'Main Cantik' Jelang Lengser! Jokowi Dituding Ingin Ambil Alih Partai Golkar hingga PDIP!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri memakaikan peci hitam kepada Ganjar Pranowo dalam sebuah acara PDIP (Foto: Istimewa)
Saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri memakaikan peci hitam kepada Ganjar Pranowo dalam sebuah acara PDIP (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Menjelang lengser dari jabatannya, tudingan perpanjangan masa jabatan, mengubah konstitusi untuk bisa menjabat tiga periode, hingga mengambil alih partai politik oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi beberapa hari terakhir ini ramai dibicarakan. Apa lagi Megawati Soekarnoputri sendiri sempat menyatakan, PDIP bakal direbut "Gile..!"

Tudingan-tudingan tersebut turut ditukil mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu. Salah satunya mengambil alih sejumlah partai politik, yang mana pada saat ini para Ketum parpol tersebut tengah menjadi pembantu Jokowi (Menteri).

Said Didu menduga pada 20 Agustus 2024, Jokowi akan mengambil alih Partai Golkar, dan diketahui Airlangga Hartarto baru saja mundur secara mendadak dari posisi ketua umum (Ketum).

Lalu pada 24 Agustus, Jokowi akan mengambil alih Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Pada 27 Agustus Partai Nasional Demokrat (NasDem).

Tak hanya itu saja, partai yang kala itu membesarkan nama Jokowi hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia, dituding Said Didu akan diambil pula mantan Wali Kota Solo itu.

Adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).  Said Didu menuding partai yang dinahkodai Megawati Soekarnoputri itu akan diambil alih Jokowi pada akhir bulan Agustus ini.

“Agenda Jokowi ambil alih Partai: 1) 20/8: Partai Golkar, 2) 24/8: PKB dan PAN, 3) 27/8: Nasdem, 4) akhir Agustus: PDIP,” tuding Said Didu sebagaimana dalam kicauannya di akun X pribadinya dikutip Monitorindonesia.com, Jum'at (16/8/2024).

Sebut Kereta Cepat Jebakan China, Said Didu: Tidak Layak dan Cari Untung
Said Didu (Foto: Dok MI/An)

Kicauan Said Didu itu pun lantas dikomentari salah satu pengguna X. Dia mengaitkan dengan pernyataan Puan Maharani, Ketua DPP PDIP saat ini.

"Puan bilang tidak ada yang ingin ambil alih PDIP, percaya Hasto yang penuh dendam, amarah atau Puan selaku bagian dari pimpinan PDIP," cuit @Kang Thole.

Sementara itu akun X lainnya, menyinggung presiden terpilih tahun ini. "Akhir tahun presiden terpilih terguling nggak ya? Hahah," kelakar @Inoe Nugraha.

PDIP Tuding Jokowi dituding ingin rebut kursi Megawati

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menuding Jokowi ingin mengambil alih posisi ketua umum (Ketum) PDIP yang kini ditempati Megawati Soekarnoputri.

“Itu pernah saya sampaikan di dalam beberapa diskusi karena ada seorang mantan menteri yang kemudian dihubungi oleh menteri di dalam kabinet bapak Jokowi yang menyatakan keinginan dari bapak Jokowi untuk menduduki posisi Ketua Umum PDI Perjuangan, itu pernah saya sampaikan ke publik,” ujar Hasto di Kantor KPK,  Jakarta, Kamis (15/8/2024).

“Kemudian melihat apa yang terjadi dengan Partai Golkar yang mula-mula juga ada rumor seperti itu, ternyata itu kan terjadi. Maka, apa yang disampaikan ibu Megawati Soekarnoputri adalah benar,” sambungnya.

Bagi Hasto, Megawati bukan hanya sekadar Ketua Umum PDIP, namun juga putri dari Sukarno, proklamator sekaligus Presiden RI-1, selain itu juga bagian dari sejarah kepemimpinan Indonesia.

Megawati
Megawati Soekarnoputri (Foto: Dok MI/Aswan)

“Ibu Mega sudah menjadi bagian dari suatu ide, gagasan, cita-cita bagaimana negara hukum dibangun, bagaimana negara karakter pemimpinnya tidak boleh otoriter,” kata Hasto.

“Maka seluruh jajaran partai dengan militansi tinggi, dengan pertaruhan jiwa raga siap akan membela ibu Mega dengan seluruh gagasan-gagasannya itu,” bebernya.

Untuk itu, Hasto menegaskan Megawati menyatakan kesediaannya untuk kembali menjadi Katua Umum PDIP dalam rapat kerja nasional (Rakernas) kelima.

“Apalagi ini menjelang 17 Agustus yang merupakan peringatan bahwa kemerdekaan Indonesia ini membangunkan jiwa-jiwa rakyat Indonesia agar merdeka".

 "Dan berdaulat untuk tidak mampu ditekan oleh siapa pun yang mencoba menyelewengkan semangat 17 Agustus tersebut,” imbuh Hasto.

Menyandera Airlangga? 

Jokowi disebut-sebut hendak menguasai Partai Golkar dengan menyandera Airlangga Hartarto lewat kasus hukum.

Analis politik dari Universitas Negeri  Jakarta, Ubedillah Badrun menuturkan bahwa ketika lengser, Jokowi tidak memiliki perahu untuk menyelamatkannya dari jeratan hukum. 

Oleh sebab itu, Jokowi melakukan manuver lewat partai politik untuk menyelamatkan dirinya lewat kasus-kasus yang membelit elite partai politik, salah satunya yang dialami Airlangga Hartarto.

“Kan tanda-tanda itu terlihat (ambil alih Golkar), karena Jokowi secara politik dia dimenangkan oleh kekuatan di belakang layar, dalam politik empirik, dia tidak punya partai politik, di DPR nanti tidak ada partai dia, dia mengkhianati PDIP, partai anaknya tidak lolos parliamentary threshold, tidak ada anggota parlemen dari PSI misalnya, lalu  dia bergantung pada partai apa?” tegas Ubedillah Badrun dalam jumpa media 98 Melawan bertemakan ‘Jokowi Kudeta Demokrasi: Kasus Golkar’ di kawasan Menteng,  Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2024).

Jokowi ikut campur mundurnya Airlangga
Airlangga dan Jokowi (Foto: Istimewa)

Menurut pelapor dugaan korupsi Jokowi ke KPK ini, peristiwa yang dialami Partai Golkar dianggap sebagai cara Jokowi untuk mengkudeta demokrasi di lingkaran politik. 

“Peristiwa abnormalitas dari Partai Golkar itu, tanda-tanda bahwa Jokowi punya minat dalam tanda petik kami sebut sebagai kudeta demokrasi yang mengambil alih Golkar, dengan caranya,” bebernya.

Jokowi akan main cantik dan tidak akan terkesan mengambil alih Golkar, namun menempatkan orang-orangnya di lingkaran Golkar. 

“Apakah dengan dia sendiri menjadi dewan pembina, atau menitipkan Bahlil sebagai ketum, atau menitipkan orang lain menjadi ketum, atau bahkan anaknya jadi ketum  kan itu sesuatu yang sangat mungkin dalam parpol, dan kami melihat ini bencana demokrasi,” tandasnya.

Istana membatah 

Staf Khusus Presiden Juri Ardiantoro menyatakan berbagai tuduhan yang selama ini terus diarahkan kepada Presiden Joko Widodo, termasuk salah satunya pengambilalihan partai politik, tidak terbukti.

Tudingan itu terkait perpanjangan masa jabatan, mengubah konstitusi untuk bisa menjabat tiga periode, hingga mengambil alih partai politik yang beberapa hari terakhir ramai dibicarakan.

"Kita semua sudah mendengar, membaca, dan menyaksikan berkali-kali bagaimana Presiden membantah tuduhan-tuduhan tersebut. Presiden taat hukum, presiden taat konstitusi, dan Presiden fokus bekerja untuk kemajuan negara dan bangsa ini," tegas Juri di Jakarta, Kamis (15/8/2024).

Juri menegaskan berbagai tuduhan kepada Presiden Jokowi sama sekali tidak beralasan, terlebih saat ini Presiden sedang fokus menyelesaikan agenda-agenda penting pemerintahannya yang akan berakhir pada Oktober 2024.

Menurut Juri, ada upaya rekayasa dan pabrikasi narasi insinuatif yang sistematis untuk menurunkan citra Presiden Jokowi dan merusak tingkat kepercayaan masyarakat yang tetap tinggi terhadap kepemimpinan Jokowi.

"Saya menyebut ini upaya pabrikasi narasi insinuatif untuk men-downgrade Presiden dan terus-menerus berusaha merusak tingkat kepercayaan yang tetap tinggi di mata masyarakat. Pertanyaannya adalah apa tujuan dari tindakan ini? Mengapa mereka tidak henti-hentinya melontarkan tuduhan-tuduhan tersebut?" ujarnya.

Meski demikian, Juri yang pernah menjadi Deputi Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden ini bersyukur masyarakat tetap memberikan kepercayaan kepada Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masa jabatannya dengan baik.

Ia juga berharap transisi dan keberlanjutan pemerintahan dapat berlangsung dengan lancar.

"Oleh karena itu, saya mengajak semua pihak, terutama para elit, untuk tidak membangun opini, narasi, dan spekulasi-spekulasi politik yang dapat memperlemah kohesi sosial masyarakat kita," tandasnya.

Sekadar informasi bahwa, dari partai politik yang ditudingkan Said Didu tersebut, sebagian pimpinannya harus berurusan dengan penegak hukum.

Partai Golkar, misalnya. Terusik dengan kasus dugaan korupsi minyak goreng, dimana Airlangga Hartarto sempat diperiksa hingga kini muncul desakan agar diperiksa lagi Kejaksaan Agung (Kejagung). Kader mudanya juga sempat diperiksa soal kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kominfo. Adalah Menpora Dito Ariotedjo, kader muda Golkar yang dituding menerima uang pengamanan kasus tersebut sebesar Rp 27 miliar, namun telah dibantahnya.

PAN, Zulkifli Hasan yang saat ini menjabat Menteri Perdagangan (Mendag). Di kementerian yang dia pimpin itu kini tersandung kasus dugaan korupsi impor gula. Catatan Monitorindonesia.com, Zulhas hingga saat ini belum diperiksa Kejagung.

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Foto: MI/Dhanis)
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Foto: Dok MI/Dhanis)

Mungkin saja tidak, karena waktu kasus itu terjadi, Zulhas belum menjadi Mendag. Hanya saja pemeriksaan saksi dalam suatu kasus untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas.

NasDem, dua kadernya sekaligus telah terseret kasus korupsi. Mantan Menkominfo Johny G Plate tersangka korupsi BTS Kominfo dan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo tersangka korupsi di Kementan.

PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) juga telah dilaporkan ke KPK terkait dengan kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam Tim Pengawas Haji DPR RI 2024.

Sementara PDIP, Hasto Kristiyanto harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan jalur Kereta Api pada DJKA Kemenhub dan kasus Harun Masiku.

Meski begitu, baik Kejagung maupun KPK membantah ada kepentingan politik dalam pengsutan kasus-kasus dugaan rasuah tersebut. (an/fn)