Hubungan Jusuf Hamka dengan Hary Tanoe dan Tito Sulistyo Ibarat Air Susu Dibalas Air Tuba


Jakarta, MI - Dalam persidangan kasus dugaan perbuatan melawan hukum terkait dokumen Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diduga palsu digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (15/10/2025) kemarin, Jusuf Hamka mengungkapkan hubungan pribadinya dengan Hary Tanoe dan Tito Sulistio.
Bahwa, di bawah sumpah, Jusuf Hamka menceritakan bagaimana ia berkali-kali membantu Hary Tanoe dalam berbagai urusan, antara lain terkait Bank Papan, Bank Mashill, Artha Graha Investama, hingga Bentoel, termasuk bantuan modal yang pernah diberikannya kepada Hary Tanoe. Tapi, Hary Tanoe dinilai zalim.
"Ibarat air susu dibalas air tuba," kata Jusuf Hamka melalui kuasa hukumnya, R. Primaditya Wirasandi, Kamis (16/10/2025).
Jusuf Hamka juga mengaku sering membantu Tito Sulistio, salah satunya saat Tito akan diberhentikan dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Tito disebut meminta bantuan Jusuf Hamka untuk menjaga nama baik dan kredibilitasnya.
Atas permintaan tersebut, Tito kemudian diangkat sebagai Direktur CMNP agar tidak tampak dipermalukan, sehingga seolah-olah ia keluar dari BEI karena ditunjuk menjadi Direktur CMNP pada 2018.
Selain Jusuf Hamka, dalam sidang itu CMNP juga menghadirkan saksi auditor keuangan, Stevanus Alexander B.P. Sianturi dari Ernst & Young, salah satu dari empat kantor akuntan publik terbesar di dunia.
Dalam kesaksiannya, Stevanus menjelaskan metode dan formula perhitungan kerugian akibat tidak dapat dicairkannya NCD yang diberikan Hary Tanoe kepada CMNP.
Ia menyebut, hasil perhitungan tersebut sudah sesuai dan benar berdasarkan pemeriksaan keilmuan forensik, yakni sebesar 6 miliar dolar AS atau senilai Rp103 triliun, mengingat kerugian itu terjadi selama bertahun-tahun.
"Pihak Hary Tanoe dkk. dalam persidangan sama sekali tidak membantah perhitungan tersebut, bahkan untuk sekedar mempertanyakan metode perhitungan pun tidak dilakukan," tandas Primaditya.
Adapun sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada 22 Oktober 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi fakta lanjutan dari pihak CMNP selaku penggugat.
Dalam perkara ini, tergugat I adalah Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, bersama mantan Direktur Keuangan CMNP, Tito Sulistio, yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun Tergugat II adalah perusahaan MNC Group yang sebelumnya bernama PT Bhakti Investama Tbk.
Kedua tergugat diwakili oleh tim kuasa hukum dari Law Firm Hotman Paris & Partners, sementara pihak penggugat diwakili oleh Law Firm Lucas, S.H. & Partners.
Dalam gugatannya, kuasa hukum PT CMNP menyatakan bahwa NCD yang diberikan Hary Tanoe kepada kliennya tidak sah dan diduga palsu sehingga tidak dapat dicairkan. Akibatnya, CMNP mengklaim mengalami kerugian materiil sekitar Rp103,46 triliun.
"Sehingga kerugian materiil yang dialami Penggugat (CMNP) sampai dengan tanggal 27 Februari 2025 adalah sebesar USD 6.313.753.178 atau ekuivalen dengan Rp103.463.504.904.086," kata Primaditya di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
Menurutnya, tindakan Hary Tanoe dan perusahaannya juga menimbulkan kerugian immateriil karena mencoreng reputasi serta nama baik CMNP di mata investor, publik, dan pemerintah. Nilainya ditaksir mencapai Rp16,38 triliun.
"Kerugian immateriil... yang tidak dapat dinilai secara materi, namun apabila ditaksir kerugiannya mencapai USD 1.000.000.000 atau ekuivalen dengan Rp16.387.000.000.000," kata Primaditya.
Tuntutan ganti rugi akan terus bertambah hingga dibayar lunas, termasuk dendanya. Selain itu, PT CMNP juga mengajukan sita jaminan terhadap aset milik Hary Tanoe untuk menjamin pembayaran ganti rugi tersebut.
Kasus ini bermula pada 1999, ketika terjadi transaksi antara PT CMNP dan Hary Tanoe terkait pertukaran surat berharga. Hary Tanoe menawarkan pertukaran NCD miliknya dengan Medium Term Notes (MTN) dan Obligasi II milik CMNP melalui Tito Sulistio.
Hary Tanoe memiliki NCD yang diterbitkan Unibank senilai USD 28 juta, sementara CMNP memiliki MTN senilai Rp163,5 miliar dan obligasi senilai Rp189 miliar. Berdasarkan kesepakatan pada 12 Mei 1999, CMNP menyerahkan MTN dan obligasi pada 18 Mei 1999. Hary Tanoe kemudian menyerahkan NCD secara bertahap: USD 10 juta yang jatuh tempo 9 Mei 2002 diserahkan pada 27 Mei 1999, dan USD 18 juta yang jatuh tempo 10 Mei 2002 diserahkan pada 28 Mei 1999.
Namun ketika CMNP mencoba mencairkan NCD tersebut pada 22 Agustus 2002, pencairan tidak dapat dilakukan karena Unibank telah ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sejak Oktober 2001.
Menurut CMNP, Hary Tanoe diduga telah mengetahui bahwa penerbitan NCD tersebut tidak sesuai prosedur. Dokumen itu juga dianggap palsu karena diterbitkan dalam mata uang dolar AS dengan jangka waktu lebih dari dua tahun, padahal ketentuan Bank Indonesia membatasi maksimal 24 bulan.
Di sisi lain, Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik, menyebut gugatan CMNP salah sasaran. Ia menegaskan, transaksi yang dipersoalkan tidak ada kaitannya dengan Hary Tanoe maupun MNC Asia Holding karena Hary Tanoe hanya berperan sebagai perantara.
Topik:
Jusuf Hamka Hary Tanoe Tito Sulistyo PT CMNPBerita Terkait

Eks Dirkeu CMNP Diduga Kongkalikong NCD Palsu dengan Hary Tanoe, Jusuf Hamka Bongkar Rekam Jejaknya!
15 Oktober 2025 14:54 WIB

Kejagung Klarifikasi Putri Jusuf Hamka soal Dugaan Korupsi Konsesi Tol Cawang-Pluit
15 September 2025 18:25 WIB

Putri Jusuf Hamka Muncul di Kejagung di Tengah Penyelidikan Korupsi Tol Cawang-Pluit
13 September 2025 15:23 WIB

Usut Korupsi Tol Cawang–Pluit Milik Jusuf Hamka, Kejagung Layangkan Surat Panggilan!
12 September 2025 19:36 WIB