Kejati Sumut Didesak Seret Eks SEVP hingga Kabagkum PTPN II Usai Irwan Peranginangin Tersangka Korupsi Penjualan Aset ke Citraland
Jakarta, MI - Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II periode 2020-2023 Irwan Peranginangin (IP) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset PTPN I Regional I oleh PT NDP melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land atau Citraland, pada Jumat (7/11/2025).
Irwan merupakan tersangka ke empat dalam kasus ini setelah penyidik Pidana Phusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara (Sumut) menjebloskan 3 tersangka lainnya ke sel tahanan.
Adalah Direktur PT Nusa Dua Propertindo (NDP) Iman Subakti (IS) pada Senin (20/10/2025) serta mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumut Askani dan mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang Abdul Rahim Lubis pada Selasa (14/10/2025) lalu.
Menyoal itu, pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Kurnia Zakaria mendesak Kejati Sumut agar memeriksa juga semua mantan pejabat PTPN II yang sebelumnya termaktub dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.
"Semua mantan pejabat PTPN II yang menjadi temuan BPK tersebut ya harus diperiksa atau diseret juga. Kejati Sumut jangan berhenti pada 4 tersangka di kasus ini. Diharapkan penyidikan terus terus dikembangkan," kata Kurnia kepada Monitorindonesia.com, Senin (10/11/2025).
Adapun mantan pejabat PTPN II yang tersorot dalam LHP auditor negara itu selaian Irwan Peranginangin adalah SEVP Manajemen Aset periode 2021 sampai dengan 2023 yang disebut BPK kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis.
Lalu, Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability periode 2021 sampai dengan 2023 yang kurang cermat dalam memasukan klausul penyediaan lahan kepada pemerintah dalam MCA.
Kepala Bagian Keuangan dan Akutansi PTPN II Periode 2021 s.d. 2023 yangkurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH
Kepala Bagian Hukum PTPN II Periode 2021 s.d. 2023 kurang optimal dalam penyediaan lahan matang kawasan bisnis dan industri.
Informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, Senin (10/11/2025) bahwa mantan SEVP, Kabag Aset, Kabag Hukum, dan Kabag Perencanaan, serta Kabag Keuangan PTPN II, yang mengetahui dan menyetujui pernyataan modal tersebut hingga saat ini belum pernah diperiksa oleh penyidik Pidsus Kejati Sumut.
Kajati Sumut Harli Siregar pun hinggga saat ini belum memberikan penjelasan atas konfirmasi Monitorindonesia.com soal kemungkinan mantan petinggi PTPN II itu akan diperiksa.
Bukan tanpa alasanya mereka harus diperiksa, soalnya PT DMKB terindikasi merugikan PTPN II senilai Rp1.250.000.000. Selain itu, bagi hasil PPLWH juga berpotensi tidak tepat sasaran sehingga mengurangi porsi PTPN II dan NDP.
Kemudian, penggantian lahan perkebunan seluas 10.000 Ha berpotensi tidak terealisasi. Diduga juga bahwa proyek KDM tidak sesuai dengan kajian. Diduga kelebihan transfer dari PTPN II kepada PT NDP tidak tergantikan senilai Rp1.372.063.871.
Pemisahan sertifikat HGB kawasan residensial berpotensi terhambat dan Penyertaan Modal PTPN II pada PT NDP tidak sesuai arahan Pemegang Saham.
Hal tersebut disebabkan Direktur PTPN II, SEVP, dan Kabag saat itu tidak cermat menyetujui Addendum Master Cooperation Agreement dengan PT CKPSN terkait kewajiban penyerahan lahan kepada pemerintah, spesifikasi lahan pengganti 10.000 Ha dan presentase BSPL.
Selain itu, belum seluruhnya mengalihkan lahan kerjasama seluas 2.514 Ha sebagai bentuk setoran modal dalam Akta Inbreng ke PT NDP sesuai ketentuan yang berlaku.
Direktur PT NDP periode 2020 sampai 2023 berpotensi kurang optimal dalam menyediakan lahan matang kawasan Residensial, serta kurang cermat dalam mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan proyek kawasan Residensial.
Pun Kejati Sumut belum mengusut indikasi tersebut. Kemudian SEVP Manajemen Aset yang saat itu menjabat kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis.
Bahkan, Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan dan Sustainability periode 2021 sampai 2023 kurang cermat dalam memasukan klausul penyediaan lahan kepada pemerintah dalam MCA.
Serta, Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 sampai 2023 kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH.
Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 sampai 2023 kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang kawasan bisnis dan industri.
Temuan BPK
Dalam LHP BPK RI dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024 mengungkap bahwa klausul kontrak kerja sama belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan tidak sesuai peraturan pertanahan.
BPK menjelaskan bahwa PTPN Il memiliki aset non produktif berupa bidang tanah yang berada di wilayah perkotaan khususnya yang berbatasan dengan kota Medan, kota Binjai dan kabupaten Deli Serdang. Lahan tersebut sebagian besar dikuasai/digarap oleh masyarakat.
Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo lahan tersebut telah berubah peruntukan sebagai kawasan permukiman sehingga sudah tidak layak lagi untuk dikelola sebagai lahan perkebunan.
Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi kota Medan dan Deli Serdang menyebabkan kondisi lahan kebun-kebun tersebut telah dikelilingi oleh perumahan dan kawasan bisnis yang menyebabkan turunnya daya dukung lahan kebun.
Produktivitas kebun-kebun tersebut sangat rendah dan bahkan selama bertahun-tahun membuat PTPN II membukukan kerugian yang memberatkan kinerja operasional dan keuangan.
Guna memanfaatkan aset kebun-kebun tersebut PTPN II melakukan kajian peruntukan kebun sebagai kawasan perumahan, komersial dan industri sehingga kebun tersebut menjadi produktif, selanjutnya dalam rangka menjalankan rencana tersebut PTPN II melakukan seleksi mitra yang dimulai sejak Tahun 2012.
Dalam proses penetapan mitra strategis, PTPN II melakukannya melalui mekanisme beauty contest sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Seleksi Mitra Strategis pada PTPN II Nomor 11.0/Kpts/11/XII/2010 tanggal 8 Desember 2010.
Mitra yang terpilih sebagai prioritas pertama adalah PT DAR Tbk, namun pada saat negosiasi syarat dan ketentuan tidak tercapai kesepakatan dengan PTPN II, sehingga sesuai dengan laporan hasil seleksi mitra strategis yang dibuat oleh PT BS maka mitra strategis prioritas selanjutnya adalah PT CS Tbk.
Hasil negosiasi dengan PT CS Tbk diperoleh kesepakatan dalam rangka melaksanakan kerja sama pengembangan provek KDM.
Menteri BUMN memberikan persetujuan KSO Proyek KDM melalui surat Nomor: S434/MBU/2014 tanggal 24 Juli 2014 dan Nomor: S-565/MBU/09/2014 tanggal 30 September 2014 perihal Persetujuan Pendirian Perusahaan Patungan dan Kerja sama Operasi untuk Provek KDM.
Selanjutnya PTPN II merencanakan untuk melanjutkan pelaksanaan Proyek KDM dan menyampaikan hal tersebut kepada Menteri BUMN yang ditembuskan kepada PTPN III (Persero) melalui surat Nomor: 20/X/262/1IV/2019 tanggal 6 Maret 2019 dan mendapat balasan dari PTPN III (Persero) sesuai dengan surat balasan No. HDP/N.11/687/2019 tanggal 27 Maret 2019 yang pada dasarnya meminta melakukan pembicaraan dengan mitra terkait dan melakukan pembaharuan kajian untuk mendapatkan gambaran mengenai kelayakan risiko dan benefit bagi PTPN II.
Pembaharuan kajian atas studi kelayakan telah dilakukan oleh PT BS dan PT CII pada tanggal 21 Juni 2019 sesuai kontrak nomor 20/SPK/29/V1/2019 dalam rangka Jasa.
Financial Advisor Pemutakhiran Kajian dan Pendampingan Pelaksanaan Kerja sama degan Mitra Strategis Pengembangan Kawasan Kota Deli Megapolitan (KDM), salah satu tujuan dari Kerja sama tersebut adalah untuk mengetahui kelayakan risiko dan benefit bagi PTPN II.
Berdasarkan kajian internal PTPN II dan laporan studi kelayakan sebelumnya menunjukkan bahwa opsi terbaik pengembangan kebun tersebut adalah dengan merubah peruntukkannya menjadi kawasan residensial, bisnis dan properti yang terpadu dan berwawasan lingkungan hijau dengan melakukan kerja sama dengan mitra Strategis.
Rencana pengembangan Proyek KDM meliputi total lahan seluas tebih kurang 8.077 ha, untuk masa kerja sama selama 30 tahun. Dimana seluas 4.038.46 Ha (50.00%) berupa kawasan hijau dan seluas 4.038.54 Ha (50.00%) merupakan lahan dikembangkan.
Selanjutnya lahan dikembangkan tersebut akan dikonversi menjadi kawasan residensial seluas 2.014 Ha, kawasan komersial/bisnis 549.54 Ha dan kawasan industri seluas 975 Ha, selebihnya seluas 500 Ha akan digunakan sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR).
Dalam pelaksanaan Proyek KDM, PTPN II menggandeng mitra strategis dengan PT CKPSN yang tertuang dalam Master Cooperation Agreement (MCA) antara PTPN II dan CKPSN Nomor Dir/SPK-1/01/V1/2020 tanggal 26 Juni 2020 dan sudah mengalami dua kali amandemen terakhir tanggal 23 Juni 2023.
Menindaklanjuti MCA tersebut, PTPN II dan PT CKPSN membentuk beberapa Joint Venture Corporation (JVCo) / Perusahaan Usaha Patungan (PUP) yang bertanggung jawab melakukan penggarapan, pembangunan, pemasaran, penjualan, penyewaan dan/atau pengelolaan atas masingmasing Kawasan.
PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) untuk PUP kawasan residensial, PT Deli Megapolitan Kawasan Bisnis (DMKB) untuk PUP kawasan komersil/bisnis dan PT Deli Megapolitan Kawasan Industri (DMKI) untuk PUP kawasan industri.
Selanjutnya masing-masing KSO menandatangani kerja sama operasi dengan PTPN II yang ditandatangani pada 11 November 2020.
Namun berdasarkan hasil pemeriksaan atas kerja sama pemanfaatan lahan milik PTPN II pada proyek KDM itu, BPK menemukan 8 permasalahan yakni:
1. Pelaksanaan proyek tidak didukung dengan RKT dan laporan berkala
2. Kelebihan transfer PPLWH kepada PT NDP senilai Rp1.372.063.871,00
3. Kewajiban penyerahan lahan kepada Negara belum diatur dalam kontrak
4. Bagi hasil PPLWH belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan PT NDP
5. Proses inbreng tanah sebagai penyertaan modal pada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) tidak sesuai akta pendirian perusahaan
6. Investasi saham PTPN II turun pada PUP Kawasan Bisnis
7. Klausul penyediaan lahan perkebunan seluas 10.000 Ha dalam MCA pembangunan KDM tidak mengatur secara detail mengenai spesifikasi lahan
8. Besaran biaya Subkontrak pengembangan lahan tidak didasarkan pada prinsip at cost
Atas permasalahan tersebut mengakibatkan PTPN II belum memperoleh keuntungan dari proyek KDM.
"Pembentukan PT DMKB terindikasi merugikan PIPN II senilai Rp1.250.000.000,00; bagi hasil PPLWH berpotensi merugikan PTPN II dan PT NDP; BSPL terindikasi mengurangi porsi pendapatan PTPN II dan PT NDP," petik laporan BPK.
Kemudian BPK menyatakan permasalahan tersebut mengakibatkan penggantian lahan perkebunan seluas 10.000 Ha berpotensi tidak terealisasi, pelaksanaan proyek KDM tidak terukur; kelebihan transfer dari PTPN II kepada PT NDP berpotensi tidak diganti senilai Rp1.372.063.871,00; pemisahan sertifikat HGB kawasan residensial berpotensi terhambat dan penyertaan Modal PTPN II pada PT NDP tidak sesuai arahan pemegang saham.
Menurut BPK, kondisi tersebut di atas disebabkan Direktur PTPN II 2020 sampai dengan 2023 tidak cermat menyetujui addendum Master Cooperation Agreement dengan PT CKPSN terkait kewajiban penyerahan lahan kepada pemerintah, spesifikasi lahan pengganti 10.000 Ha dan presentase BSPL: dan belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha sebagai bentuk setoran modal dalam Akta Inbreng ke PT NDP sesuai ketentuan yang berlaku.
Kemudian, permasalahan tersebut juga disebabkan Direktur PT NDP periode 2020 sampai dengan 2023 kurang optimal dalam menyediakan lahan matang kawasan residensial dan kurang cermat dalam mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan proyek kawasan residensial.
Tak hanya itu saja, permasalahan tersebut juga disebabkan oleh SEVP Manajemen Aset periode 2021 sampai dengan 2023 kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis dan Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability periode 2021 sampai dengan 2023 kurang cermat dalam memasukan klausul penyediaan lahan kepada pemerintah dalam MCA.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I agar berkomunikasi dengan Direktur Utama PTPN III (Persero) untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku kepada sdr. IP selaku Direktur PTPN II Periode 2021 sampai dengan 2023 karena tidak cermat menyetujui addendum MCA dan belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha.
Menugaskan bagian SPI melaksanakan audit (pemeriksaan khusus) perihal kerjasama proyek KDM yang diawasi langsung oleh Dewan Komisaris PTPN I; menugaskan unit terkait untuk melakukan reviu atas kerja sama dengan PT CKPSN; Koordinasi dengan pemegang saham dan PT CKPSN untuk melakukan revisi klausul perjanjian yang memberikan keuntungan optimal kepada PTPN I.
Kemudian memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Direktur PT NDP periode 2020 sampai dengan 2023 karena kurang optimal dalam menyediakan lahan matang dan mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan.
Memberikan sankis kepada SEVP Manajemen Aset PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis; Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang cermat dalam merevisi klausul kewajiban penyediaan lahan pemerintah.
Lalu, memberiksan sanksi Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH; dan Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang.
PTPN I hormati proses hukum
Manajemen PTPN I menghormati proses hukum atas penahanan mantan Direktur PTPN II Irwan Peranginangin oleh Kejati Sumatera Utara, Jumat (7/11/2025).
Hal ini dilakukan oleh Kejati Sumatera Utara atas dugaan tindak pidana korupsi pada proses penjualan aset PTPN II (saat ini PTPN I Regional 1) melalui perusahaan afiliasi-nya kepada PT Ciputra Land. Dugaan peristiwa tersebut terjadi, pada saat IP masih menjabat sebagai Direktur PTPN II periode 2020-2023.
Melalui pernyataan resmi, PTPN I sebagai entitas pasca merger PTPN (I, II, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIV) menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan berharap dapat diselesaikan dengan baik sesuai prosedur hukum yang berlaku. PTPN I juga berkomitmen terus menerapkan aspek good corporate governance (GCG) secara konsisten pada setiap lini mulai dari pusat hingga regional dan unit usaha.
“PTPN I perlu menyampaikan pernyataan resmi karena eks PTPN II atau saat ini PTPN I Regional 1 pasca merger di bawah pengelolaan kami. Statusnya adalah regional yang memiliki beberapa unit usaha,” kata Aris Handoyo di Jakarta, Jumat malam (7/11/25).
Terkait dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset PTPN II (saat ini PTPN I Regional 1) oleh PT Nusa Dua Propertindo (PT NDP) melalui Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land, pihaknya membuka diri untuk penyelesaian secara tuntas. Aris menguraikan bahwa PT NDP merupakan perusahaan afiliasi PTPN I yang terbentuk sebelum merger. KSO pengelolaan aset juga terjadi sebelum merger menjadi entitas PTPN I.
“PTPN I menghormati dan mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Kami senantiasa siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum dengan memberikan data dan informasi yang diperlukan demi terwujudnya transparansi dan penegakan hukum,” ungkap Aris.
Namun demikian, manajemen PTPN I menyatakan agar semua pihak menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Pihaknya juga menyerahkan sepenuhnya penyelesaian dugaan kasus ini kepada Kejati Sumut. Bagi internal PTPN I, Manajemen memastikan operasional bisnis perusahaan akan tetap berjalan normal guna mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.
“Perusahaan berkomitmen untuk memastikan tata kelola perusahaan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PTPN I akan terus fokus pada pengamanan aset negara, serta memastikan setiap pengelolaan aset dilakukan secara legal dan prosedural. Dan atas kasus hukum yang terjadi ini, Manajemen PTPN I menjamin aktivitas operasional tetap berjalan normal, baik head office dan regional”, tegas Aris.
Aris juga menyampaikan bahwa PTPN I dalam menjalankan proses bisnis perusahaan selalu mengedepankan prinsip-prinsip Environmental, Social and Governance (ESG).
“PTPN I selalu berkomitmen pada implementasi ESG dalam pengelolaan kerja sama aset serta menjamin pengamanan aset dilakukan secara optimal dan patuh terhadap aspek hukum dan regulasi yang berlaku," tandas Aris.
Topik:
Kejati Sumut PTPN I PTPN II PT Ciputra Land Citraland Irwan Peranginangin Temuan BPKBerita Sebelumnya
Jalan Trans Kie Raha Buka Akses Investasi Maluku Utara
Berita Selanjutnya
Prabowo Menutup-nutupi Dugaan Korupsi Whoosh?
Berita Terkait
APH Didesak Selidiki Kerugian PT SMI atas Pembiayaan Proyek Jalan Tol KLBM Nyaris Rp 1 T
18 November 2025 11:34 WIB
Korupsi Aluminium, Kejati Sumut Periksa Saksi dari PT Inalum dan PASU
18 November 2025 07:07 WIB