Kecerdikan Gubernur Sherly Tjoanda dalam Membangun Jejaring Pembangunan

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 7 Agustus 2025 22:11 WIB
Gubernur Malut, Sherly Tjoanda (Foto: Dok MI).
Gubernur Malut, Sherly Tjoanda (Foto: Dok MI).

Sofifi, MI - Sebuah babak baru ditorehkan oleh Pemprov Malut dalam kiprah pembangunannya. Di bawah kepemimpinan Gubernur Sherly Tjoanda, arah kebijakan tak lagi berjalan di tempat. Fokus diarahkan pada penguatan nilai tambah ekonomi lokal melalui pariwisata, budaya, dan transformasi digital. 

Hal ini adalah pendekatan modern yang menempatkan Malut sejajar dengan provinsi-provinsi pelopor. Penandatanganan MoU dengan Pemprov Bali pada 4 Agustus 2025 bukan sekadar simbolis. Ia merupakan isyarat kuat bahwa Malut tengah menyiapkan diri menjadi kekuatan baru dalam peta pembangunan nasional.

Kerja sama tersebut menandai babak baru dalam upaya Pemprov Malut menjadikan Bali sebagai mitra strategis dan laboratorium pembelajaran. Selain terkenal sebagai ikon pariwisata dunia, Bali juga terbukti sukses dalam membangun birokrasi digital yang bersih, efisien, dan transparan. Gubernur Sherly memanfaatkan momentum ini untuk menggali pengalaman Bali dalam dua sektor penting sekaligus, yaitu pariwisata dan tata kelola pemerintahan.

“Maluku Utara tidak kalah cantiknya dengan Bali, tapi mereka jauh lebih maju dibandingkan dengan kita,” ujar Gubernur Sherly saat diwawancarai di Sofifi, Kamis (7/8).

Sherly bilang, belajar dari Bali bukan sekadar simbolis. Pemprov Malut melihat bahwa keberhasilan Bali membangun sektor pariwisata tidak hanya karena alamnya yang indah, tetapi juga karena sistem dan strategi pengelolaan yang matang dan berkelanjutan. Sherly menyadari bahwa transformasi pariwisata di Malut membutuhkan perubahan pola pikir, tata kelola, dan integrasi dengan budaya lokal yang kuat.

Karena itu, ia menilai bahwa transfer pengetahuan atau knowledge sharing dari Bali dapat menjadi pijakan awal yang kuat untuk mempercepat pertumbuhan sektor ini di Malut. Pendekatan ini dinilai lebih relevan dan realistis dibandingkan membangun dari nol, karena mengadopsi model yang sudah terbukti berhasil.

“Masih proses transfer pengetahuan (knowledge), saat ini bagaimana Bali bisa mengembangkan ekonomi pariwisata dan ekonomi Gekrafnya dengan sangat baik,” ujarnya.

Dalam kunjungannya, Gubernur Sherly juga meninjau langsung pusat kesenian dan budaya Bali yang dikenal dengan Art Center. Tempat ini bukan hanya lokasi pelestarian budaya, tetapi juga menjadi pusat ekonomi kreatif yang menyatukan UMKM dari seluruh kabupaten/kota dalam satu kawasan terpadu. Model seperti ini menjadi inspirasi penting bagi Malut dalam membangun ekosistem budaya dan pariwisata yang berdaya saing.

Keberhasilan Bali dalam menyinergikan budaya, seni, dan UMKM di satu lokasi memberi gambaran konkret bahwa ekonomi daerah bisa tumbuh jika budaya dilibatkan sebagai tulang punggung utama. Hal inilah yang mendorong Sherly untuk mendorong konsep serupa di wilayahnya.

“Bali juga punya satu wadah di mana semua musisi dan semua seniman Bali bisa perform di situ,” jelas Sherly.

Kekayaan budaya Malut yang sangat beragam dari berbagai suku dan wilayah dinilai belum memiliki panggung yang terstruktur untuk tumbuh dan berkembang. 

Padahal, dari sisi seni musik, tarian, kain adat, hingga kuliner lokal, Malut menyimpan potensi besar sebagai destinasi wisata budaya unggulan. Namun, potensi ini masih tersebar dan belum terkelola dalam satu sistem terpadu.

Gubernur Sherly melihat bahwa kekurangan tersebut bisa ditambal dengan membangun wadah yang terintegrasi bagi seluruh ekspresi budaya lokal. 

Ia ingin agar setiap kabupaten/kota dan suku di Malut merasa memiliki ruang untuk tampil, berkarya, dan mendapatkan manfaat ekonomi.

“Nah, harapannya kan kita juga copy-paste sehingga semua budaya yang ada di Maluku Utara semua suku punya wadah untuk perform dari musisi seni, UMKM maupun kain-kain adatnya dan barang-barang budayanya. Semua bisa dilestarikan dalam satu rumah,” tambahnya.

Tidak hanya sektor pariwisata, Gubernur Sherly juga menjadikan Bali sebagai rujukan dalam membangun sistem pemerintahan yang lebih bersih, transparan, dan berbasis digital. 

Ia menyadari bahwa pembenahan birokrasi dan sistem pengawasan merupakan kunci penting dalam menghadirkan kepercayaan publik dan efektivitas pemerintahan.

Langkah ini sekaligus menjadi respons atas berbagai catatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kinerja birokrasi Pemprov Malut, yang dinilai masih lemah dalam upaya pencegahan korupsi.

“Bali dijadikan sebagai mitra strategis karena dalam tata kelola pemerintahan, birokrasinya sudah bersih, efisien, dan diakui secara nasional,” katanya.

Kondisi birokrasi di Pemprov Malut saat ini masih menjadi perhatian. Berdasarkan data terakhir, capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) dari KPK menunjukkan bahwa nilai pengawasan internal di Malut masih berada di angka 71 angka yang menempatkan provinsi ini dalam zona merah nasional. Situasi ini menunjukkan urgensi perbaikan sistem pengawasan secara sistemik.

Gubernur Sherly tak menutupi fakta ini, bahkan menjadikan kenyataan tersebut sebagai pemicu untuk bergerak cepat. 

Ia menekankan pentingnya semua catatan KPK ditindaklanjuti secara serius oleh seluruh OPD di lingkup Pemprov.

“Sebelumnya KPK mengunjungi Malut dan melihat MCP Malut masih hanya mencapai angka 71, masih di zona merah dan salah satu terendah di Indonesia,” ungkap Sherly.

Pemprov Malut, kata Sherly, masih menghadapi tantangan serius dalam menindaklanjuti seluruh catatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2024. Hingga kini, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) belum merespons secara tuntas rekomendasi dan evaluasi yang telah disampaikan oleh lembaga antirasuah tersebut. 

Kondisi ini menjadi sorotan utama dalam agenda pembenahan tata kelola pemerintahan, terutama terkait dengan pencegahan korupsi dan peningkatan akuntabilitas birokrasi daerah.

“Semua catatan KPK di tahun 2024 belum ditindaklanjuti oleh semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Untuk itu kita perlu belajar ke Bali karena dalam Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK paling tertinggi dengan skor di angka 99,” tegasnya.

Setelah melakukan pendalaman terhadap sistem pemerintahan di Bali, Gubernur Sherly menemukan bahwa keberhasilan tersebut tidak terlepas dari transformasi digital yang menyeluruh. 

Hampir seluruh layanan dan tata kelola di Bali telah mengadopsi sistem elektronik yang memudahkan pelaporan, pengawasan, dan efisiensi birokrasi.

Digitalisasi ini bukan hanya menciptakan efisiensi, tetapi juga mengurangi potensi praktik korupsi dan membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat terhadap pelayanan publik.

“Setelah dipelajari dari Bali, ternyata sistem pemerintahannya sudah berbasis elektronik, dan birokrasinya sudah bertransformasi secara digital,” katanya.

Sebagai bagian dari upaya percepatan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan, Pemprov Malut mulai membuka diri terhadap praktik-praktik terbaik dari daerah lain yang telah terbukti berhasil. 

Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah menjalin kerja sama strategis dengan Pemprov Bali, yang selama ini dikenal unggul dalam penerapan sistem pemerintahan berbasis digital dan transparansi anggaran.

“Banyak hal yang bisa kita pelajari untuk menggunakan sistem mereka dan telah mencapai kesepakatan untuk kita akan meng-copy-paste sistem dari mereka untuk diimplementasikan di Maluku Utara,” sambungnya.

Langkah konkret yang dilakukan pun segera direalisasikan. Penandatanganan MoU antara Gubernur Sherly dan Gubernur Koster turut melibatkan instansi teknis dari kedua belah pihak seperti Dinas Pariwisata, Dinas Komunikasi dan Informatika, serta Inspektorat. Hal ini menunjukkan keseriusan kerja sama lintas sektor yang saling mendukung.

Kerja sama ini juga mencakup pertukaran pengetahuan, pelatihan teknis, serta pengembangan sistem digital berbasis web yang akan diterapkan secara bertahap di Malut.

“Kemarin kita sudah penandatanganan MoU antara saya, Gubernur Malut dengan Gubernur Bali, serta Dinas Pariwisata, Dinas Kominfo, dan Inspektorat dari kedua provinsi,” jelas Sherly.

Tahap berikutnya adalah transfer teknis sistem digital Bali ke Malut yang akan dimulai pada Agustus ini. Sistem tersebut nantinya akan dicoba di beberapa OPD sebagai proyek percontohan awal sebelum diterapkan secara luas.

Sherly memastikan bahwa kesiapan IT dan SDM di Malut akan terus didorong agar proses digitalisasi berjalan lancar dan bisa mulai digunakan efektif pada awal 2026.

“Di bulan Agustus ini akan dilakukan proses teknis transfer pengetahuan (knowledge) untuk implementasi sistem mereka karena sistemnya sudah web-based,” ujarnya.

“Jadi, tinggal menunggu install dan kita akan mencoba di 5 OPD, mulai dari pendidikan, pariwisata, perumahan dan banyak hal lainnya,” tambahnya.

Optimisme pun dibangun bahwa pada tahun depan sistem digital tersebut sudah bisa beroperasi penuh. Pemprov berharap dengan adopsi sistem Bali, Malut akan bertransformasi menjadi provinsi yang lebih transparan, efisien, dan terbuka terhadap perubahan zaman.

Dengan sinergi antardaerah dan komitmen politik yang kuat, Sherly yakin Malut akan berada di jalur yang tepat menuju tata kelola yang modern dan pembangunan pariwisata yang berbasis budaya dan digital.

“Mudah-mudahan di tahun 2025 ini sistemnya ter-install dengan baik, tim IT-nya baik, sehingga akan mulai dipakai di Januari 2026,” tutupnya. (Jainal Adaran)

Topik:

Gubernur Malut Sherly Tjoanda Pemprov Malut