Tukin Dosen ASN Mandek, Warisan Masalah di Era Nadiem?


Jakarta, MI - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) secara resmi mengakui bahwa tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak dapat dicairkan.
Pengakuan tersebut memicu sorotan publik, mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap sektor pendidikan, khususnya kesejahteraan tenaga pendidik di perguruan tinggi.
Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk membayarkan tukin dosen ASN selama periode 2020-2024.
Menurutnya, alasan utama di balik tidak cairnya tunjangan tersebut adalah karena tukin dosen ASN memang tidak pernah dianggarkan dalam periode tersebut.
"Tanpa menafikan perjuangan, demikian kenyataan yang terjadi. Perjuangan sudah dilakukan dan itu di luar dari jangkauan otoritas yang ada," ucapnya.
Respons pemerintah itu kini memancing aksi protes besar-besaran oleh aliansi dosen ASN. Gelombang aksi dilakukan baik di Istana maupun di depan Kompleks Parlemen.
Dalam aksi terakhir di Istana Kepresidenan, mereka bahkan mengancam untuk melakukan aksi mogok nasional jika tukin sejak 2020 tak dibayarkan.
"Kalau tidak, maka kami akan mengambil langkah yang lebih tinggi lagi levelnya, yaitu teman-teman sudah menyuarakan untuk aksi mogok nasional," ujar Ketua Koordinator Nasional (Kornas) ADAKSI Pusat, Anggun Gunawan, Senin (3/2/2025).
Pemerhati pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan menilai pernyataan pemerintah hanya mengonfirmasi dugaan Kementerian Pendidikan di era Nadiem Makarim sebelumnya tak memberi perhatian pada pendidikan tinggi.
Edi menyampaikan, pengakuan Sekjen Kemendiktisaintek soal Tukin dosen hanya melengkapi cerita bahwa Nadiem Makariem selama ini jarang berkunjung ke perguruan tinggi atau kampus. Padahal, selama menjabat dia sering diundang, mulai dari untuk menghadiri dies natalis, seminar, atau diskusi.
"Tapi tidak pernah datang. Kita tidak tahu apa alasannya, yang jelas sebagian besar hanya kirim video ucapan saja," jelasnya.
Ia juga menilai bahwa kasus tunjangan Tukin dosen ASN yang tak dibayarkan selama empat tahun terakhir murni kelalaian kementerian pendidikan era sebelumnya. Padahal, di kementerian lain kasusnya baik-baik saja.
Edi menegaskan bahwa tukin dosen merupakan tanggung jawab pemerintah yang wajib dibayarkan. Ia menilai persoalan ini perlu segera dibahas secara serius oleh para pemangku kepentingan di tingkat kementerian dan Presiden.
"Jangan cuma menyetujui Rp2 triliunan alokasi tukin buat 2025 saja, tapi bicarakan bahwa ada tanggungan sejak 2020 yang belum tertunaikan dari pemerintah kemarin," ungkap Edi.
Selain itu, Dia juga menyayangkan respons pemerintah menanggapi gelombang aksi unjuk rasa aliansi dosen. Kata dia, respons tersebut tak mencerminkan prinsip kampus sebagai ruang untuk menyampaikan pendapat.
Dia menambahkan, respons Kemendiksaintek bertentangan dengan Mendiktisaintek Satriyo selama ini bahwa kampus adalah rumah ilmu, tempatnya freedom of speech, dan academic freedom.
Edi menjelaskan bahwa seharusnya ada konsistensi dengan pernyataan tersebut, di mana aksi demonstrasi perlu direspons secara positif sebagai salah satu cara untuk mengingatkan para pengambil kebijakan.
Apalagi, lanjut Edi, aliansi dosen ASN selama ini juga tak hanya demo. Faktanya, kata dia, para dosen juga melakukan riset terkait kesejahteraan mereka yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kampus. Begitu pula hasil kajian yang telah disampaikan ke Kemendiktisaintek hingga ke kantor presiden.
"Jadi semua jalur atau media ditempuh, dan demo adalah jalur sah menyampaikan aspirasi, toh juga demonya tidak rusuh, tidak ada vandalisme," tambahnya.
"Jangan minta dosen duduk untuk cari solusi bersama pemerintah untuk soal tukin, karena ini masalahnya pemerintah dan dosen yang jadi korban kok malah dosen diminta duduk cari solusi. Pemerintah yang wajib cari solusi, dosen ada di posisi korban yang meminta haknya ditunaikan," tuturnya.
Tukin Dosen ASN Tertunggak 4 Tahun, DPR Sebut Berujung Buntu Tanpa Perpres
Anggota Komisi X DPR, Lalu Hadrian mengamini bahwa tukin dosen yang tak dibayarkan selama empat tahun terakhir sejak 2020-2024 akan berujung buntu. Lalu mengungkap beberapa alasan. Alasan pertama adalah perubahan nomenklatur kementerian yang berdampak pada struktur anggaran.
Kedua, tak ada dasar tukin tersebut bisa dicairkan. Kepmendikbudristek Nomor 447 Tahun 2024 tentang Profesi, Karir, dan Penghasilan Dosen, juta tidak bisa dijadikan payung hukum untuk mencairkan tukin karena faktanya tak dianggarkan di tahun tersebut.
"Yang dianggarkan tahun 2025 ini juga merupakan dorongan dari kami di Komisi X bersama Mendiktisaintek untuk ajukan tambahan anggaran khusus pembayaran tukin, dan disetujui 2,5 T," terangnya.
Lalu mengaku tidak mengetahui secara pasti alasan mengapa tukin dosen tidak pernah dianggarkan selama periode 2020–2024. Meski demikian, ia menegaskan bahwa Komisi X DPR akan terus mengawal proses pencairan tukin di tahun-tahun mendatang.
Ia juga mendorong Presiden untuk segera menerbitkan Perpres sebagai dasar hukum pencairan tukin yang telah dialokasikan oleh DPR. "Kalau dari 2020-2024 kami tidak tahu persis. Yang jelas kami Komisi X akan mengawal ketat pembayaran Tukin," lanjutnya.
"Kalau untuk 2020-2024 tentu harus melalui diskusi dengan Kementerian Diktisaintek dan Kemenkeu karena terkait kesiapan anggaran regulasinya," pungkasnya.
Topik:
tukin-dosen-asn nadiem-makariem demo-dosen-asn dprBerita Sebelumnya
Dasco Sebut Larangan Jual LPG 3 Kg Subsidi Bukan dari Prabowo, tapi Menteri ESDM Bahlil
Berita Selanjutnya
Anak Buah Presiden Prabowo Sebut Stok LPG 3 Kg tidak Langka
Berita Terkait

Dasco soal Gugatan Penghapusan Uang Pensiun DPR ke MK: Apa Pun yang Diputuskan, Kita Akan Ikut
18 jam yang lalu

KPK akan Periksa Semua Anggota Komisi XI DPR (2019-2024) soal Korupsi CSR BI, Ini Daftarnya
1 Oktober 2025 09:54 WIB