Wabah PMK Sapi Merebak Lagi! BPK Temukan Kejanggalan Pengadaan Eartag Secure QR Code

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Januari 2025 18:57 WIB
Pemasangan Eartag Secure QR Code pada ternak sapi (Foto: Dok MI/Antara)
Pemasangan Eartag Secure QR Code pada ternak sapi (Foto: Dok MI/Antara)

Jakarta, MI - Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali merebak di Indonesia. Sebenanrnya pengembangan vaksin PMK terus digalakkan oleh pemerintah dengan mengembangkan jenis vaksin sesuai dengan tipe virus yang muncul dalam kasus nasional. 

Hanya saja, produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi untuk hewan-hewan ruminansia ternak yang rentan terkena PMK.

Program vaksinasi tersebut dibarengi dengan program pemasangan Eartag Secure QR Code untuk setiap ternak yang telah mendapatkan vaksin ke-2.

Eartag tersebut terhubung dengan pusat data Kementerian Pertanian, yang menyajikan data, di antaranya riwayat kesehatan ternak, dan status pemiliknya.

Eartag Secure QR Code adalah tanda pengenal atau identitas hewan ternak yang menggunakan kode QR. Kode QR adalah kode batang dua dimensi yang dapat menyimpan informasi seperti teks, URL, atau detail kontak. Eartag merupakan upaya penandaan pada hewan ternak yang berisi nama pemilik dan keterangan ternak secara lengkap.

Manfaat pemasangan eartag pada hewan ternak, di antaranya: Memudahkan seleksi, Memudahkan recording, Memudahkan monitoring, Memudahkan tatalaksana pemeliharaan kandang

Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi PKS, Johan Rosihan telah menyayangkan kembali merebaknya penyakit ini. Khususnya di wilayah Jawa Timur dan ada sedikit kasus di Madura.

“Ini membuktikan bahwa penanganan PMK yang lalu itu belum tuntas. Karena PMK itu dinyatakan tuntas jika selama minimal 30 tahun tidak ditemukan kasus lagi,” kata Johan saat dihubungi, Kamis (9/1/2024).

Menurutnya, munculnya wabah PMK lagi ini, selain karena penanganan yang tidak tuntas, juga bisa karena adanya mobilitas hewan ternak yang tidak diawasi secara ketat, baik antar provinsi maupun antar daerah.

“Jadi ada sisa virus, lalu ada mobilisasi ternak. Ditambah juga, karena adanya kesenjangan vaksinasi. Ada ternak yang sudah divaksinasi tapi ada juga yang belum. Vaksinasinya tidak merata,” jelasnya.

Sehingga, ia mendorong Kementerian Pertanian untuk melakukan penanganan kasus ini secara tepat, cepat dan tegas. Termasuk juga, jika harus melakukan pembakaran pada hewan ternak yang terbukti terpapar virus PMK.

“Memang, jika dilakukan pembakaran hewan ternak, pasti berdampak pada anggaran. Tapi jika mau tuntas, ya kita harus berani straight menyelesaikan masalah ini,” jelasnya.

Ia pun menegaskan bahwa pemerintah, dalam hal ini terutama Kementerian Pertanian harus melakukan penanganan dan pengawasan yang efektif.

“Pengawasan diperketat, vaksinasi massal. Termasuk juga mengedukasi masyarakat, agar mereka paham, bahwa ternak yang terkena virus itu harus dibakar. Supaya tidak akan muncul lagi virusnya,” bebernya.

Johan menyatakan Kementerian Pertanian bisa bekerja sama atau mengadakan tenaga ahli untuk melakukan pengawasan dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

“Efektifitas penanganan wabah, itu yang perlu dilakukan. Termasuk juga memperbaiki regulasi atau penambahan langkah penanganan dari kasus yang terjadi sebelumnya. Jika memang ada penambahan anggaran, karena langkah ini, maka itu merupakan sesuatu hal yang harus kita hadapi,” jelasnya.

Selain itu, dia mengingatkan keberadaan PMK ini tidak hanya mengancam ketersediaan daging tapi juga ketersediaan susu perah.

“Ini kan berkaitan dengan upaya kita melakukan swasembada pangan. Kalau ini tak bisa diatasi, maka akan terbuka celah untuk kembali mengimpor daging atau susu." 

"Jawa Timur ini kan salah satu penghasil hewan ternak Indonesia, jadi harus benar-benar dilindungi. Jangan cuma bisa naturalisasi ternak saja,” imbuhnya

Temuan BPK

Dari Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Kementan tahun anggaran 2022. Di situ disebutkan, program eartag senilai total Rp 297.323.235.000,00 ini ditemukan sejumlah kejanggalan.

Pertama, pelaksanaan pengadaan Eartag Secure QR Code Tahap I tidak sesuai peraturan pengadaan barang/jasa Pemerintah. Pengadaan tahap I untuk 233.330 unit sebesar Rp3.499.950.000,00 menggunakan metode pengadaan darurat. Namun BPK tidak menemukan dasar perintah penanganan secara darurat.

Pengaturan pelaksanaan pengadaan Eartag Secure QR Code Kementan sejatinya diatur dalam beberapa regulasi. Meski begitu dalam audit BPK tidak menemukan dasar hukum yang menjadi pijakan status darurat PMK itu.

“Tidak terdapat perintah dari kuasa pengguna anggaran (KPA) kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) Direktorat Pembibitan dan Produksi untuk melaksanakan pengadaan Eartag Secure QR Code dengan metode pengadaan darurat,” tulis BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas audit Kementan tahun anggaran 2022 ditukil Monitorindonesia.com, Kamis (9/1/2025).

Menurut BPK, surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 559/KPTS/PK.300/M/7/2022 hanya menetapkan pengadaan Eartag Secure QR Code dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal PKH tanpa menetapkan metode pelaksanaannya. 

Padahal mengacu pada Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat, disebutkan bahwa PPK melaksanakan pengadaan barang/jasa untuk penanganan darurat berdasarkan perintah dari KPA.

Kejanggalan kedua menyangkut pengalihan kontrak kerja sama dengan pihak ketiga. Pelaksanaan pengadaan Eartag Secure QR Code di Kementan bekerja sama dengan Perum Peruri. 

Hasil penelusuran BPK terungkap bahwa sebagian besar pekerjaan Peruri itu diserahkan kepada PT CTP yang merupakan anak perusahaan Perum PERURI. Pengalihan pekerjaan ini dilakukan melalui penerbitan Surat Order Pembelian (SOP) Nomor MIT224600000290 tanggal 15 Juni 2022 untuk pekerjaan pengadaan material eartag, laser printing dan sistem pendataan dengan kuota pesanan sebanyak 233.330 unit.

Hanya saja pengalihan pekerjaan Perum Peruri ini tidak diberitahukan kepada PPK Direktorat Pembibitan dan Produksi (Bitpro), Ditjen PKH, baik secara lisan maupun tertulis. Sehingga kerja sama antara Perum PERURI dengan PT CTP tidak tertuang dalam dokumen SPK.

Dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia, diatur bahwa penyedia yang ditunjuk melaksanakan pekerjaan dapat mengalihkan sebagian pekerjaannya tersebut pada pihak lain dengan ketentuan tertuang dalam naskah perjanjian kerja dan dijelaskan bentuk hubungan kerjasama antara penyedia.

Hasil konfirmasi BPK kepada PPK Direktorat Pembibitan dan Produksi, Ditjen PKH, Kementan, diperoleh penjelasan bahwa PPK tidak mengetahui adanya pengalihan pekerjaan/subkontraktor pada pekerjaan pengadaan Eartag Secure QR Code tahap I yang dilaksanakan Perum PERURI. Surat penawaran Perum PERURI Nomor 16/Man/Opsar/VI/2022 tanggal 8 Juni 2022 tidak ada informasi mengenai subkontraktor atau pengalihan pekerjaan pada pihak lain dalam pelaksanaan pengadaan Eartag Secure QR Code.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas dokumen distribusi Eartag Secure QR Code menunjukkan bahwa PT CTP telah mengirimkan 1.000 unit Eartag Secure QR Code dengan nomor seri AAA 35 0000000001 s.d. AAA 35 0000001000 kepada Perum PERURI dengan bukti pengiriman nomor 0419A/DO/CTP/VI/2022 tanggal 13 Juni 2022 yang diterima oleh sdr. B.

Dengan kata lain menunjukkan bahwa telah terdapat pengiriman eartag yang mendahului tanggal SOP dari Perum PERURI dan juga waktu pelaksanaan pekerjaan dengan Perum Peruri, yaitu 15 Juni hingga 5 Agustus 2022 (52 hari kalender).

Kejanggalan ketiga menyangkut harga penawaran yang lebih mahal. Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa harga material eartag pada tahap II sebesar Rp5.600,00, sedangkan pada tahap I sebesar Rp5.000,00. Sehingga terdapat selisih lebih mahal pada tahap II sebesar Rp600,00. Padahal pengadaan tahap II melalui e-katalog tidak melalui metode pengadaan darurat.

BPK telah melakukan koreksi harga material eartag pada perhitungan struktur harga satuan Eartag Secure QR Code tahap II menjadi Rp12.744,18 (harga eartag sebelum PPN). BPK menyimpulkan terdapat kelebihan pembayaran pengadaan Eartag Secure QR Code tahap II senilai Rp11.411.842.047,25 ((Rp13.513,913 – Rp12.744,185) x 14.825.819 unit) atas harga jual sebelum dikenakan PPN.

Kejanggalan keempat, pada pelaksanaan tahap III. Dalam LHP BPK disebutkan, PPK Direktorat Pembibitan dan Produksi, Ditjen PKH, Kementan, melaksanakan pengadaan Eartag Secure QR Code tahap III untuk pengadaan 4.762.400 unit sebesar Rp71.436.000.000,00 dengan metode pengadaan e-katalog.

Harga dan spesifikasi teknis yang ditawarkan pada portal e-katalog sama dengan pengadaan tahap II yaitu sebesar Rp15.000,00 per unit termasuk PPN dan sudah termasuk biaya distribusi ke provinsi tujuan. Pengadaan Eartag Secure QR Code tahap III terdiri atas 11 kontrak pengadaan yang didistribusikan ke 11 provinsi.

Jangka waktu pelaksanaan masing-masing kontrak kerja adalah 29 hari sejak tanggal 11 November hingga 9 Desember 2022. Seluruh pekerjaan dinyatakan selesai paling akhir tanggal 9 Desember 2022 dan pembayaran telah dilaksanakan pada bulan Desember 2022.

Pemeriksaan terhadap dokumen pengadaan dan persediaan eartag menunjukkan bahwa dari seluruh pengadaan eartag sebanyak 19.821.549 unit, per 31 Desember 2022 masih terdapat sisa eartag sebanyak 15.855.520 unit.

Penggunaan eartag tahap II hanya sebanyak 2.983.801 unit atau 20,13 persen dari jumlah pengadaan sebanyak 14.825.819 unit, sehingga masih terdapat sisa sebanyak 11.842.018 unit. Sedangkan penggunaan eartag tahap III hanya sebanyak 748.898 unit atau 15,73 persen dari jumlah pengadaan sebanyak 4.762.400 unit, sehingga masih terdapat sisa sebanyak 4.013.502 unit.

Menurut BPK, pelaksanaan pengadaan eartag di Ditjen PKH, Kementan, menunjukkan bahwa pengadaan eartag tahap III tidak mempertimbangkan kebutuhan dan sisa eartag dari hasil pengadaan tahap sebelumnya. Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran harga material eartag tahap II dan III sebesar Rp15.077.592.759,97 (Rp11.411.842.047,25 + Rp3.665.750.712,72).

BPK merekomendasikan kepada Menteri Pertanian agar memerintahkan KPA dan PPK terkait untuk memproses kelebihan pembayaran sebesar Rp15.077.592.759,97 sesuai ketentuan dan menyetorkan ke kas negara.

Akan kah bernasib sama dengan pengadaan X-Ray Kementan?

Sudah saatnya Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengungkap kerugian negara dalam pengadaan Eartag Secure QR Code untuk ternak sapi. Program ini sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor SS9/KPTS/PK.3OOlM17l2022 tentang Penandaan dan Pendataan Hewan Dalam Rangka Penanggulangan penyakit Mulut dan Kuku /Foof and Mouth Dsease). 

Selengkapnya di sini

(wan)

Topik:

PMK Sapi BPK DPR Eartag Secure QR Code Kemenkes Kementan