Ciderai Kehormatan Institusi, Mahupiki Desak Presiden Copot Mendikti Satryo

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 Januari 2025 21:50 WIB
Azmi Syahputra, Sekretaris Jenderal Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) (Foto: Dok MI)
Azmi Syahputra, Sekretaris Jenderal Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejadian demonstrasi yang digelar oleh pegawai Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Dikti-Saintek) pada hari ini, Senin (20/1/2025) menguak carut-marut kepemimpinan dan etika profesi di pucuk kekuasaan kementerian ini. 

Azmi Syahputra, Sekretaris Jenderal Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) begitu disapa Monitorindonesia.com, Senin malam menegaskan bahwa institusi yang seharusnya menjadi penjaga nilai-nilai adab dan moral justru tercoreng oleh perilaku sang Mendikti Saintek Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang abai pada prinsip hak asasi manusia. 

"Bukan sekadar menciderai kehormatan institusi, tindakan ini juga menjadi simbol runtuhnya integritas dan gagalnya moralitas dalam memimpin lembaga pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi teladan," tegas Azmi.

Seharusnya, ungkap Azmi, kehadirannya menjadi benteng terkokoh akhlak mulia, kepemimpinannya jadi lokomotif pusat inovasi dan pembelajaran berbasis integritas. "Namun fakta dan keadaannya ternyata perilaku tidak patut, untuk dijadikan pemimpin di kementerian pendidikan tinggi sebab perbuatannya nyata mencederai prinsip-prinsip nilai pendidikan," lanjut Azmi.

Alih-alih menjadi panutan yang arif, visioner dan futuristik di dunia pendidikan tinggi yang butuh banyak sekali perbaikan, Menteri ini diduga menggunakan cara-cara yang menunjukkan sinyal bahaya yaitu dengan hadirnya berita dugaan kekerasan fisik dan psikis terhadap pegawainya sendiri. 

Bahkan, diduga kerabat keluarga disebut turut campur dalam urusan kantor kementerian, yang jelas melanggar prinsip etis dalam tata kelola mengurus negara.

"Jika dugaan ini benar, maka perilaku Menteri tersebut rapuh adab, tidak hanya mencemarkan nama baik institusi tetapi juga mencoreng citra pendidikan tinggi di mata publik. Kepercayaan masyarakat terhadap kementerian pun semakin menurun akibat kegagalannya menjaga moralitas dan profesionalisme," tuturnya.

Azmi pun mengingatkan bahwa ini bukan sekadar masalah internal sebuah kementerian. Ini adalah persoalan yang mencerminkan krisis moral dan tata kelola di dunia pendidikan tinggi Indonesia. Dampaknya meluas, mengancam masa depan generasi yang mengandalkan integritas institusi sebagai landasan pembangunan ilmu. 

Demo di kemendikti

Karena itu, seluruh elemen bangsa harus bersatu dan tegas mendesak Presiden untuk mencopot Menteri yang telah mencoreng kehormatan jabatan ini. Kepemimpinan yang rapuh dan penuh kontroversi seperti ini hanya akan menjadi parasit bagi pendidikan tinggi nasional, dikhawatirkan membawa kehancuran alih-alih kemajuan," demikian Azmi Syahputra yang juga aktivis 98.

Diketahui, masyarakat tengah dihebohkan dengan kabar pemecatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang disebut-sebut secara sepihak di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sain, dan Teknologi (Kemdiktisaintek). 

Ciderai Kehormatan Institusi, Mahupiki Desak Presiden Copot Mendikti Satryo
Menteri Dikti Saintek, Satryo Soemantri bersama sang istri, Silvia Ratnawati Brodjonegoro

Pemecatan tersebut memicu aksi unjuk rasa ratusan PNS di Kantor Kemdiktisaintek hari ini. Terkait hal itu, Kepala Biro Data, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Mohammad Averrouce mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima laporan detail terkait dengan permasalahan yang ada.

Ia menjelaskan, pemberhentian ASN tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Di dalamnya disebutkan, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) kementerian terkait punya kewenangan untuk memberhentikan.

"Saya kira sesuai UU ASN, kewenangan berada di PPK Kemendiktisaintek untuk proses pengangkatan, pembinaan, dan pemberhentian ASN," kata Averrouce, Senin (20/1/2025).

Meski demikian, menurutnya terkait proses pemberhentian dan pengangkatan dari suatu jabatan ASN memiliki mekanisme yang dijelaskan lewat aturan tersebut. Hal ini pun dilakukan sebagai bagian dari pembinaan manajemen ASN.

Demo di kemendikti

"Perlu didalami dahulu. Jika pun ada hal yang terkait dengan substansi yang disampaikan sebagai aspirasi pegawai yang menyampaikan demo/penyampaian pendapat," ujarnya.

Di samping itu, ia menekankan, dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa proses pemberhentian ASN tidak dapat dilakukan tanpa alasan yang jelas. 

"Proses pemberhentian sebagai ASN terdapat mekanisme dalam UU ASN termasuk terkait disiplin ASN tidak bisa tanpa alasan," pungkasnya.

Topik:

Mendikti Satryo Mahupiki Azmi Syahputra