Mahfud MD Soroti Kasus Pagar Laut Tangerang: Bukti Jelas, Tapi Tak Ada yang Berani Usut

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 5 Maret 2025 16:13 WIB
Mahfud MD (Dok. MI)
Mahfud MD (Dok. MI)

Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi dalam proyek pagar laut di Tangerang terus menjadi sorotan, namun hingga kini belum ada pihak yang berani mengungkap siapa dalang di balik praktik kolusi yang melibatkan banyak pihak. 

Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menilai bahwa kasus ini mencerminkan bagaimana hukum telah dipolitisasi dan membutuhkan reorientasi besar dalam kehidupan bernegara.

Mahfud mengungkapkan kekecewaannya karena tidak ada satu pun pejabat negara maupun aparat penegak hukum yang mengambil langkah tegas dalam mengusut kasus ini. 

"Bagaimana caranya kalau keadaan seperti itu? Itu yang saya katakan politisasi hukum. Caranya ya reorientasi dong," ujar Mahfud dalam acara "Terus Terang Goes to Campus" di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) yang ditayangkan di kanal YouTube Mahfud MD Official dilutip, Rabu (5/3/2025).

Menurut Mahfud, bukti-bukti terkait kasus ini sudah sangat jelas, terutama dengan ditemukan 263 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas laut. Ia menilai bahwa pihak yang harus dikejar terlebih dahulu adalah mereka yang menandatangani dokumen-dokumen tersebut. 

"Kasus ini awalnya disembunyikan, tapi akhirnya terbongkar. Ada sertifikat HGB di atas laut, itu pasti ada tanda tangan yang membuktikan keterlibatan oknum-oknum tertentu," tegasnya.

Mahfud menyoroti bahwa kasus pagar laut ini adalah contoh nyata dari disorientasi penegakan hukum yang tidak lagi sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Jika kondisi ini dibiarkan, menurutnya, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan terus menurun dan berujung pada pembangkangan masyarakat. 

"Jika disorientasi ini tidak segera diperbaiki, akan muncul ketidakpercayaan masyarakat terhadap pejabat yang hanya bisa bicara tanpa tindakan nyata. Ujung-ujungnya, akan ada perlawanan yang bisa memicu disintegrasi," lanjutnya.

Sebagai solusi, Mahfud menegaskan bahwa reorientasi harus segera dilakukan, dan hanya presiden yang memiliki kewenangan untuk mewujudkannya. 

"Reorientasi dalam situasi seperti sekarang ini hanya bisa dilakukan oleh presiden dengan langkah-langkah yang tegas dan nyata. Yang lain tidak bisa. Kalau terus seperti ini, ya sudah, kabur saja dulu," ucapnya.

Mahfud kemudian mengutip filosofi Jawa: "Ngalah, ngalih, ngamuk." Ia menjelaskan bahwa dalam sejarah, orang yang awalnya mengalah (ngalah) akan mencari jalan keluar (ngalih) jika keadaan semakin buruk. Namun, jika tetap tidak ada perbaikan, maka pada akhirnya mereka akan melawan dengan kemarahan (ngamuk). 

"Itu adalah semboyan yang ada di Jawa, yang dulu berlaku di keraton-keraton ketika orang melawan pemerintah yang dianggap sewenang-wenang," pungkasnya.

Dengan pernyataan ini, Mahfud kembali menegaskan urgensi perubahan dalam sistem hukum dan pemerintahan agar kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan sebelum situasi semakin memburuk. ***

 

 

 

Topik:

Mahfud MD Pagar Laut Korupsi UI