KPK Beri Sinyal Usut Penggunaan Jet Pribadi oleh KPU
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi sinyal akan mendalami ihwal keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi terhadap lima komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memakai jet pribadi klasifikasi mewah ketika bertugas di Pemilu 2024.
Pendalaman itu guna menindaklanjuti laporan masyarakat yang diadukan ke KPK sebelumnya. "Fakta-fakta yang terungkap seperti apa dan tentunya akan menjadi pengayaan bagi kami di KPK," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Senin (27/10/2025).
Budi menolak menjelaskan lebih detail perihal perkembangan laporan masyarakat dalam dugaan korupsi pengadaan jet pribadi oleh KPU. Budi mengungkapkan bahwa lembaganya selalu memberikan informasi lebih lanjut kepada para pihak pelapor atas aduan yang dilaporkan.
"Dan itu sifatnya tertutup atau rahasia. Ini juga sekalian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas pihak pelapor, sekaligus menjaga kerahasiaan materi pelaporan," tandas Budi.
Adapun sanksi yang diberikan DKPP terhadap lima anggota penyelenggara pemilu selaku teradu yaitu Ketua KPU Mochammad Afifuddin, serta empat komisioner: Idham Kholik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan August Mellaz. Sanksi juga dikenakan kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU Bernad Darmawan Sutrisno.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras pada teradu terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan pada Selasa (21/10/2025).
DKPP menyebutkan teradu satu hingga lima merupakan Komisioner KPU, sedangkan teradu tujuh adalah sekretaris jenderal. Seorang komisioner yakni Betty Idroos masuk dalam teradu enam. Namun, komisioner KPU ini tidak dijatuhi sanksi karena bersikap profesional dengan menolak memakai jet pribadi dalam bertugas.
Dalam pertimbangannya, DKPP menyatakan para teradu itu terbukti memakai jet pribadi. Moda udara ini terklasifikasi mewah dengan jenis jet Embraer Legacy 650.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia (TII), Trend Asia, serta Themis Indonesia melapor ke KPK soal pengadaan sewa private jet oleh KPU pada Pemilu 2024. Peneliti TII Agus Sarwono mengatakan pengadaan tersebut memiliki kejanggalan pada nilai kontrak yang tak sesuai dengan pagu anggaran.
"Di proses pengadaannya kami melihat ada hal yang sangat janggal sebetulnya. Salah satunya adalah nilai kontrak itu melebihi dari pagu," kata Agus pada 7 Mei 2025.
Nilai kontrak penyewaan pesawat pribadi yang tak sesuai dengan pagu anggaran KPU tahun 2024. Agus menyebut pagu yang dimiliki KPU saat itu hanya Rp 46 miliar, sementara nilai kontrak pengadaan private jet itu mencapai Rp 65 miliar pada Januari hingga Februari tahun lalu.
"Ya kami melihat ada dugaan mark-up ya. Karena nilai kontraknya itu jauh di atas pagu. Nah keduanya terdapat selisih yang lumayan besar. Nah kami rasanya penting bagi KPK untuk mendalami itu," katanya.
Selama ini KPU tidak secara terbuka dalam menyewa pesawat pribadi tersebut. Agus mengatakan banyak celah yang sudah terjadi di KPU untuk melakukan praktik korupsi. "Nah dalam analisis kami, ternyata di purchasing itu tidak terbuka-terbuka banget. Berarti masih banyak celah sebetulnya yang terjadinya praktik curang dalam proses pengadaan," kata dia.
Agus menyebut pihak KPU seharusnya terbuka untuk melakukan tawar-menawar harga dalam penyewaan private jet itu. Dia menduga penggunaan pesawat pribadi ini juga tidak sesuai dengan peruntukannya, baik dari waktu hingga kegunaan pesawat yang seharusnya hanya sebagai tahapan distribusi logistik pemilu.
"Sehingga kalau mau ya sudah dibuka saja proses ketika terjadi purchasing, ketika pengadaan lewat purchasing, buka saja informasinya bagaimana proses tawar menambah harga," ungkap Agus.
TII menjelaskan bahwa pengiriman logistik ke ibu kota kabupaten atau kota telah selesai pada 16 Januari 2024. Selanjutnya, periode 17 Januari hingga 13 Februari 2024 merupakan tahap distribusi dari kabupaten atau kota ke tempat pemungutan suara (TPS).
Topik:
KPK DKPP KPU