Kadis LH vs SDA DKI Jakarta di Proyek Saringan Sampah Rp 195 Miliar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 Maret 2023 17:56 WIB
Jakarta, MI - Sengkarut proyek saringan sampah Dinas Lingkungan hidup DKI Jakarta menjelang 4 hari berakhirnya kontrak kedua kini melahirkan polemik baru. Asep Kuswanto pejabat Pemprov DKI ini mulai tak sejalan dengan Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Yusmada Faizal. Pasalnya Asep Kuswanto yang terus terpojok karena tidak bisa membuktikan proyek ambisius Anies Baswedan sebelumnya yang memaksakan proyek ini walau lahannya belum dibebaskan. Sekalipun Surat Perintah Kerja(SPK) selama 151 hari kalender yang dideklarasikan petinggi PT PP Presisi KSO PP Runggu Prima Jaya dan Kepala Dinas awal proyek ini dimulai Juli 2022. Dengan berapi-api mereka konferensi pers menyatakan kedua perusahaan raksasa kombinasi BUMN dan Perusahaan Swasta milik konglomerat ini akan selesai tepat waktu dan segera berfungsi mengurangi banjir Ibu Kota. Namun waktu menjawab lain, progresnya saat berakhir kontrak tak sedikitpun membanggakan. Dengan segala upaya oleh Kepala Dinas dan PPK nya Lukman, memperpanjang kontraknya 3 bulan hingga 26 Maret 2023. Faktanya pun perpanjangan kontrak kerja 3 bulan tersebut gagal total. Tidak diketahui jurus apalagi yang akan dimainkan Asep Kuswanto dan PPKnya Lukman 4 hari lagi. Publik menantinya. Tidak pernah dijelaskan apakah akibat wanprestasi tersebut ketentuan dan peraturan sanksi diberikan. Bila aturan itu diberlakukan denda keterlambatan tersebut bisa menambah pundi pundi pendapatan daerah yang masuk ke Kas Daerah. Kini jelang 4 hari lagi berakhir kontrak, Asep mulai pasang jurus seolah jadi juru bicaranya Kepala Dinas SDA karena pemegang anggaran pembebasan lahan. Dia menyatakan pembangunan saringan sampah di Kali Ciliwung masih terkendala pembebasan lahan. Dia mengungkapkan, lahan yang belum dibebaskan terletak di Tanjung Barat, Jagakarsa. Luas lahan tersebut sekitar 22 bidang lahan milik swasta yang belum dibebaskan. Namun pernyataan Asep Kuswanto ini kontras dengan keterangan pihak BPN Jakarta Timur yang sudah dimuat Monitor Indonesia sebelumnya. Dimana kendala pembebasan lahan tersebut karena Penunjukan Lokasi(Penlok)/SK Gubernur berakhir tanggal 3 Februari 2023 lalu. Sehingga prosesnya tidak bisa dilanjutkan. Lucunya lagi, Yusmada Faisal sebagai PA (Pengguna Anggaran) Pembebasan lahan tersebut tidak pernah mau buka suara. Semua pihak terkait di Dinas SDA yakni UPT Pengadaan Tanah bungkam seribu bahasa. Menanggapi hal itu, aktivis LSM GAMITRA, Konco menduga kedua Kepala Dinas tersebut saling menjegal. "Kenapa begitu bernafsunya Asep Kuswanto menganggarkan proyek ini padahal lahannya tidak beres. Ini harus dibongkar Jaksa atau KPK," katanya. "Panitia lelangnyapun harus diperiksa juga, banyak yang janggal dan misterius diproyek ini," sambung Konco. Menurut Konco, proyek yang menghabiskan Rp 195 miliar ini jika fungsinya menyaring 50 ton sehari, ini hanya pembohongan publik. "Emangnya warga dihulu sungai mulai Bogor trus ke Depok itu tiap hari buang sampah ke sungai? Emangnya masyarakat dianggap Pemprov DKI Jakarta ini bodoh, buang sampah sembarangan?," cetusnya. "Emangnya tiap hari kayu dan pohon pohon tumbang lalu dibuang kesungai? Yang benar ajalah, jangan bikin masyarakat tameng demi mengeruk anggaran untuk mengisi pundi pundi orang orang tertentulah. Karena fakta fakta tersebut diataslah kami mendesak pihak Kejati DKI Jakarta dan KPK masuk membongkar sengkarut proyek ini," imbuhnya. Sementara itu, M Pakpahan owner PT Runggu Prima Jaya menyatakan bahwa dirinya sudah pensiun. Tidak mengurusi proyek lagi. "Olo ba dang humonitor be projek dk urusan masing nama au nga pensiun. Mauliate da" (Iya gak monitor proyek lagi dk urusan proyek masing, aku dah pensiun)," katanya lewat pesan singkat WhatsAppbya Selasa siang 21/3. (Sabam Pakpahan).