Mengungkap Modus Gila Korupsi Whoosh

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 November 2025 13:35 WIB
Jokowi saat meninjau proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (Whoosh) (Foto: Istimewa)
Jokowi saat meninjau proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (Whoosh) (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Satu per satu modus gila kasus dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung alias Whoosh mulai terungkap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Benar-benar sudah gila koruptornya yang bermodus menjual kembali tanah yang sudah menjadi milik negara. "Artinya negara membeli kembali yang sebetulnya tanah itu adalah milik negara. Modus-modus seperti ini masih terus didalami terkait dengan pengkondisian-pengkondisian dalam proses pengadaan lahannya begitu," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).

Namun Budi enggan memerinci proses penjualan aset negara dalam proyek ini. "Termasuk itu, kami masih terus mendalami informasi-informasi yang kami peroleh baik di lapangan maupun dari permintaan keterangan kepada para pihak," jelas Budi.

Meski kasus ini masih tahap penyelidikan sejak awal Januari 2025, namun KPK memberi kisi-kisi bahwa saksi yang diperiksa adalah pihak pengembang.

"Ada sejumlah pihak (pengembang). Jadi, tapi kami memang belum bisa menyampaikan detilnya. Nanti kalau memang sudah naik ke tahap penyidikan, kami terus update pemeriksaan terhadap para saksi," tegas Budi Prasetyo kepada Monitorindonesia.com, Selasa (18/11/2025).

Budi kembali menegaskan, karena kasus masih tahap penyelidikan, maka pihaknya belum bisa menyampaikan pihak-pihak mana saja yang didalami, diminta keterangan. Kendati, Budi memastikan bahwa saksi tersebut diduga mengetahui dugaan rusuah proyek era mantan Presiden Jokowi itu.

Dalam proses pembebasan lahan untuk proyek Whoosh ini, tambah Budi, terdapat dugaan tanah milik negara yang kembali dijual kepada negara. Dugaan tersebut juga merupakan salah satu materi yang didalami pihak penyidik lembaga anti rasuah itu.

"Termasuk itu, kami masih terus mendalami informasi-informasi yang kami peroleh baik di lapangan maupun dari permintaan keterangan kepada para pihak."

"Jadi nanti kita akan terus menelusuri adanya tanah-tanah yang diduga punya negara kemudian dijual kembali dalam proses pengadaan lahan," imbuh Budi.

Diketahui bahwa penyelidikan kasus ini menyoroti indikasi adanya penyimpangan dalam pengadaan lahan yang diduga menyebabkan kerugian keuangan negara. Bukan pada dugaan mark up sebagaimana dugaan-dugaan para pihak sebelumnya.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, penyelidikan masih berada di tahap awal. Serta, difokuskan pada aspek pembebasan lahan, bukan pada pelaksanaan proyek kereta cepat secara keseluruhan.

“Materinya itu terkait dengan lahan, bukan masalah proses proyeknya. Ini ada beberapa komponen, yang kami lidik adalah soal pembebasan lahan,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/11/2025).

KPK tidak sedang mempermasalahkan keberlangsungan proyek Whoosh. Namun, KPK mendalami dugaan adanya pihak-pihak yang memanfaatkan proyek nasional tersebut untuk mencari keuntungan pribadi.

“Kalau ada oknum yang memanfaatkan proyek ini untuk mengambil keuntungan, misalnya harga tanah yang seharusnya Rp10 malah dibayar Rp100. Itu tidak wajar, keuntungan yang tidak sah seperti itu harus dikembalikan kepada negara,” kata Asep.

Asep juga menyinggung adanya indikasi penjualan kembali tanah milik negara kepada negara sendiri. Asep menduga itu dilakukan oknum tertentu melalui pengaturan proses pembebasan lahan.

"Ada oknum yang menjual kembali tanah milik negara kepada negara. Jadi, kami tidak sedang mempermasalahkan Whoosh-nya, tapi indikasi bahwa uang negara keluar untuk sesuatu yang seharusnya tidak perlu dibayar,” jelas Asep.

Menurut Asep, jika ditemukan pembayaran yang tidak wajar atau adanya mark up harga tanah. Maka KPK akan memastikan dana tersebut dikembalikan ke kas negara.

“Kalau pembayarannya wajar, tentu tidak akan kami perkarakan. Tapi kalau tidak wajar, apalagi tanahnya milik negara, uang itu harus dikembalikan karena negara dirugikan,” beber Asep.

Hingga kini, KPK masih menelusuri lahan mana saja yang menjadi fokus penyelidikan. Apakah di wilayah Halim, Bandung, atau lokasi lain di sepanjang jalur kereta cepat. “Nanti kita tunggu bersama, apakah di Halim, Bandung, atau Tegal Luar. Yang jelas, ini fokusnya pada pengadaan lahannya,” demikian Asep.

Penting diketahui bahwa pengembang kereta cepat ini adalah konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dan perusahaan perkeretaapian Tiongkok. KCIC dibentuk dari Pilar Sinergi BUMN Indonesia (60%) dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. (40%). 

Konsorsium Indonesia (60%): melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, terdiri dari empat BUMN: PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara I, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

Sementara Konsorsium Tiongkok (40%), melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd., terdiri dari beberapa perusahaan Tiongkok seperti CREC, Sinohydro, CRRC, CRSC, dan CRIC.

Topik:

KPK Korupsi Kereta Cepat Korupsi Whoosh