Dana Kampanye Pilkada DKI Diduga dari Perusahaan Judi Online

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 9 Juni 2024 13:43 WIB
KPU RI (Foto: Dok MI/Aswan)
KPU RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Dana kampanye Pilkada DKI Jakarta 2024 diduga dari perusahaan judi online. Sebuah rumah mewah dibilangan Ragunan, Jakarta Selatan diinfokan sumber sebagai penyandang dana bagi sosok calon Gubernur DKI yang akan berlaga.

Sebut saja Nyonya N yang kabarnya juga akan maju menjadi Bupati di Pilkada Bupati salah satu Kabupaten Jawa Barat. Sumber itu sangat yakin kalau salah satu Timses salah satu bakal calon Gubernur ini adalah pemilik judi online. "Pernah mendaftarkan situsnya ke Kominfo namun ditolak," katanya sambil memperlihatkan pendaftaraan yang kamufalse dengan game online.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya meminta perbankan untuk turut serta dalam memberantas aktivitas judi online yang semakin marak. Salah satu langkah yang diusulkan adalah membangun sistem untuk melacak transaksi mencurigakan. "Kami terus meminta bank untuk membangun sistem yang dapat mengidentifikasi transaksi-transaksi mencurigakan yang terkait dengan judi online". 

"Sistem ini sangat penting untuk dikembangkan,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Minggu (9/6/2024).

Mirza menjelaskan bahwa aktivitas judi online merupakan salah satu masalah yang banyak dilaporkan masyarakat kepada OJK. Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan perhatian serius terhadap maraknya aktivitas judi online.

"Transaksi judi online mungkin hanya Rp 100 ribu, Rp 200 ribu, atau Rp 1 juta. Namun, jika suatu rekening sering digunakan untuk transaksi seperti itu, maka harus ada sistem yang mampu mendeteksinya,” ungkap Mirza.

Ia juga mencontohkan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memiliki sistem yang berjalan cukup lama, yang mengharuskan perbankan melaporkan transaksi di atas Rp 500 juta.

Namun, transaksi judi online biasanya bernilai kecil sehingga diperlukan sistem yang mampu memantau pergerakan mencurigakan pada rekening-rekening kecil.

“Untuk judi online, transaksinya tidak sebesar Rp 500 juta, tapi kecil-kecil. Jadi, perlu ada sistem yang dapat menelusuri pergerakan mencurigakan di rekening-rekening kecil tersebut. Hal ini harus dibangun," jelas Mirza.

Menurut data OJK, sekitar 5.000 rekening telah diblokir karena teridentifikasi digunakan untuk kegiatan judi online. OJK dan industri jasa keuangan akan terus berupaya membantu pemberantasan judi online. 

“Sekitar 5.000 rekening sudah kami tutup dan blokir. Upaya ini tidak berhenti di sini, kami juga harus bisa menelusuri ke mana aliran dana ini sebenarnya mengarah,” kata Mirza.

OJK juga mendorong penanganan pengaduan masyarakat terkait judi online. "Presiden juga merasa resah dengan maraknya judi online, dan ini tentunya menjadi perhatian kita semua,” lanjutnya.

Mirza mengakui bahwa melacak transaksi perbankan yang terkait dengan judi online tidaklah mudah, karena nominal transaksi tersebut biasanya tidak besar. Namun, dengan sistem yang tepat, perbankan dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi dan menangani transaksi mencurigakan yang terkait dengan judi online.