Siapa Penikmat Biskuit Program Stunting Kemenkes senilai Triliunan Tiap Tahun (1)


Jakarta, MI - Prevalensi stunting di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif. Meningkat di periode 2010-2013, kemudian menurun pada periode 2014-2018. Selanjutnya, pada 2021 hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan penurunan prevalensi 3,3% menjadi 24, 4%, dan pada 2022 turun menjadi 21,6 %.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi juga optimistis target pemerintah dalam penanganan stunting akan tercapai. Untuk itu, upaya intervensi pencegahan perlu dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan atau masa kehamilan ibu.

Biskuit atau makanan tambahan program stunting yang dijalankan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak tahun 2016 disorot oleh Komisi IX DPR RI. Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago menyebut ada laporan biskuit stunting yang dikirim ke daerah rusak dan jamuran.
Menanggapi biskuit program stunting yang jamuran, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Maria Endang Sumiwi angkat bicara. Ia menjelaskan, bahwa biskuit yang rusak merupakan pengadaan tahun 2021.
BACA JUGA: Dugaan Korupsi Pengadaan Alat Deteksi Stunting Kemenkes 2022 Dilaporkan ke KPK, Kerugian Negara Rp 42 Miliar!
"Kami dapat laporan, kan tahun 2022 kemarin, kami masih pakai itu biskuit. Nah, kami dapat laporan dari daerah bahwa ada biskuit yang rusak," jelas Endang saat ditemui usai 'Press Conference: Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI)' di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Jumat, 27 Januari 2023.
"Pada saat dapat laporan, kami cek gudang. Sebetulnya di gudang kondisinya gimana, kan kita cek yang tanggal produksi sama dengan yang dilaporkan rusak. Pas kami cek kondisinya itu baik, gudangnya baik. Jadi waktu itu, okelah, kita bisa jalan terus gitu kan." tambahnya.

Menurut Endang, laporan biskuit yang rusak kemungkinan terjadi saat pengiriman atau penyimpanan. Mungkin masalah bisa terjadi pada saat pengiriman atau penyimpanan di lapangan, tapi kami sudah cek stoknya. Maria Endang Sumiwi menambahkan, sebenarnya temuan biskuit program stunting tidak masif dilaporkan. Hanya ada sekitar 7 sampai 8 daerah yang melaporkan.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago mengkritik pemberian makanan tambahan (PMT) berupa biskuit guna mencegah stunting pada balita, namun ternyata ada temuan PMT tak layak pangan di sejumlah daerah.

"Terus terang saya bicara begini, ini PMT periode ini menurut saya itu PMT yang paling buruk, jamuran, rasanya tidak benar, kualitasnya buruk. Apa sih kerja kalian?" cecar Irma dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI bersama Kemenkes di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2023).
Menurut data yang diterima Redaksi Monitorindonesia.com, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi IX diduga kerap mengajukan permohonan logistik PMT BUMIL, PMT Anak Sekolah, MP ASI dan APD Pekerja kepada Direktur Bini Gizi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Hal itu dilakukan dalam rangka kunjungan kerja (Kunker) di Daerah Pemilihan (Dapil)Jawa Tengah VII meliputi, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen.
BACA JUGA: Dugaan Mark Up Pengadaan Antropometri Kit Deteksi Stunting, INDECH Desak KPK Periksa Kemenkes, Dirut PT Beseda dan PT IDS MSI
"Sehubungan dengan kegiatan Kunjungan Kerja Ke daerah Pemilihan Anggota DPR RI sebagaimana tugas, fungsi, dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD RI, dan DPRD, serta Keputusan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010, maka kami bermaksud mengadakan sosialisasi kesehatan ibu dan anak, edukasi pola makan sehat seimbang dan pemberian MP AS di wilayah Dapil Jawa Tengah VII (Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen)," tulis permohonan itu yang ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.
"Oleh karena itu, mohon kiranya Kementerian Kesehatan, RI dapat membantu dalam hal logistik; MT BUMIL = 20 ton; PMT ANAK SEKOLAH = 20 ton; MP ASI = 20 ton; ADP Pekerja = 20 ton," tambahnya.

Anggota DPR RI yang sama juga melalui Komisi IX mengajukan permintaan obat-obatan kepada Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI. Hal itu dilakukan dalam rangka bakti sosial masa reses di Daerah Pemilihan Jawa Tengah Vil yang meliputi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga
"Diberitahukan dengan hormat, bahwa kami akan melaksanakan kembali Bakti Sosial di Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIl yang meliputi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga pada masa reses sidang III tahun sidang 2016-2017 yang akan dilaksanakan pada bulan maret 2017".
"Sehubungan dengan itu kami mengharap bantuan saudara kiranya dapat menyediakan kebutuhan untuk kegiatan bakti sosial di masyarakat tersebut berupa obat-obatan," tulis permohonan itu yang juga ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.
Kendati, berdasarkan hasil PSG tahun 2017, prevalensi stunting pada balita di Indonesia adalah 29.6%. Sementara itu, sebaran stunting di Jawa Tengah berdasarkan data Kemenkes tahun 2024 ini sebesar 8,6 persen. Dengan rincian, anak balita sebanyak 1.940.103, stunting pendek sebanyak 132. 359 dan stunting sangat pendek sebanyak 34. 875.
Menteri Kesehatan

menyebutkan angka prevalensi stunting hanya turun 0,1 persen dari 21,6 persen pada 2022 menjadi 21,5 persen pada 2023.
Budi menyebut salah satu kendala penurunan stunting yang masih kecil belum ditemukan model implementasi yang sesuai dari program-program yang telah dilaksanakan.
BACA JUGA: Dugaan Korupsi Alat Deteksi Stunting 2022 Rp 42 Miliar
Tetapi Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengaku prihatin masih kecilnya penurunan angka prevalensi stunting. Meski begitu, ia menyebut masih ada waktu semua pihak untuk bekerja keras menurunkan angka stunting sesuai target di 14 persen. Asalkan, kata dia, semua pihak melakukan evaluasi program dan bekerja keras demi mencapai target.
Penurunan stunting tak tercapai
Anggota Fraksi PKS DPR RI ini menyebut target utama prevalensi stunting yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 2024 adalah 14 persen. Menurut Kurniasih, idealnya guna mencapai target tersebut, setiap tahun angka prevalensi stunting bisa turun 3,5 persen setiap tahun.
Kurniasih menyoroti bertambahnya anggaran penurunan stunting yang dibebankan ke 17 kementerian/lembaga dan juga oleh pemerintah daerah ternyata tidak ekuivalen dengan capaian penurunan stunting tahun 2022-2023. Padahal pandemi Covid-19 juga sudah bisa dilewati dan fokus program penurunan stunting bisa dikebut.

“Penurunan stunting ternyata tidak dibarengi dengan keseriusan pencegahan stunting sejak dini. Penurunan yang hanya 0,1 persen itu disebabkan angka penurunan stunting 1,2 juta orang sementara yang bertambah juga 1,2 juta, hanya selisih ratusan ribu. Artinya angka penurunan tidak dibarengi dengan pencegahan sehingga angka kenaikannya juga tinggi,” kata Kurniasih, Kamis (9/5/2024).
Sebagai informasi, pada tahun 2022 telah dialokasikan dana sebesar Rp 44,8 triliun, terdiri dari alokasi yang masuk ke 17 Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah termasuk melalui DAK Fisik dan DAK nonfisik. Sementara alokasi anggaran stunting pada 2023 sebesar 46,56 triliun untuk kementerian/lembaga, DAK Fisik dan DAK nonfisik.
“Maka perlu dievaluasi karena program penurunan stunting ini melibatkan banyak kementerian/lembaga serta Pemerintah Daerah sehingga ini kerja besar kita bersama termasuk bersama kita di DPR,” kata Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II ini.
BACA JUGA: Skandal Kecurangan Fasyankes Ancam Keselamatan Pasien
Kurniasih menambahkan saat ini Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin efektif berjalan hingga Oktober 2024. Sementara target prevalensi stunting 14 persen belum tercapai.
KPK usut tuntas
Pencegahan stunting yang belum juga mengalami perbaikan, Indonesian Ekatalog Watch (INDECH) pun angkat bicara. INDECH yang merupakan salah satu Lembaga anti korupsi itu menilai ada yang janggal dari tidak menurunnya angka stunting di Indonesia padahal triliunan rupiah APBN dikucurkan untuk mengatasi masalah itu.
"Aneh rasanya angka stunting tak membaik padahal anggarannya sangat besar di Direktorat Gizi Kementerian Kesehatan. Dalam 10 tahun terakhir anggaran triliunan setiap tahun entah kemana larinya," ujar Manager Investigasi INDECH Hikmat Siregar kepada Monitorindonesia.com pada Rabu (28/8/2024).

Hikmat mengungkap oknum anggota Komisi IX DPR RI diduga turut menikmati anggaran stunting tersebut. Terbukti dari salah satu anggota Komisi IX Amelia Anggraini periode 2014-2019 dalam satu kali reses meminta roti stunting hingga 80 ton.
"Anggaran pengadaan Roti misalnya, setiap tahun terus meningkat. Tapi kenapa stunting tak kunjung turun. Roti, susu dan makanan tambahan lainya untuk penderita stunting untuk apa? tanya Hikmat.
Hikmat pun meminta penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki dugaan korupsi pengadaan makanan tambahan bagi anak-anak stunting tersebut. KPK, kata dia, tak perlu takut sekalipun melibatkan banyak anggota Komisi IX DPR RI.
BACA JUGA: Korupsi APD Kemenkes Rp 3 Triliun, KPK Sita 6 Rumah, 2 Unit Apartemen dan Robot Pembasmi Covid-19
"Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga berani mengungkap kasus ini ke penegak hukum. Anggaran triliunan rupiah untuk makanan tambahan untuk stunting harusnya bisa tepat sasaran ya. Ini tak boleh dibiarkan terus berlanjut," ucapnya.
Dia juga mendesak KPK untuk memeriksa semua perusahaan atau pabrik roti yang menjadi rekanan Kemenkes RI selama ini. Sebab, Hikmat menduga ada persekongkolan antara pejabat Kemenkes, rekanan, hingga oknum Komisi IX DPR RI. (tim)
Topik:
Anggota Komisi IX DPR RI Amelia Anggraini Fraksi NasDem Stunting Kemenkes Biskuit Program Stunting Kemenkes Budi Sadikin Komisi IX DPRBerita Terkait

Lolos di Polri dan Kejagung, Akankah Perusahaan Pemenang Tender PMT Ini Nyangkut di KPK?
23 jam yang lalu

Menanti KPK Periksa Amelia Anggraini soal Korupsi PMT Bayi dan Bumil Era Jokowi
26 September 2025 13:37 WIB

KPK Periksa Kabiro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes Liendha Andajani, Ini Kasusnya
22 September 2025 12:59 WIB