Parkir Rp 22.500/2 Jam, Kadis LH, Kadishub dan Komisi B DPRD DKI Jakarta Kompak "Tutup Mulut"

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Maret 2023 19:52 WIB
Jakarta, MI - Sengkarut pengelolaan parkir di Ibukota menjadi viral pasca Monitor Indonesia memberitakan komplain pengguna parkir kawasan lapangan IRTI Monas beberapa hari lalu. Komplain dan keluhan tersebut bermula dari pembayaran retribusi parkir saat Arif Sugiyanto (56) hendak keluar dari parkiran. Oleh penjaga pos pembayaran parkir memberikan karcis yang tertera Rp 22.500. Seketika dia heran dan mempertanyakan kepada petugas tersebut. Konon komplainnya tersebut tidak berbuah apa apa dan akhirnya dia memilih membayar lalu keluar walau dengan sangat kecewa. Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa seharusnya pengelola parkir sejak pintu masuk memberitahu kepada pengunjung bahwa apabila kendaraannya tidak lolos uji, maka akan dikenakan denda sesuai pergub tersebut. "Atau buat papan pengumuman larangan masuk area parkir bagi kendaraan yang tidak lolos uji emisi," kepada Monitor Indonesia, Selasa (7/3). Begitu juga dengan Anggun (52) warga Jakarta Selatan yang mengaku hobby dan sering main kekawasan Monas mempertanyakan kebijakan baru ini. "Mungkin karena saya pake mobil baru kali ya pak, makanya gak kena denda itu," katanya. Anggun melanjutkan, seharusnya Pemprov DKI Jakarta lebih dulu sosialisasi setiap adanya kebijakan kebijakan yang berdampak luas kemasyarakat. "Selain sosialisasi lewat beragam media dan papan pengumuman dipintu pintu masuk kawasan parkir" katanya. Berbeda dengan Anggun, Sopian yang juga berada dikawasan Monas ketika dimintai pendapatnya berkomentar lirih. "Saya malah curiga ini jadi ladang korupsi. Bagaimana enggak? liat aja itu bayarnya pake tunai bisa, non tunai bisa. Bagaimana mengontrolnya itu?" katanya bertanya dengan mimik curiga. Kecurigaan Sopian (46) yang mengaku PNS diwilayah Jakarta Timur ini mempertakan faliditas data yang katanya terkoneksi langsung dengan Dinas Lingkungan Hidup yang bermarkas di Cililitan tersebut. "Ini kan kawasan terbuka untuk umum dan pengunjungnya dari seluruh penjuru. Bukan hanya kendaraan yang tercatat di Pemprov DKI Jakarta saja," katanya. "Tapi dari luar daerah juga malah lebih banyak. Apakah nomor kendaraan semua itu masuk didatanya Dinas Lingkungan Hidup?, ini yang perlu dijelaskan pihak terkait," katanya menambahkan. Sesuai penjelasan Kepala UPT Parkir, Adji Kusambarto bahwa sistem tersebut sudah permanen dan terkoneksi dengan Dinas Lingkungan Hidup. "Kami hanya membaca sistem dan petugas memberikan karcisnya," katanya kepada Monitor Indonesia, Senin (6/3). Kadis LH, Komisi B DPRD dan Kadishub DKI Jakarta Bungkam Terkait hal penerapan Pergub No 66 tahun 2020 tersebut, Asep Kuswanto sebagai Kepala Dinas Lingkungan hidup yang dimintai penjelasannya soal penerapan teknologi uji emisi dan sanksi sanksinya. Serta pemasangan alat uji emisi tersebut dimana saja dan ada berapa unit? yang bersangkutan belum memberikan jawaban. Begitu juga dengan Saprin Lupito sebagai Kepala Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta yang dihubungi lewat telp dan WhatsAppnya belum memberikan respon. Pertanyaan yang diajukan yang publik berhak tau, sudah berapa dana yang terkumpul dari satu aspek denda pelanggaran uji emisi tersebut? dan lain lainnya yang diajukan ke kepala Dinas ini belum terjawab. Sikap yang sama ketika kasus ini dipertanyakan kepada puluhan anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta hingga ketua Komisinya hingga sore tadi kompak tak meresponnya. Sikap ini sangat disayangkan, sebab selayaknya wakil rakyat peka terhadap hal hal kebijakan publik oleh pihak pemerintah. Apalagi menyangkut kepentingan publik seperti ini. "Semestinya pihak legislator bisa membela publik agar tidak memberatkan perekonomian rakyat," tambah Anggun dengan nada kecewa. Dugaan Pungli Dugaan Pungutan liar (Pungli) di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perparkiran, Dinas Perhubungan DKI Jakarta masih terus terjadi. Bagaimana tidak, tarif parkir di sejumlah lokasi harganya selangit padahal sesuai Perda hanya Rp 4.000 per jam. Anehnya lagi, tarif parkir dipungut dengan uang tunai. Salah satu lokasi parkir yang dikelola UPT Parkir Dishub DKI adalah IRTI Monas. Di IRTI Monas, sesuai dengan struk pembayaran parkir tertera selama 2 jam 1 menit dengan nominal Rp 22.500. Padahal, tarif parkir sesuai Peraturan daerah hanya Rp 4.000 per jam. Pengguna Parkir di IRTI Monas, Jakarta Pusat, Arif Sugiyanto (56) mengecam tindakan pengelola parkir yang yang memungut tarif sesuka hati. Dia menuding ribuan kendaraan setiap hari parkir di IRTI Monas menjadi bancakan pengelola UPT Parkir. “Pengelola parkirnya parah bangat. Parkir 2 jam saja harus bayar Rp 22.500 dan harus bayar tunai,” kesal Arif seraya menunjukkan struk parkir yang diberikan pengelola parkir kepada Monitor Indonesia di IRTI Monas pada Minggu (5/3). “Ini kan otomatis pak, tidak ada rekayasa kami”, timpal petugas parkir tersebut. Dalam potongan karcis parkir tersebut tertera landasan hukum penarikan retribusi tersebut yakni Pergub 31 Tahun 2017. Juga tulisan Tarif normal Rp 4.000/jam. Di dalam karcis juga tertulis, jika kendaraan anda tidak lulus uji emisi dikenakan tarif parkir disentif Rp 7.500/jam. Arif pun akhirnya membayar Rp 22.500 dengan waktu perkir 2 jam tersebut karena malas berdebat dengan petugas parkir. Arif pun memprotes pihak pengelola parkir DKI Jakarta tersebut. “Bagaimana mereka membuat perhitungan parkir ini? Seharusnya saya hanya membayar Rp 8000 karena hanya 2 jam kok,” katanya. “Bayangkan pak! untuk satu lokasi parkir saja di IRTI Monas, berapa ribu kendaraan parkir disana tiap hari? kalikan saja denda denda seperti itu,” katanya. Bila seribu kendaraan saja dengan rata-rata durasi parkir 3 jam setiap hari maka jumlah uang rakyat yang di pungli oleh pengeloa parkir mencapai puluhan juta. Jika dihitung dalam setahun 3 jam x Rp 7.500 x 1.000 x 30 hari x 12 bulan = Rp 8,1 miliar/tahun. Jumlah itu masih hanya di IRTI Monas. Sebanyak ratusan lokasi parkir yang dikelola oleh UPT Parkir DKI Jakarta. Pengelola parkir disinyalir mempermainkan aturan dengan memvonis kendaraan yang parkir dengan catatan tidak lulus emisi. Padahal, alat tidak lulus emisi tidak ada di IRTI Monas dan lokasi parkir lainnya. Masyarakat ketika hendak bayar parkir pun tidak pernah meminta berkas lulus uji emisi pemilik kendaraan. Selanjutnya pembayaran masih sistem tunai dan tidak bisa mempergunakan uang elektronik. Sementara itu berdasarkan pantauan Monitor Indonesia diperkirakan kawasan kawasan perparkiran yang dikelola UPT Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencapai ratusan lokasi. Bisa dibayangkan berapa besar dana masyarakat yang dipungli dari sektor parkir ini. Sementara Realisasi pendapatan daerah APBD DKI 2022 tidak capai target Rp 77,8 triliun. Pendapatan daerah DKI hanya Rp 67,3 triliun atau 86,56 persen per 31 Desember 2022. Pendapatan daerah itu salah satunya berasal dari parkir yang jumlahnya sangat minim. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Michael Rolandi mengatakan realisasi pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah Rp 40,3 triliun. Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Adji Kusambarto mengklaim harga parkir sebesar Rp 22.500/2 jam di IRTI Monas sudah sesuai aturan. Sementara pembayaran parkir dengan tunai disebutkan Adji karena adanya kerusakan mesin parkir. “Bahwa pengenaan tarif kendaraan di IRTI Monas berdasarkan hasil uji emisi sebagaimana bagian dari implementasi Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 66 Tahun 2020. Itu dikarenakan sanksi pengenaan tarif tertinggi ada regulasi, di bawah Rp 7.500. Kalau misalnya dia 3 jam lewat artinya Rp 7.500 kali 3 aja itu. Karena belum uji emisi itu memang ada sistemnya,” jelasnya saat dikonfirmasi Monitor Indonesia, Senin (6/3). Dia menjelaskan, ada beberapa lokasi di DKI Jakarta yang mengenakan tarif seperti itu. Hal itu sesuai dengan implementasi dari Pergub Nomor 66 Tahun 2020 tersebut. Pergub itu, kata dia, mulai berlaku setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan enam bulan sejak 24 Juli 2020. Peraturan Gubernur DI Jakarta No 66/2020, kata Adji, mengatur Pelaksanaan Uji Emisi dan Gas Buang oleh setiap Pemilik Kendaraan Bermotor, Pemeriksaan dan Pengawasan dan Pengendalian oleh Tim Uji Emisi Gas Buang. “Ini sudah berjalan hampir setahun dan ada beberapa lokasi di DKI Jakarta. Biaya parkir per jam untuk 2021 memang itu normalnya 4.000 sampai 5.000 per jam,” ungkapnya. Untuk jumlah kendaraan yang masuk di IRTI Monas, lanjut dia, belum dapat dipastikan berapa per harinya, namun untuk pengenaan tarif normalnya dikenakan tarif substantif sebagai implementasi dari Pergub 66 tahun 2020 terkait emisi kendaraan bermotor. “Jadi apabila kendaraan yang belum melakukan uji emisi itu secara otomatis berapa biaya parkirnya, itu datanya secara langsung terintegrasi di Dinas Lingkungan Hidup,” bebernya. Implementasi itu, kata dia, dikenakan tarif tertinggi Rp 7.500 per jam. Jadi kalau 2 jam lebih Rp. 22.500. Bagaimana cara menentukan kendaraan yang masuk di parkiran IRTI Monas lulus uji emisi atau tidak, Adji mengatakan semua itu sudah terintegrasi secara otomatis di Dinas Lingkungan Hidup. “Itu terintegrasi sistemnya secara otomatis itu hanya membaca data dari dinas lingkungan hidup DKI Jakarta. Kendaraan yang sudah uji emisi itu sudah terdata di dinas Lingkungan Hidup jadi di lokasi parkir kita tinggal membaca saja,” jelasnya. Dia mengklaim pula, untuk kendaraan yang lolos uji emisi dikenakan tarif normal Rp 4.000 per jam. Jangka waktu untuk kendaraan pribadi uji emisi itu sekitar 1 tahun untuk perpanjangannya setiap tahun harus uji emisi kendaraan yang ada di parkiran Monas. “Dinas Lingkungan Hidup berdasarkan data yang ada. Itu ada aplikasinya namanya e-uji emisi,” katanya. Terkait dengan pembayaran parkir harus dengan tunai, Adji mengklaim, “Itu bisa jadi karena mengalami kerusakan itu kan ada struknya di parkiran, sebenarnya sih bisa tunai dan bisa nontunai mungkin itu lagi rusak. Tapi kan itu masuk di sistem dan ada struknya,” klaimnya. “Semua ada sistemnya itu ada tanda bukti bayar parkirnya,” tambahnya. Lokasi lainnya yang menjadi pemberlakukan parkir uji emisi itu seperti Samsat Jakarta Barat, Intercom, Plaza Kebon Jeruk, Blok M, Pasar Mayestik dan IRTI Monas. “Jadi semuanya terintegrasi dari Dinas Lingkungan Hidup. Datanya itu ada di dinas lingkungan hidup itu juga kita cuma ngebaca doang,” katanya. Adji mengakui pendapatan daerah dari parkir selama 2022 tidak tercapai yakni hanya 80 persen. “Cuma kita tidak sampai 80% untuk total untuk total nilainya saya nggak hafal,” tutupnya. Dipaksa Bayar Tunai Tarif parkir di sejumlah lokasi harganya selangit padahal sesuai Perda hanya Rp 4.000 per jam. Anehnya lagi, tarif parkir dipungut dengan uang tunai. Salah satu lokasi parkir yang dikelola UPT Parkir Dishub DKI adalah IRTI Monas. Di IRTI Monas, sesuai dengan struk pembayaran parkir tertera selama 2 jam 1 menit dengan nominal Rp 22.500. Padahal, tarif parkir sesuai Peraturan daerah hanya Rp 4.000 per jam. Pengguna Parkir di IRTI Monas, Jakarta Pusat, Arif Sugiyanto (56) mengecam tindakan pengelola parkir yang yang memungut tarif sesuka hati. Dia menuding ribuan kendaraan setiap hari parkir di IRTI Monas menjadi bancakan pengelola UPT Parkir. “Pengelola parkirnya parah bangat. Parkir 2 jam saja harus bayar Rp 22.500 dan harus bayar tunai,” kesal Arif seraya menunjukkan struk parkir yang diberikan pengelola parkir kepada Monitor Indonesia di IRTI Monas pada Minggu (5/3). “Ini kan otomatis pak, tidak ada rekayasa kami,” timpal petugas parkir tersebut. Dalam potongan karcis parkir tersebut tertera landasan hukum penarikan retribusi tersebut yakni Pergub 31 Tahun 2017. Juga tulisan Tarif normal Rp 4.000/jam. Di dalam karcis juga tertulis, jika kendaraan anda tidak lulus uji emisi dikenakan tarif parkir disentif Rp 7.500/jam. Arif pun akhirnya membayar Rp 22.500 dengan waktu perkir 2 jam tersebut karena malas berdebat dengan petugas parkir. Arif pun memprotes pihak pengelola parkir DKI Jakarta tersebut. “Bagaimana mereka membuat perhitungan parkir ini? Seharusnya saya hanya membayar Rp 8000 karena hanya 2 jam kok,” katanya. “Bayangkan pak! untuk satu lokasi parkir saja di IRTI Monas, berapa ribu kendaraan parkir disana tiap hari? kalikan saja denda denda seperti itu,” katanya. Bila seribu kendaraan saja dengan rata-rata durasi parkir 3 jam setiap hari maka jumlah uang rakyat yang di pungli oleh pengeloa parkir mencapai puluhan juta. Jika dihitung dalam setahun 3 jam x Rp 7.500x1000x30 hari x 12 bulan = Rp 8,1 milyar/tahun. Jumlah itu hanya di IRTI Monas. Sebanyak ratusan lokasi parkir yang dikelola oleh UPT Parkir DKI Jakarta. Aturan Dimainkan Pengelola parkir didinyalir mempermainkan aturan dengan memvonis kendaraan yang parkir dengan catatan tidak lulus emisi. Padahal, alat tidak lulus emisi tidak ada di IRTI Monas dan lokasi parkir lainnya. Masyarakat ketika hendak bayar parkir pun tidak pernah meminta berkas lulus uji emisi pemilik kendaraan. Selanjutnya pembayaran masih sistem tunai dan tidak bisa mempergunakan kartu elektronik. Sementara itu sesuai pantauan Monitor Indonesia diperkirakan kawasan kawasan perparkiran yang dikelola UPT Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencapai ratusan lokasi. Bisa dibayangkan berapa besar dana masyarakat yang dipungli dari sektor parkir ini. Sementara Realisasi pendapatan daerah APBD DKI 2022 tidak capai target Rp 77,8 triliun. Pendapatan daerah DKI hanya Rp 67,3 triliun atau 86,56 persen per 31 Desember 2022. Pendapatan daerah itu salah satunya berasal dari parkir yang jumlahnya sangat minim. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Michael Rolandi mengatakan realisasi pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah Rp 40,3 triliun. (Sabam Pakpahan) #Parkir Rp 22.500/2 Jam