Mulai September, Peserta JKN Wajib Skrining Riwayat Kesehatan


Jakarta, MI - BPJS Kesehatan memperkuat komitmennya dalam membangun budaya pencegahan penyakit melalui penerapan Skrining Riwayat Kesehatan (SRK) bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kebijakan baru ini mulai berlaku September–Oktober 2025. Artinya, sebelum mengakses layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik, maupun praktik dokter mandiri, peserta JKN diwajibkan terlebih dahulu mengikuti skrining kesehatan.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menjelaskan bahwa SRK merupakan bagian penting dari strategi deteksi dini risiko penyakit, dan menjadi langkah mendasar untuk menjaga kualitas hidup peserta.
"Budaya pencegahan harus menjadi fondasi dalam Program JKN. Dengan skrining, peserta tidak hanya menunggu sakit, tetapi memiliki kesempatan mengenali potensi penyakit lebih awal, sehingga dapat melakukan intervensi sejak dini," tuturnya dalam keterangan resmi, Jumat (12/9/2025).
Peserta JKN dapat melakukan SRK kapan saja, termasuk saat tidak sedang berobat. Peserta hanya perlu mengisi kuesioner singkat mengenai riwayat penyakit diri sendiri, keluarga, dan gaya hidup. Pengisian dapat dilakukan dengan mudah melalui Aplikasi Mobile JKN, Website BPJS Kesehatan, layanan WhatsApp (Pandawa), atau langsung dibantu oleh petugas Puskesmas, klinik dan praktik dokter mandiri.
Bagi peserta yang sudah mengunduh Aplikasi Mobile JKN akan muncul notifikasi pengisian skrining atau peserta dapat proaktif, langsung memilih fitur Skrining Riwayat Kesehatan.
Lebih lanjut, Rizzky menjelaskan bahwa manfaat skrining bukan hanya bagi peserta, tetapi juga bagi dokter dan fasilitas kesehatan.
"Bagi peserta, skrining berarti akses layanan lebih cepat, kondisi kesehatan lebih dipahami, dan risiko penyakit dapat dicegah sejak awal. Bagi fasilitas kesehatan, skrining membantu pemetaan penyakit dan memungkinkan penanganan medis yang lebih tepat. Dengan begitu, tata laksana bisa diberikan secara lebih terukur dan risiko komplikasi dapat diminimalkan," ujarnya.
Melalui SRK, peserta JKN bisa mengetahui potensi risiko berbagai penyakit, mulai dari Diabetes Mellitus Tipe 2, hipertensi, stroke, ischemic heart disease, kanker leher rahim, kanker payudara, anemia remaja putri, tuberkulosis, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), kanker paru, hepatitis B dan C, talasemia, dan kanker usus.
Berdasarkan evaluasi tahun 2024, tercatat lebih dari 45 juta peserta telah mengikuti skrining kesehatan. Hasil deteksi dini tersebut memungkinkan FKTP segera menetapkan tata laksana medis yang dibutuhkan agar kondisi peserta tertangani lebih cepat atau mencegah komplikasi penyakit.
Rizzky menjelaskan, SRK bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan sarana penting membangun kesadaran masyarakat. Dengan mengetahui kondisi kesehatan sejak awal, peserta diharapkan lebih peduli menjaga pola hidup sehat, mulai dari mengatur pola makan, memperbanyak aktivitas fisik, hingga mengurangi faktor risiko seperti merokok atau pola tidur tidak teratur.
"Melalui skrining, kita bisa bercermin pada kondisi kesehatan kita sendiri. Dari situ, akan tumbuh kesadaran untuk lebih menjaga tubuh, mengatur pola makan, dan menjalani hidup lebih sehat. Inilah yang menjadi tujuan utama dari transformasi layanan Program JKN, yakni menciptakan masyarakat yang tidak hanya sembuh dari sakit, tapi juga lebih sehat sejak awal," imbuhnya.
Untuk memperkuat upaya promotif-preventif dan meningkatkan kesadaran peserta terhadap pentingnya SRK, Rizzky mengimbau agar skrining dilakukan secara rutin setidaknya sekali dalam setahun. Ia juga mendorong FKTP untuk memperbanyak layanan skrining bagi peserta yang terdaftar.
Rizzky menambahkan, dengan adanya kewajiban skrining tahunan ini, BPJS Kesehatan bersama peserta dan fasilitas kesehatan dapat membangun ekosistem layanan Program JKN yang lebih berbasis promotif dan preventif.
Topik:
skrining-riwayat-kesehatan bpjs-kesehatan