Mahfud Sebut Sri Mulyani Pernah Lobi Kasus TPPU Rp 349 T Kemenkeu Tak Diusut, DPR jadi Perantara!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 6 November 2025 16:07 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR pada Maret 2023.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR pada Maret 2023.

Jakarta, MI - Mantan Menko Polhukam (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut bahwa mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pernah melobi agar kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan tidak dilanjutkan aparat penegak hukum (APH).

Hal itu diungkapkan Mahfud dalam video di kanal YouTube pribadinya, Selasa (4/11/2025). Menurut Mahfud, sikap Sri Mulyani yang terlalu protektif terhadap anak buahnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) membuat sejumlah kasus korupsi di Kemenkeu sulit terbuka ke publik.

“Bu Sri Mulyani itu terlalu protektif, tidak ingin ada kasus di kantornya yang terbuka dan menjadi bahasan publik karena terkait kejahatan korupsi,” kata Mahfud dinukil Monitorindonesia.com, Kamis (6/11/2025). 

Adapun lobi dilakukan, ungkap Mahfud, menggunakan perantara dari kalangan DPR. Tak lain, tujuannya agar kasus TPPU senilai Rp349 triliun tersebut tidak diteruskan oleh APH. “Ketika saya sedang membongkar pencucian uang Rp349 triliun, Kejaksaan Agung juga sedang OTT di bandara. Tapi setelah itu kasusnya tidak jelas karena ada lobi-lobi dari Kementerian Keuangan,” lanjut Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud mengaku pernah berdiskusi langsung dengan Sri Mulyani terkait pegawai Kemenkeu yang terjerat kasus hukum. Bahwa dalam pertemuan itu, Sri Mulyani menilai anak buahnya tidak layak dihukum karena menjadi korban dari pihak lain. “Bu Sri Mulyani bilang, ‘Saya nggak setuju kalau anak buah saya dihukum. Saya sudah bina mereka menjadi baik, tapi dirusak oleh institusi lain,’” ungkapnya.

Pun, Mahfud menilai pandangan tersebut menjadi salah satu sebab lambatnya penindakan atas berbagai kasus di internal Kemenkeu. Ia mengingatkan pentingnya sikap transparan dan akuntabel dalam menangani dugaan korupsi di sektor keuangan negara.

Adapun, kasus dugaan TPPU Rp349 triliun sendiri bermula dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada tahun 2023. Laporan itu mengungkap adanya transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu, termasuk di DJP dan DJBC.

Pernyataan teranyar PPATK

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut bahwa duit sebesar Rp 349 triliun bukanlah transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melainkan nilai kasus tindak pidana pencucian uanga (TPPU) Kepabeanan dan Perpajakan.

Kasus ini sempat ditangani Mahfud MD saat menjabat Menko Polhukam pada 2023 dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) TPPU. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa Pasal 74 UU Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan bahwa Penyidik Pajak (DJP) dan Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu adalah penyidik TPPU. Selain itu Inspektorat Jenderal Kemenkeu jg melakukan kewenangan dlm mengawasi internal. 

Dalam Pasal 44 UU No 8/2010 tentang TPPU menyatakan: Hasil Analisis (HA) TPPU terkait pidana Perpajakan dan Bea Cukai disampaikan oleh PPATK kepada DJP dan DJBC. 

"Jadi yg dimaksud TPPU Rp 349 trilliun itu bukan terkait korupsi di Kemenkeu, tapi adalah nilai kasus TPPU yang ditangani oleh DJP dan DJBC berdasarkan HA PPATK," kata Ivan saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Minggu (3/8/2025) malam. 

Menurut Ivan, semua ditangani dengan baik dan sebagian besar telah selesai penegakkan hukumnya. "Jadi jangan salah memahami ya, itu bukan transaksi janggal di Kemenkeu. Itu adalah nilai kasus TPPU Kepabeanan dan perpajakan yang ditangani.  Semua ditangani dengan sangat baik dengan kolaborasi yg kuat antar lembaga terkait," demikian Ivan.

Siapa ‘Benteng Perlindungan Koruptor’?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewo dalam sebuah wawancara, menyatakan bahwa praktik lancung sudah lama terjadi di kementerian yang dipimpinnya, terutama sektor pajak dan kepabeanan. Namun, praktik tersebut nyaris tak tersentuh.

Purbaya mengungkap adanya semacam benteng perlindungan yang melindungi aparat yang melakukan praktik lancung di lingkungan fiskal. Aparat pajak dan bea cukai yang terlibat pelanggaran justru mendapat perlindungan dari pihak tertentu.

Purbaya menceritakan pengalamannya berdialog dengan Jaksa Agung. Ia mengaku terkejut ketika mengetahui bahwa sebelumnya ada kebiasaan untuk tidak menindak pelanggaran aparat pajak atau cukai demi menjaga stabilitas penerimaan negara. 

“Saya ditanya, boleh nggak orang pajak atau cukai yang menyeleweng dihukum? Saya bilang, ya tentu boleh, semua sama di mata hukum. Rupanya sebelumnya dilindungi, supaya jangan diganggu karena dianggap bisa mengganggu pendapatan nasional,” kata Purbaya dinukil Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025).

Menurutnya, praktik itu menciptakan moral hazard dan memperparah budaya impunitas di birokrasi fiskal. Ia menyebut kondisi tersebut seperti memberi insentif bagi aparat untuk berbuat salah karena tahu akan dilindungi. 

“Itulah yang menciptakan moral hazard. Seolah dikasih insentif untuk berbuat dosa. Kalau begini, korupsi di negara ini sulit diberantas karena dilindungi,” bebernya.

Purbaya menegaskan, dirinya tidak akan memberi perlindungan bagi pegawai yang terbukti melakukan pelanggaran hukum. Namun, ia berkomitmen untuk melindungi aparat yang bekerja dengan jujur dan sesuai aturan. 

“Petugas pajak yang baik nggak usah takut. Tapi yang miring-miring boleh takut sekarang. Kalau benar tapi diganggu, saya lindungi habis-habisan. Tapi kalau mencuri atau terima uang lalu minta perlindungan, nggak ada itu,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa fenomena tersebut menunjukkan akar persoalan korupsi yang sistematis di lembaga pengumpul pendapatan negara. Oleh karena itu, reformasi kelembagaan di sektor perpajakan dan kepabeanan disebut menjadi prioritas agar integritas aparatur dapat pulih.

Topik:

Mahfud Md Sri Mulyani TPPU Kemenkeu