Anak Usaha Wilmar-Permata Hijau Lepas di Korupsi CPO, Tersangkut di Korupsi BPDPKS?


Jakarta, MI - Penyidikan di Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) tak kunjung membuka penyelewengan anggaran dana sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membuat tenang-tenang saja alias 'anteng wae' perusahaan sawit.
Dipicu pula Kejagung yang tak kunjung memeriksa saksi-saksi lagi. Kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS tahun 2015-2022 itu naik ke tahap penyidikan pada 7 September 2023. Begitu banyak kasus besar yang diusut Kejagung, namun ada pula tak tuntas pengusutannya.
Meski begitu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, memastikan kasus ini masih berjalan.
"Masih jalan penyidikannya. Masih penyidikan umum ya, tapi tetap jalan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada Monitorindonesia.com, dikutip pada Sabtu (26/4/2025).
Penting dicatat bahwa dalam rangka mengembangkan industri sawit, sesuai amaran konstitusi, pemerintah membentuk BPDPKS yang memiliki fungsi untuk menghimpun dana dari pelaku industri sawit.
Lalu duit ini dikutip daripunguran ekspor dan bea keluar. Dana yang telah dihimpun telah menyentuh angka triliunan rupiah. Sayangnya, penglolaan dana tersebut masih lebih berat ke konglomerat. Puluhan persen dana sawit digelontorkan ke konglomerasi sawit untuk subsidi biodiesel.
Pemerintah melalui BPDPKS mensubsidi Wilmar dan korporasi sawit lain dalam memproduksi biodiesel. Adapun dana subsidi BPDPKS ke korporasi berasal dari pungutan ekspor dan bea keluar sawit.
Sejak 2015 hingga 2023, sebesar 79% atau Rp146,56 triliun dana BPDPKS disalurkan untuk kepentingan produksi biodiesel. Sementara dari sisi penguasaan industri biodiesel, pada 2023, industri biodiesel didominasi oleh grup-grup besar sawit.
Sementara sepanjang tahun 2016-2020, ada puluhan perusahaan yang sempat menerima dana sekitar Rp57,7 triliun.
1. PT Anugerahinti Gemanusa merupakan anak usaha dari PT Eterindo Wahanatama pada tahun 2016 menerima insentif biodiesel sebesar Rp49,48 miliar.
2. PT Batara Elok Semesta Terpadu menerima insentif dari BPDPKS senilai Rp1,13 trilun sepanjang 2017-2020. Rinciannya, pada tahun 2017 menerima Rp241 miliar, Rp109,83 miliar diterima pada 2018, Rp56,45 miliar pada 2019, dan Rp728 miliar diterima pada tahun 2020.
3. PT Bayas Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp3,5 triliun sepanjang 2016-2020. Pada 2016, perusahaan ini menerima Rp438 miliar. Selanjutnya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp866 miliar pada 2018, Rp487,8 miliar pada 2018, Rp129,9 miliar pada 2019, dan Rp1,58 triliun pada 2020.
4. PT Dabi Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp412,3 miliar pada 2017-2020. Rinciannya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp110,5 miliar pada 2017, Rp171,3 miliar pada 2018, Rp80,82 miliar pada 2019, dan Rp49,68 miliar pada 2020.
5. PT Datmex Biofuels menerima insentif biodiesel sebesar Rp677,8 miliar pada 2016. Lalu, Rp307,5 miliar pada 2017. Selanjutnya, perusahaan ini menerima insentif sebesar Rp143,7 miliar pada 2018, Rp27 miliar pada 2019, dan Rp673 miliar pada 2020.
6. PT Cemerlang Energi Perkasa mendapatkan insentif sebesar Rp615,5 miliar pada 2016, lalu Rp596 miliar pada 2017, lalu Rp371,9 miliar pada 2018, Rp248,1 miliar pada 2019, dan Rp1,8 triliun pada 2020.
7. PT Ciliandra Perkasa menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp2,18 triliun sepanjang 2016-2020. Rinciannya sebesar Rp564 miliar diterima pada 2016, Rp371 miliar pada 2017, Rp166 miliar pada 2018, Rp130,4 miliar pada 2019, dan Rp953 miliar pada 2020.
8. PT Energi Baharu Lestari menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp302,47 miliar sepanjang 2016-2018. Rinciannya, sebesar Rp126,5 miliar pada 2016, Rp155,7 miliar pada 2017, dan Rp20,27 miliar pada 2018.
9. PT Intibenua Perkasatama menerima insentif sebesar Rp381 miliar pada 2017. Kemudian, Rp207 miliar pada 2018, Rp154,29 miliar pada 2019, dan Rp967,69 miliar pada 2020.
10. PT Musim Mas mendapatkan insentif biodiesel sebesar Rp7,19 triliun sepanjang 2016-2020. Tercatat, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp1,78 triliun pada 2016, Rp1,22 triliun pada 2017, Rp550,3 miliar pada 2018, Rp309,3 miliar pada 2019, dan Rp3,34 triliun pada 2020.
11. PT Sukajadi Sawit Mekar menerima lebih dari Rp1,32 triliun sepanjang 2018-2020. Rinciannya, perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp165,2 miliar pada 2018, Rp94,14 miliar pada 2019, dan Rp1,07 triliun pada 2020.
12. PT LDC Indonesia menerima insentif sekitar Rp2,77 triliun pada 2016-2020. Tercatat, BPDPKS mengucurkan insentif sebesar Rp496,2 miliar pada 2016, Rp596,68 miliar pada 2017, Rp231,1 miliar pada 2018, Rp189,6 miliar pada 2019, dan Rp1,26 triliun pada 2020.
13. PT Multi Nabati Sulawesi menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar. Lalu, kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.
14. PT Wilmar Bioenergi Indonesia mendapatkan insentif biofuel dari BPDPKS sebesar Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018. Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.
15. PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan dana insentif sebesar Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya, Wilmar Nabati menerima insentif sebesar 2,24 triliun pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2020.
16. PT Pelita Agung Agriindustri dalam periode 2016-2020 menerima dana insentif sekitar Rp1,79 triliun. Terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.
17. PT Permata Hijau Palm Oleo menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020.
18. PT Sinarmas Bio Energy dalam periode 2017-2020 menerima sekitar Rp1,61 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp108,54 miliar pada 2017, Rp270,24 miliar pada 2018, Rp98,61 miliar pada 2019, dan Rp1,14 triliun pada 2020.
19. PT SMART Tbk dalam periode 2016-2020 menerima sekitar Rp2,41 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp366,43 miliar pada 2016, Rp489,2 miliar pada 2017, Rp251,1 miliar pada 2018, Rp151,6 miliar pada 2019, dan Rp1,16 triliun pada 2020.
20. PT Tunas Baru Lampung Tbk menerima insentif dari BPDPKS sekitar Rp2,08 triliun sepanjang 2016-2020. Angka itu terdiri dari insentif Rp253 miliar pada 2016, Rp370 miliar pada 2017, Rp208 miliar pada 2018, Rp143,9 miliar pada 2019, Rp1,11 triliun pada 2020.
21. PT Kutai Refinery Nusantara mendapatkan aliran dana dari BPDPKS sebesar Rp1,31 triliun sejak 2017 sampai 2020. Rinciannya, Kutai Refinery mengantongi insentif sebesar Rp53,93 miliar pada 2017, Rp203,7 miliar pada 2018, Rp109,6 miliar pada 2019, dan Rp944 miliar pada 2020.
22. PT Primanusa Palma Energi hanya mendapatkan insentif biofuel sebesar Rp209,9 miliar pada 2016.
23. PT Indo Biofuels menerima dana insentif biofuel sebesar Rp22,3 miliar pada 2016.
Catatan Monitorindonesia.com, sejumlah perusahaan di atas telah masuk daftar saksi korupsi BPDPKS itu.
Pada Selasa (31/10/2023) Kejagung memeriksa Manager Produksi PT Pelita Agung Agriindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo.
Pada Kamis (2/11/2023), Kejagung memeriksa saksi dari pihak PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan. Pemeriksaan melalui manager produksinya yakni inisial CADT.
Pada Selasa (7/11/2023), Kejagung memeriksa Manager PT Cemerlang Energi Perkasa, FA dan PT Sari Dumai Sejahtera. Selain FA, Kejagung memeriksa dua saksi lainnya yakni, HM diduga Hartono Mitra selaku Manager Produksi PT Jhonlin Agro Raya (JARR) milik H. Isam dan AC selaku Operation Supply Chain PT Pertamina tahun 2014.
Pada Kamis (9/11/2023) Kejagung memeriksa HIS selaku Manager Produksi PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk.
Dari deret perusahaan itu juga yang terseret di kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Yakni anak usaha PT Permata Hijau Group, PT Permata Hijau Palm Oleo. Anak usaha PT Wilmar Group, PT Multi Nabati Sulawesi dan PT Multimas Nabati Asahan.
Sementara anak usaha PT Permata Hijau Group lainnya yang lolos dari korupsi CPO dan juga belum diketahui apakah sempat diperiksa Kejagung atau tidak di kasus korupsi dana sawit BPDPKS itu adalah PT Nagamas Palmoil Lestari; PT Pelita Agung Agrindustri; PT Nubika Jaya; dan PT Permata Hijau Sawit
Anak usaha PT Wilmar Group yakni PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Selain Wilmar dan Permata Hijau, sejumlah anak usaha PT Musim Mas Group lolos dari korupsi CPO yakni PT Musim Mas; PT Intibenua Perkasatama
PT Mikie Oleo Nabati Industri; PT Agro Makmur Raya; PT Musim Mas-Fuji; PT Megasurya Mas; dan PT Wira Inno Mas
Bagaimana bunyi vonis lepasnya?
Majelis hakim telah menjatuhkan vonis lepas terhadap terdakwa korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Majelis hakim yang mengadili perkara itu sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait vonis lepas tersebut.
Majelis hakim itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom. Vonis lepas itu diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
Hakim menyatakan perbuatan ekspor CPO yang dilakukan para terdakwa bukan permufakatan jahat. Hakim menyatakan para terdakwa semata-mata melaksanakan kebijakan Kementerian Perdagangan RI.
"Dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022, akan tetapi menurut pendapat majelis hakim rangkaian peristiwa tersebut bukanlah persekongkolan atau permufakatan jahat dengan niat untuk menguntungkan Para Terdakwa yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, apa yang dilakukan oleh Para Terdakwa adalah semata-mata melaksanakan kebijakan yang telah dibuat oleh Kementerian Perdagangan RI," tulis salinan putusan sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Sabtu (26/4/2025).
Hakim menyatakan para terdakwa terbukti melakukan pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya. Namun hakim menyatakan tidak mendapat keyakinan jika para terdakwa melakukan tindak pidana.
"Menimbang, bahwa dengan demikian Para Terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022, namun demikian Majelis Hakim tidak mendapatkan keyakinan bahwa Para Terdakwa telah melakukan tindak pidana," lanjut putusan itu.
Hakim menyatakan perbuatan para terdakwa korporasi bukan suatu tindak pidana sehingga dinyatakan lepas dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Hakim memerintahkan jaksa memulihkan hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
"Menimbang, bahwa oleh karena Para Terdakwa dinyatakan telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya sebagaimana didakwakan dalam dakwaan subsidair, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging) maka Para Terdakwa haruslah dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum sebagaimana dalam dakwaan subsidair," jelasnya.
Perlu diingat lagi bahwa terdakwa korporasi ini adalah perusahaan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Sementara Kejagung menyatakan kasasi atas vonis lepas ini dan saat ini masih berproses.
Dalam kasus suap ini, sudah ada 7 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ialah Muhammad Arif Nuryanto selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan; hakim Agam Syarif Baharudin; hakim Ali Muhtaro; serta hakim Djuyamto.
"Dan terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Sabtu (12/4/2025).
Tuntutan
Tiga terdakwa korporasi kasus dugaan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng sebelumnya telah dituntut membayar denda dan uang pengganti yang nilainya hingga triliunan rupiah. Para terdakwa korporasi juga dituntut agar perusahaannya ditutup.
Tuntutan itu telah dibacakan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (17/2/2025). Para terdakwa korporasi adalah PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).
Oleh karena itu, jaksa menuntut tiga terdakwa korporasi itu membayar uang pengganti sebanyak total Rp 17.708.848.928.104 (Rp 17,7 triliun).
PT Wilmar Group: Rp 11 Triliun
Jaksa meyakini anak usaha PT Wilmar Group, PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Maka Jaksa menuntut PT Wilmar Group membayar denda Rp 1 miliar. Namun, jika dalam 1 bulan tidak mampu membayar, aset masing-masing korporasi dapat dirampas untuk dilelang.
Namun, jika harta benda PT Wilmar Group tidak mencukupi, jaksa akan menyita dan melelang harta benda direktur yang mewakili kelima korporasi tersebut, Tenang Parulian Sembiring.
"Selanjutnya, apabila harta benda Terpidana Korporasi juga tidak mencukupi, harta benda Tenang Parulian Sembiring selaku direktur yang mewakili lima korporasi dapat disita dan dilelang. Apabila harta Terpidana Korporasi dan Tenang Parulian selaku direktur tidak mencukupi, maka terhadap Tenang Parulian dikenakan subsider pidana kurungan selama 12 bulan," bunyi amar tuntutan jaksa.
Selain denda Rp 1 miliar, jaksa juga menuntut PT Wilmar Group membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau Rp 11,8 triliun yang dibebankan proporsional kepada 5 terdakwa tersebut. Jika tidak mencukupi, harta benda Tenang Parulian dapat disita dan dikenai subsider 19 tahun penjara.
"Uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 (Rp 11,8 triliun) yang dibebankan secara proporsional kepada kelima Terdakwa Korporasi, dengan memperhitungkan harta benda milik terdakwa korporasi yang telah disita, jika tidak mencukupi maka harta benda Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap Tenang Parulian dikenakan subsider pidana penjara 19 tahun," kata jaksa.
Jaksa juga menuntut agar kelima terdakwa korporasi Wilmar Group dengan pidana tambahan berupa penutupan perusahaan.
"Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan Terdakwa Korporasi untuk waktu paling lama 1 tahun," kata Jaksa.
Permata Hijau Group: Rp 937 Miliar
Jaksa meyakini anak usaha Permata Hijau Group, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit, bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Maka Jaksa menuntut Permata Hijau Group untuk membayar uang denda Rp 1 miliar, yang jika dalam 1 bulan tidak membayar maka aset masing-masing korporasi akan dirampas untuk dilelang.
Jika aset para terpidana korporasi tidak mencukupi, maka kekayaan David Virgo selaku personil pengendali kelima korporasi akan disita dan dilelang.
"Apabila harta benda Terpidana Korporasi juga tidak mencukupi, maka harta benda Tenang Parulian Sembiring selaku direktur yang mewakili lima korporasi dapat disita dan dilelang, apabila harta Terpidana Korporasi dan Tenang Parulian selaku direktur tidak mencukupi maka terhadap Tenang Parulian dikenai subsider pidana kurungan selama 12 bulan," kata Jaksa.
Lebih lanjut, jaksa juga menuntut terdakwa korporasi Permata Hijau Group membayar uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26 atau Rp 937 miliar. Uang tersebut dapat dibebankan secara proporsional kepada 5 terdakwa.
"Apabila dalam 1 bulan tidak membayar, maka harta benda korporasi dan David Virgo dapat disita untuk dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap David Virgo dikenakan subsider penjara selama 12 bulan," katanya.
Jaksa juga menuntut Permata Hijau Group dengan pidana tambahan agar ditutup selama 1 tahun. "Penutupan seluruh perusahaan selama tahun," kata jaksa.
Musim Mas Group: Rp 4,8 Triliun
Anak usaha Musim Mas Group PT Musim Mas (d.h. PT Perindustrian dan Perdagangan Musim Semi Mas/PT Musim Semi Mas), PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas- Fuj, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas diyakini bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa menuntut Musim Mas Group membayar uang denda Rp 1 miliar yang dibebankan kepada lima personel pengendali perusahaan, yaitu Personil Pengendali PT Musim Mas yaitu Gunawan Siregar selaku Direktur Utama, Personel Pengendali PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya yaitu Rudi Krisnajaya selaku Direktur Utama, PT Musim Mas Fuji yaitu Siu Shia selaku Presiden Direktur, PT Megasurya Mas, yaitu Alok Kumar Jain selaku Direktur Utama dan PT Wira Inno Mas yakni Erlina selaku Direktur Utama. Aset para terdakwa dapat disita dan dilelang.
"Apabila tidak mencukupi, maka kepada lima personel pengendali tersebut masing-masing dipidana penjara 11 bulan," katanya.
Kemudian para terdakwa korporasi Musim Mas Group juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1 atau Rp 4,8 triliun yang dibebankan kepada 7 terdakwa korporasi secara proporsional.
Namun jika harta benda terdakwa korporasi dan personil pengendali tidak mencukupi, maka masing-masing personil pengendali dapat dipidana penjara Rp 15 tahun. Jaksa juga mengenakan tuntutan pidana tambahan berupa penutupan perusahaan selama 1 tahun.
Kasus posisi
Sebagaimana diketahui, kasus bermula saat terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran. Jaksa kemudian menyidik patgulipat di kasus itu.
Adapun lima orang yang telah divonis bersalah dalam kasus korupsi ekspor CPO itu ialah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Indra Sari Wisnu Wardhana; Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris WNI, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT VAL, Stanley MA; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT MM, Pierre Togar Sitanggang.
Kemudian, jaksa mengembangkan kasus ekspor CPO tersebut dan menjerat 3 tersangka korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Kasus tersebut kemudian maju ke meja hijau, para terdakwa korporasi didakwa melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama dengan Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Indra Sari Wisnu Wardana selaku mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei selaku Direktur PT IRAI (Independent Research and Advisory Indonesia) yang juga sebagai tim asistensi Menko Perekonomian, dan Tonny Muksim alias Thomas Muksim selaku Presiden Direktur PT Sari Agrotama Persada.
Para terdakwa korporasi didakwa memperkaya diri sendiri atau korporasi. Salah satunya Wilmar Group yang didakwa menerima keuntungan tidak sah sebesar Rp Rp1.693.219.219.880.621 (Rp 1,6 triliun). Rincian tiap perusahaan dibawah Wilmar Group menerima keuntungan berbeda-beda.
Perbuatan para terdakwa Wilmar Group merugikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.658.195.109.817,11 (Rp 1,6 triliun). Serta merugikan perekonomian negara sebesar Rp 8.528.936.810.738 (Rp 8,5 triliun) atau setidaknya jumlah tersebut dari total Rp 12.312.053.298.925 (Rp 12,3 triliun) yang terdiri dari kerugian ekonomi yang ditanggung oleh dunia usaha dan rumah tangga.
Sementara itu, jaksa juga mendakwa Musim Mas Group melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, menerima keuntungan yang tidak sah sebesar Rp 626.630.516.604 (Rp 626,6 miliar), perekonomian negara sebesar Rp 4.890.938.943.794,1 (Rp 4,8 triliun), kerugian keuangan Negara sebesar Rp 1.107.900.841.612,08 (Rp 1,1 triliun), kerugian sektor rumah tangga dan usaha sebesar Rp 3.156.407.585.578 (Rp 3,1 triliun) dan illegal gain sebesar Rp 626.630.516.604 (Rp 626 miliar).
Sedangkan Permata Hijau Group didakwa merugikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 186.430.960.865,26 (Rp 186 miliar) dan merugikan sektor rumah tangga dan usaha sebesar Rp 626.708.902.610 (Rp 626 miliar). (Wan)
Topik:
Kejagung CPO BPDPKS Minyak Goreng Wilmar Group Permata HijauBerita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
9 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB

Korupsi Blok Migas Saka Energi Naik Penyidikan, 20 Saksi Lebih Diperiksa!
29 September 2025 20:05 WIB