KPK Ikut-ikutan Kejagung!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 November 2025 00:01 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) memamerkan uang senilai Rp13 triliun hasil barang bukti kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dari terdakwa korporasi (kiri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan tumpukan uang Rp 883 miliar hasil rampasan kasus investasi fiktif PT Taspen (kanan) (Foto: Kolase MI/Diolah)
Kejaksaan Agung (Kejagung) memamerkan uang senilai Rp13 triliun hasil barang bukti kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dari terdakwa korporasi (kiri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan tumpukan uang Rp 883 miliar hasil rampasan kasus investasi fiktif PT Taspen (kanan) (Foto: Kolase MI/Diolah)

Jakarta, MI - Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan tumpukan uang Rp 300 miliar hasil rampasan kasus investasi fiktif PT Taspen disebut ikut-ikutan dengan apa yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Saya melihat memang mengikuti tren yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung ya,” kata Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, Jumat (21/11/2025).

Menurut Lakso, ada perbedaan antara KPK yang menampilkan uang rampasan yang telah berkekuatan hukum tetap, sedangkan Kejagung menampilkan uang hasil sitaan. “Kalau Kejaksaan Agung kan yang dipamerkan masih dalam bentuk sitaan,” jelasnya.

Selain itu, upaya KPK yang ingin membatasi transaksi menggunakan uang kartal demi mencegah tindak pidana korupsi juga tersorot. Menurutnya, sikap KPK cukup dilematis dengan memamerkan uang tersebut. “Kalau KPK ikut-ikut menunjukkan bahwa ada uang kartal sebagai bukti ke publik. Nah ini kan sebetulnya sikap yang dilematis ya dilihat oleh publik,” tandasnya.

Adapun KPK melakukan pemaparan publik yang mencolok dengan memamerkan uang tunai sebesar Rp 300 miliar dari PT Taspen. Uang tunai ini hanya sebagian kecil dari total aset dan kerugian negara senilai Rp 883 miliar yang berhasil dipulihkan KPK dalam perkara korupsi investasi fiktif yang melibatkan PT Taspen (Persero).

Tumpukan uang pecahan Rp 100 ribu tersebut disusun sedemikian rupa hingga menyerupai tembok bata dengan tinggi sekitar 1,5 meter, hampir memenuhi seluruh sisi depan ruangan konferensi pers. Setiap ikatan uang (bal) yang dibungkus plastik putih dilaporkan bernilai Rp 1 miliar.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penyerahan aset hasil rampasan ini dilakukan setelah selesainya proses pemulihan kerugian negara dari kasus korupsi yang menimpa dana pensiun ASN tersebut.

"Setelah dilakukan serangkaian pemulihan aset oleh KPK dari perkara Taspen, hari ini KPK melakukan penyerahan kepada PT Taspen (Persero), atas penjualan kembali aset yang sudah dirampas," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Total aset yang dikembalikan kepada PT Taspen terdiri dari dua komponen utama:

1. Uang Tunai: Sebesar Rp 883.038.394.268 yang telah disetorkan ke rekening Giro THT Taspen di BRI Cabang Veteran Jakarta pada 20 November 2025.

2. Instrumen Efek: Sebanyak enam unit instrumen efek yang sudah dipindahkan ke rekening efek PT Taspen (Persero) pada 17 November 2025.

Asep mengklarifikasi bahwa uang tunai Rp 300 miliar yang dipamerkan KPK di ruang konferensi pers hanya sebagian dari total pengembalian. Menurutnya, pameran uang tersebut dibatasi karena alasan keamanan dan keterbatasan kapasitas ruangan.

Asep Guntur Rahayu menekankan bahwa tindak pidana korupsi yang menyasar dana pensiun merupakan kejahatan yang sangat memprihatinkan karena secara langsung merugikan hak-hak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah mengabdi puluhan tahun kepada negara.

Ia menyebut, dana Taspen adalah tabungan hari tua bagi lebih dari 4,8 juta ASN. Pun, dia menggarisbawahi dampak kerugian tersebut: nilai kerugian yang mencapai hampir Rp 1 triliun itu setara dengan pembayaran gaji pokok bagi sekitar 400 ribu ASN.

Angka tersebut menggambarkan betapa besarnya potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh korupsi di sektor dana pensiun. “Setiap rupiah yang dikorupsi sama halnya dengan merenggut kehidupan para pensiunan dan keluarganya,” katanya sesal.

Perkara korupsi yang merugikan keuangan PT Taspen ini telah menyeret dua terdakwa utama ke meja hijau dan berujung pada vonis pidana.

Adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, divonis 10 tahun penjara. Kosasih terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam pengelolaan investasi perusahaan BUMN tersebut.

Selain pidana pokok, hakim menjatuhkan denda sebesar Rp 500 juta, subsider pidana kurungan selama enam bulan jika denda tidak dibayar.

Antonius juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 29,152 miliar, ditambah sejumlah mata uang asing (valuta asing) seperti:

- USD 127.057

- SGD 283.002

- 10 ribu euro

- 1.470 baht Thailand

- 30 Poundsterling

- 128.000 yen Jepang

- 500 dolar Hong Kong

- 1,262 juta won Korea

- Rp 2.877.000.

Vonis yang dijatuhkan hakim ini sama dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum.

Majelis hakim juga menjatuhkan vonis terhadap Ekiawan Heri Primaryanto, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM).

Eki divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 6 bulan kurungan. Eki juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 253.660.

Jika uang pengganti tidak dibayarkan, akan diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

Adapun Kosasih dan Ekiawan dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Topik:

KPK Kejagung