Perubahan Statuta UI, Pemerintah Dinilai Makin Tak Peka Etika Hukum

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 21 Juli 2021 15:57 WIB
Monitorindonesia.com - Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) sebagai pengganti PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI dimana didalamnya merubah aturan rangkap jabatan Rektor UI menurut Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta merupakan sinyalemen pemerintah semakin tidak peka etika hukum. "Soal penerbitan PP ini, tentu adalah hak pemerintah. Mestinya kekuasaan hukum yang dimiliki pemerintah digunakan untuk membangun etika hukum," ujar Sukamta, Rabu (21/7/2021). Menurut Sukamta, rangkap jabatan dilarang di berbagai peraturan perundangan, karena berpotensi memunculkan konflik kepentingan yang membuka peluang terjadinya kolusi dan korupsi. Jika si pembuat PP sadar etika hukum, sambung dia, mestinya tidak memunculkan pasal yang membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan. Lebih lanjut Sukamta memandang PP baru ini semakin berbahaya karena terkait dengan institusi pendidikan yang selama ini selalu dijaga independensinya dan tidak menjadi ajang politik praktis. "Kalau menggunakan ungkapan jawa, 'ngono yo ngono ning ojo ngono'. Banyak pihak tahu ini adalah politik balas jasa kepada para relawan politik, tapi mestinya etika hukum tetap dijaga. Institusi pendidikan selama ini diharapkan bisa jadi lembaga independen yang kritis konstruktif, membela kepentingan masyarakat. Posisi terhormat ini jangan diruntuhkan dengan pelonggaran larangan rangkap jabatan," ujar politisi asal Yogjakarta itu. Sukamta berharap pemerintah mau menerima masukan dan koreksi dari berbagai pihak terkait PP Statuta UI kemudian melakukan perubahan dan mengembalikan pengaturan rangkap jabatan seperti PP sebelumnya.[Lin]

Topik:

Sukamta Statuta UI