Eks Dirkeu CMNP Diduga Kongkalikong NCD Palsu dengan Hary Tanoe, Jusuf Hamka Bongkar Rekam Jejaknya!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 15 Oktober 2025 3 jam yang lalu
Jusuf Hamka saat menjadi saksi kasus perdata terkait pemalsuan dukomen Negotiable Certificate of Deposit (NCD) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2025)
Jusuf Hamka saat menjadi saksi kasus perdata terkait pemalsuan dukomen Negotiable Certificate of Deposit (NCD) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2025)

Jakarta, MI - Jusuf Hamka membongkar rekam jejak mantan Direktur Keuangan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP)  Tito Sulistio. Hal itu diuangkap Jusuf Hamka dalam sidang perkara perdata dugaan perbuatan melawan hukum terkait dokumen Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diduga palsu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).

Bahwa, Jusuf Hamka saat menjabat sebagai Komisaris PT CMNP pada tahun 1999 menceritakan Daddy Hariadi selaku Komisaris Utama meminta Tito Sulistio mundur dari jabatannya sebagai Dirkeu perusahaan itu.

Pasalnya, Tito dinilai membuat sejumlah masalah, salah satunya terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam dokumen NCD bersama Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo.

"Kapan Saudara Tito ini berhenti menjadi Direktur?" kata salah satu kuasa hukum penggugat, PT CMNP kepada Jusuf Hamka.

Jusuf Hamka menyatakan bahwa Tito berhenti baik-baik dalam jabatannya itu. "Setelah ada masalah, itu kurang lebih tahun 99. Kalau gak salah, Pak Daddy Hariadi selaku komut langsung meminta dia berhenti. Jadi pas itu, mau berhenti baik-baik atau mau diberhentikan. Akhirnya berhenti baik-baik," jawa Jusuf Hamka.

Saat ditanya soal masalah sapa, Jusuf Hakma menjawab diantaranya soal kasus tukar-menukar NCD yang diduga palsu. "Banyak masalah di dalam. Bahwa di antaranya kasus tukar-menukar surat berharga (NCD diduga palsu). Dan banyak hal-hal juga masalah di dalam perusahaan yang tidak prudent," jelas Hamka.

Setelah keluar dari PT CMNP, Tito kemudian menjadi Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015–2018. Namun, Tito kembali membuat ulah. Pun, Tito disebut meminta bantuan Jusuf Hamka agar dirinya tidak tampak dipermalukan ketika dikeluarkan dari BEI. 

Tak sampai di situ, Tito kemudian ditunjuk sebagai Direktur Utama PT CMNP melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) agar seolah-olah keluar dari BEI karena ditunjuk menjadi Dirut CMNP.

"Jadi sekitar masih di periode 1999 Saudara Tito mau mundur. Setelah mundur, apakah Saudara Tito ini pernah kembali?" tanya kuasa hukum PT CMNP kepada Hamka.

Jusuf Hamka membenarkan bahwa Tito memang pernah kembali di perusahaan itu. "Pada hari 2018, waktu itu Saudara Tito masih sebagai Dirut Bursa Efek Indonesia. Satu hari sebelum RUPS, kami kalau tidak salah RUPS tanggal 28 atau 29 Juli. Saudara Tito akan diberhentikan. Satu hari kemudian itu sebagai Dirut, karena di-blacklist oleh Bursa Efek. Tito datang kepada saya, tolong bantu gua kasih gua muka. Gimana Tok? Ya udah gua jadi Dirut," jelas Jusuf Hamka.

"Oke, saya ngomong ke pemegang saham yang lain. Akhirnya diumumkan sehari sebelum diberhentikan dari Bursa Efek bahwa Tito dipercaya sebagai Dirut CMNP. Nah sehingga besoknya dia diberhentikan, dia nggak blushing face. Itu aja yang saya bisa baca," timpal Hamka.

Namun Tito kembali mengulangi dosa lamanya.  Bahkan, dia membuat masalah di CMNP hingga akhirnya kembali diberhentikan dari jabatan Direktur Utama setelah RUPS CMNP. "Kemudian apa? Selanjutnya apa yang terjadi?" tanya kuasa hukum PT CMNP.

"Selanjutnya juga, Tito ya harus diberhentikan juga dari perusahaan. Karena ternyata mengulangi hal-hal yang sama yang membuat perusahaan merasa tidak confident dengan tingkah lakunya, dengan inisiatifnya."

"Jadi sehingga dipanggil oleh pemegang saham, mau berhenti baik-baik atau mau diberhentikan. Dia menulis surat untuk berhenti baik-baik," sambung Hamka.

"Ini berarti dia kembali yang kedua kali ya?" tanya kuasa hukum PT CMNP. "Iya," jawab Hamka.

"Setelah itu apakah masih pernah kembali lagi?" tanya kuasa hukum. "Tidak," jawab Hamka.

Adapun tergugat I dalam perkara ini adalah Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, bersama mantan Direktur Keuangan CMNP, Tito Sulistio, yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun Tergugat II adalah perusahaan MNC Group yang sebelumnya bernama PT Bhakti Investama Tbk.

Dalam gugatannya, kuasa hukum PT CMNP menyatakan bahwa NCD yang diberikan Hary Tanoe kepada kliennya tidak sah dan diduga palsu sehingga tidak dapat dicairkan. Akibatnya, CMNP mengklaim mengalami kerugian materiil sekitar Rp103,46 triliun.

"Sehingga kerugian materiil yang dialami Penggugat (CMNP) sampai dengan tanggal 27 Februari 2025 adalah sebesar USD 6.313.753.178 atau ekuivalen dengan Rp103.463.504.904.086," kata Primaditya di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).

Menurutnya, tindakan Hary Tanoe dan perusahaannya juga menimbulkan kerugian immateriil karena mencoreng reputasi serta nama baik CMNP di mata investor, publik, dan pemerintah. Nilainya ditaksir mencapai Rp16,38 triliun.

"Kerugian immateriil... yang tidak dapat dinilai secara materi, namun apabila ditaksir kerugiannya mencapai USD 1.000.000.000 atau ekuivalen dengan Rp16.387.000.000.000," jelas Primaditya.

Tuntutan ganti rugi akan terus bertambah hingga dibayar lunas, termasuk dendanya. Selain itu, PT CMNP juga mengajukan sita jaminan terhadap aset milik Hary Tanoe untuk menjamin pembayaran ganti rugi tersebut.

Sekadar tahu bahwa kasus ini bermula pada 1999, ketika terjadi transaksi antara PT CMNP dan Hary Tanoe terkait pertukaran surat berharga. Hary Tanoe menawarkan pertukaran NCD miliknya dengan Medium Term Notes (MTN) dan Obligasi II milik CMNP melalui Tito Sulistio.

Hary Tanoe memiliki NCD yang diterbitkan Unibank senilai USD 28 juta, sementara CMNP memiliki MTN senilai Rp163,5 miliar dan obligasi senilai Rp189 miliar. Berdasarkan kesepakatan pada 12 Mei 1999, CMNP menyerahkan MTN dan obligasi pada 18 Mei 1999. Hary Tanoe kemudian menyerahkan NCD secara bertahap: USD 10 juta yang jatuh tempo 9 Mei 2002 diserahkan pada 27 Mei 1999, dan USD 18 juta yang jatuh tempo 10 Mei 2002 diserahkan pada 28 Mei 1999.

Namun ketika CMNP mencoba mencairkan NCD tersebut pada 22 Agustus 2002, pencairan tidak dapat dilakukan karena Unibank telah ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sejak Oktober 2001.

Menurut CMNP, Hary Tanoe diduga telah mengetahui bahwa penerbitan NCD tersebut tidak sesuai prosedur. Dokumen itu juga dianggap palsu karena diterbitkan dalam mata uang dolar AS dengan jangka waktu lebih dari dua tahun, padahal ketentuan Bank Indonesia membatasi maksimal 24 bulan.

Di sisi lain, Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik, menyebut gugatan CMNP salah sasaran. Dia menegaskan, transaksi yang dipersoalkan tidak ada kaitannya dengan Hary Tanoe maupun MNC Asia Holding, karena Hary Tanoe hanya berperan sebagai perantara.

Topik:

Hary Tanoe Jusuf Hamka NCD PT CMNP