Kudeta Yulin Mus Dinilai Langgar Aturan


Sofifi, MI - DPRD Malut kembali diwarnai kegaduhan internal yang menyeret nama Komisi II. Sejumlah anggota komisi ngotot mendorong pergantian pimpinan, padahal mekanisme jelas sudah diatur dalam tata tertib lembaga. Ketua DPRD Malut, Iqbal Ruray, akhirnya angkat suara.
Menurutnya, polemik ini seharusnya sudah tuntas setelah dilakukan pertemuan resmi bersama pimpinan DPRD. Namun, kenyataannya masih ada pihak-pihak yang seolah ingin terus membuka ruang konflik. Iqbal pun tidak menutupi rasa kesalnya terhadap langkah politik yang ia anggap inkonsisten tersebut.
“Masalah internal Komisi II so selesai sudah. Kalau ada yang bilang belum tuntas, tara tau itu dong pe mau bagimana lagi,” tegas Iqbal saat diwawancarai di Kantor DPRD Sofifi, Jumat (12/9), akhir pekan ini.
Isu yang berhembus di luar makin memperkeruh suasana, terutama klaim bahwa tujuh fraksi mendorong pencopotan Agriati Yulin Mus dari kursi Ketua Komisi II.
Iqbal menilai narasi itu berlebihan dan menyesatkan. Bagi dia, langkah tersebut bukanlah keputusan kolektif fraksi, melainkan manuver segelintir orang.
Pernyataan Iqbal ini sekaligus menjadi bantahan keras atas narasi yang berkembang. Ia menegaskan bahwa dalam tubuh DPRD, klaim representasi tidak boleh dilakukan sembarangan, apalagi mengatasnamakan fraksi secara keseluruhan tanpa keputusan resmi.
“Tidak ada tujuh fraksi di situ. Itu perwakilan fraksi, tidak bisa mengatasnamakan tujuh fraksi. Itu perwakilan,” katanya.
Ketua DPRD itu menegaskan kembali posisi hukum yang jelas, yaitu masa jabatan pimpinan komisi berlangsung 2,6 tahun. Aturan ini, menurutnya, bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari upaya menjaga stabilitas kerja lembaga.
Bagi Iqbal, keberanian sejumlah anggota Komisi II menggulirkan wacana pergantian sebelum masa jabatan usai hanyalah bentuk dari ketidakpatuhan terhadap aturan. Ia bahkan menilai, jika langkah seperti ini dibiarkan, maka roda kelembagaan akan semakin rapuh.
“Kemarin kan sudah diputuskan. Kalau masih mau bergejolak juga ya terserah sudah. DPRD ini artinya torang berorganisasi, ini ada mekanisme, ada dia pe tata tertib. Tata tertib bilang kan 2,6 tahun,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Iqbal memperingatkan para anggota yang berambisi mengganti Ketua Komisi II agar memahami aturan.
Menurutnya, mekanisme yang berlaku tidak bisa diakali dengan alasan politik. Satu-satunya jalur untuk pergantian di tengah jalan adalah rekomendasi Badan Kehormatan (BK).
Dengan nada menegaskan, ia bahkan menyebut nama-nama yang dinilai paling vokal dalam manuver tersebut. Bagi Iqbal, langkah itu hanya akan mencederai marwah DPRD jika dipaksakan.
“Kalau mau ganti nanti 2,6 tahun. Kaya Said, Ali, ada hal-hal yang direkomendasikan Badan Kehormatan (BK) contohnya. Tara bisa torang deng torang baku koreksi, ada Badan Kehormatan (BK),” sambungnya.
Di tengah panasnya situasi, Iqbal mencoba mengajak semua pihak untuk kembali fokus pada tugas pokok DPRD. Ia menekankan bahwa persoalan ini mestinya sudah selesai, sehingga tidak perlu lagi dipelihara hingga mengganggu ritme kerja lembaga.
Harapannya sederhana, agar anggota DPRD lebih mengutamakan kedewasaan dalam berpolitik dan mengedepankan tanggung jawab ketimbang kepentingan sesaat.
“Saya berharap apa yang sudah menjadi keputusan, baku bawa sudah bae-bae me hidup ini. Sadiki saja kong,” katanya.
Meski sudah difasilitasi oleh pimpinan DPRD, konflik internal Komisi II tampaknya belum menemukan titik damai. Iqbal mengaku heran, mengapa masalah yang sudah diputuskan bersama masih terus dimunculkan seolah tidak pernah selesai. Kondisi ini membuatnya bingung. Sebagai pimpinan lembaga, ia merasa sudah menjalankan peran mediasi, namun hasilnya tetap diabaikan.
“Kemarin kan ada masalah, terus diminta untuk pimpinan fasilitasi. Sudah difasilitasi, baku minta maaf, baku bawa bae-bae. Hari ini ada lagi, saya me bingung lagi,” tambahnya.
Iqbal menekankan bahwa pimpinan DPRD tidak punya kewenangan penuh untuk memaksakan keputusan, melainkan hanya sebatas memfasilitasi penyelesaian konflik. Namun, jika hasil fasilitasi tidak dihargai, maka lembaga DPRD akan kehilangan wibawanya.
Ia bahkan mengingatkan bahwa jika sikap mengabaikan aturan terus berulang, maka DPRD akan sulit menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi dengan baik.
“Kalau menurut saya, kalau tidak mau diatur ya susah. Karena pimpinan ini bertugas mengfasilitasi, artinya ada yang keliru diluruskan. Tapi kalau pimpinan bicara ngoni tara mau dengar, yah sapa lagi yang mau didengarkan,” ujarnya.
Kembali menegaskan sikapnya, Iqbal mengingatkan bahwa jabatan pimpinan komisi belum bisa diganggu gugat sebelum memasuki masa 2,6 tahun. Menurutnya, kesabaran adalah kunci, sebab masa jabatan Yulin baru berjalan setahun.
Dia menilai bahwa kegaduhan seperti ini justru bisa merusak konsentrasi DPRD dalam menjalankan fungsi utamanya. Karena itu, ia meminta anggota untuk menahan diri dan mematuhi tata tertib.
“DPRD ini diatur dalam tata tertib. Kalau dalam tata tertib bilang masa jabatan masing-masing komisi itu 2,6 tahun, itu berarti ada waktu yang kurang. Ini masih satu tahun lebih, yang lain-lain sabar sudah,” jelasnya.
Meski menegaskan aturan, Iqbal juga membuka ruang jika memang ada pelanggaran etika atau kesalahan serius. Ia menegaskan bahwa pergantian di tengah masa jabatan hanya bisa dilakukan jika Badan Kehormatan mengeluarkan rekomendasi resmi. Dengan begitu, proses pergantian tetap berjalan sesuai mekanisme, bukan berdasarkan manuver politik.
“Kecuali ada hal-hal yang direkomendasikan oleh Badan Kehormatan, terkait ada anggota yang dianggap bermasalah. Itu bisa dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Badan Kehormatan (BK) ke pimpinan, dan pimpinan bisa mengambil keputusan untuk putar ulang,” tambah Iqbal.
Iqbal juga menegaskan sikap Golkar. Menurutnya, partainya tidak sedang membela Agriati Yulin Mus secara pribadi. Golkar, kata dia, hanya ingin memastikan bahwa seluruh proses berjalan sesuai aturan agar tidak menjadi preseden buruk.
Jika aturan dilanggar hari ini, maka ke depan bisa saja setiap komisi mengalami masalah serupa. Karena itu, Golkar menempatkan diri pada posisi menegakkan mekanisme, bukan pada kepentingan personal.
“Kalau tarada, besok-besok jadi preseden buruk bagi komisi-komisi yang lain juga. Sikap Golkar, torang tidak membela Yulin, tapi torang harus mendudukan sesuai dengan tata tertib,” tandasnya.
Pada akhirnya, Iqbal kembali mengingatkan seluruh anggota DPRD untuk menghormati tata tertib. Menurutnya, hal inilah yang menjadi kunci keberlangsungan organisasi politik seperti DPRD. Dia menegaskan bahwa Golkar tetap menghargai semua keinginan anggota, tetapi harus dalam koridor aturan.
“Jadi kalau di dalam tata tertib itu sepanjang tidak mengatur pergantian yang baru satu tahun, ya tara bisa. Nanti 2,6 tahun baru dilakukan pergantian,” jelasnya lagi.
Golkar, kata Iqbal Ruray, tetap menghargai setiap komitmen dan keinginan yang muncul dari seluruh anggota Komisi II. Menurutnya, aspirasi politik adalah bagian dari dinamika yang wajar dalam lembaga perwakilan rakyat.
Namun, ia menegaskan bahwa semua langkah dan keputusan tetap harus berpijak pada aturan yang berlaku. Tata tertib DPRD, menurut Iqbal, menjadi rambu utama agar tidak terjadi kekacauan dalam mekanisme organisasi.
Sebagai penekanan akhir, Iqbal mengingatkan bahwa tanpa penghormatan pada tata tertib, konflik hanya akan berulang. Karena itu, ia meminta seluruh anggota Komisi II untuk menahan diri dan patuh pada aturan yang sudah disepakati bersama.
“Jadi Golkar menghargai apa yang menjadi komitmen dan apa yang menjadi keinginan semua anggota. Tapi Golkar minta juga, torang harus menghormati tata tertib,” tutup Iqbal. (Jainal Adaran)
Topik:
DPRD Maluku UtaraBerita Terkait

Gaji Kecil” tapi Harta Segunung, DPRD Malut Bisa Bikin Tips Finansial
24 September 2025 13:17 WIB

Komisi III DPRD Malut Dorong Evaluasi Kadis PUPR Risman Iriyanto Djafar
9 September 2025 17:30 WIB