Provinsi Lampung yang melibatkan PT Inhutani V. Penetapan ini dilakukan setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (14/8/2025).

Ketiga tersangka adalah Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC); Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng, Djunaidi (DJN); dan staf perizinan Sungai Budi Group, Aditya (ADT).

Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung 14 Agustus hingga 1 September 2025, di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.

Atas perbuatannya, Dicky sebagai pihak penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

OTT ini dilakukan sejak Rabu (13/8/2025) dengan mengamankan sembilan orang di empat lokasi berbeda, yakni Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor, termasuk ketiga tersangka.

Dalam konstruksi perkara, PT Inhutani V diketahui memiliki hak pengelolaan areal hutan di Lampung seluas ±56.547 hektare. Dari jumlah itu, sekitar ±55.157 hektare dikerjasamakan dengan PT PML melalui perjanjian kerja sama (PKS).

Meski pada 2018 muncul permasalahan hukum terkait kewajiban pembayaran pajak dan dana reboisasi yang tidak dipenuhi PT PML, Mahkamah Agung pada 2023 memutuskan PKS tersebut tetap berlaku.

Pada 2024, kerja sama kembali dilanjutkan. PT PML disebut mengalirkan dana miliaran rupiah kepada PT INH, termasuk Rp100 juta untuk keperluan pribadi Dicky. Pada November 2024, Dicky menyetujui perubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) yang mengakomodasi kepentingan PT PML.

Memasuki 2025, Dicky kembali menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani V yang menguntungkan PT PML. Pada Juli 2025, Dicky meminta satu unit mobil baru kepada Djunaidi, yang kemudian disanggupi.

Pada Agustus 2025, Aditya menyerahkan uang SGD189.000 atau setara Rp2,4 miliar dari Djunaidi kepada Dicky di Kantor Inhutani. Penyerahan ini dilakukan bersamaan dengan proses pembelian mobil baru berupa Jeep Rubicon merah senilai Rp2,3 miliar.

Catatan: Redaksi Monitorindonesia.com mencantumkan foto dan nama saksi menjunjung Asas Equality Before the Law. Bahwa prinsip fundamental negara hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status, jabatan, atau kekuasaan. Maka pihak bersangkutan jika keberatan, redaksi Monitorindonesia.com terbuka melayani hak jawab dan/atau bantahan.

Topik:

KPK Inhutani V