KPK Usut Dugaan Keterlibatan Direktur PT Mahkota Pratama Cynthia Kurniawan di Korupsi ASDP


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan keterlibatan Direktur PT Mahkota Pratama, Cynthia Kurniawan Adjie, dalam kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha (KSU) PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) 2019-2022.
Untuk mendalami hal tersebut, KPK telah memeriksa Chintya yang merupakan anak dari salah satu tersangka dalam kasus ini yaitu, pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie, pada Senin (15/9/2025).
"Saksi hadir. Penyidik mendalami dan mengonfirmasi peran yang bersangkutan dalam proses KSU dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)" kata Juru Bicara KPK, Rabu (17/9/2025).
Pada hari yang sama, KPK juga memeriksa seorang Wiraswasta, Ponirin, yang juga didalami soal perannya dalam kasus ini. Meski begitu, Budi belum menjelaskan secara pasti soal peran kedua saksi ini dalam kasus yang telah diduga telah merugikan negara hingga Rp1,25 triliun tersebut.
Diketahui, Adjie ditetapkan bersama tiga tersangka lainnya yaitu terdakwa mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi; mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP, Yusuf Hadi; serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.
Ketiga tersangka tersebut, kini telah berstatus sebagai terdakwa dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sedangkan, Adjie masih berstatus tahanan kota karena sedang dalam keadaan sakit.
Tiga mantan petinggi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) ini, didakwa telah merugikan negara hingga Rp1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara pada 2019-2022.
Jaksa mengatakan kapal milik PT Jembatan Nusantara yang diakuisisi, sudah tua dan tidak layak, bahkan dalam kondisi karam.
Kasus ini bermula dari adanya keputusan direksi ASDP bersama dengan Pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie, untuk mempermudah pelaksanaan Kerja Sama Usaha (KSU) antara ASDP dan PT Jembatan Nusantara.
Kata Jaksa, para terdakwa juga menambah dan mengurangi ketentuan persyaratan KSU. Terlebih, kata Jaksa, para terdakwa juga melakukan perjanjian KSU, sebelum adanya persetujuan dari dewan komisaris.
Jaksa menyebut, para terdakwa juga tidak mempertimbangkan risiko pelaksanaan KSU dengan PT Jembatan Nusantara yang disusun VP, manajemen risiko, dan quality assurance (QA).
Para terdakwa juga diduga melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 kapal milik PT JN dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP sebagai pemilik baru PT JN.
Lebih lanjut, Jaksa juga menjelaskan sumber kerugian negara yang telah diakibatkan oleh para terdakwa yaitu dari nilai pembayaran saham akuisisi saham PT Jembatan Nusantara Rp892 miliar.
Kemudian, pembayaran kapal afiliasi PT Jembatan Nusantara Rp380 miliar, yang dibayarkan dari ASDP kepada Adjie, PT Jembatan Nusantara, dan perusahaan afiliasi, dengan total Rp1,25 triliun.
Topik:
KPK ASDP